“Bernyanyilah untukku”
“Bernyanyi?”
“Ya, Sophia. Aku tahu kau bisa menyanyi, maka nyanyikan sebuah lagu untukku”
“Ah, aku tidak yakin soal itu...”
“Kenapa tidak? Bernyanyilah selagi bisa. Aku akan sangat senang jika kau mau menyanyi untukku”
Pipi Sophia bersemu merah. Ia menarik napas panjang sebelum akhirnya menuruti titah sang tunangan. Menyanyi.
Kainer memejamkan matanya, hanyut dalam lembutnya alunan suara wanita yang sedang berbaring memunggunginya itu. Kedua tangannya melingkar di pinggang Sophia. Kepalanya mulai bersembunyi pada ceruk leher sang wanita yang hangat, mengendus aroma manis yang familiar. Itu adalah posisi ternyamannya selama menghabiskan malam dengan Sophia.
Mata Kainer terbuka bersamaan dengan nyanyian merdu Sophia yang telah selesai. Mereka berdua saling diam. Bungkam di bawah selimut tebal yang sama selama beberapa saat.
“Kita akan pulang dua hari lagi. Bersabarlah... Aku tahu kau tak suka tempat ini,” ucap Kainer dengan suara berat dan serak, khas orang bangun tidur.
“Tidak! Aku suka tempat ini. Tolong jangan pulang hanya karena aku”
“Jadi kau lebih suka disini dari pada di rumah?”
Sophia buru-buru menoleh pada Kainer. “Tidak!”
“Sophia, kau hanya perlu jujur. Aku melihat matamu, dan matamu mengatakan bahwa tempat ini membuatmu merasa sesak.” Kainer membalik tubuh Sophia dengan cepat, membuat mereka saling bertatapan. “Jadi, yang tidak kau sukai itu tempat ini atau sosok yang ada di dalamnya?”
Sophia mengalihkan pandangannya. Wanita dengan surai cokelat itu tahu siapa yang dimaksud oleh Kainer, Marquess Julian, ayahnya. Vampir kejam yang dengan memandang wajahnya saja bisa membuat Sophia bergidik ketakutan. Ayahnya, sang pembukat luka utama daalam diri Sophia.
Jika ada yang harus disalahkan untuk sikap kekanakan, penakut, manja, dan rendah diri Sophia, maka salahkan ayahnya.
“Semuanya,” lirih Sophia.
Kainer tersenyum hangat. Tangannya mengusap punggung Sophia berulang kali, tengah membagi suhu tubuhnya yang menghantarkan Sophia menuju ketenangan.
“Bersabar sebentar ya, tunanganku. Setelah tujuanku tercapai, kita akan hidup nyaman dan tenang dalam waktu yang cukup lama”
Senyum simpul terukir di bibir Sophia.
Bagaimana mungkin wanita itu tidak luluh jika lidah tunangannya begitu lihai dalam berkata manis?
Sophia memberanikan diri menatap mata kuning sang tunangan. Dengan takut-takut, dia berkata, “Memangnya apa tujuanmu, maukah kau membaginya denganku?”
Senyum hangat Kainer sirna. Tangannya juga mematung, berhenti mengusap punggung wanitanya.
“Ini masalah politik, Sophia”
“Aku tahu, tapi bagilah denganku. Aku ingin tahu apa yang kau lakukan selama ini”
“Akan sulit untukmu paham tentang ini, jadi—“

KAMU SEDANG MEMBACA
KAINER [TAMAT]
Vampir"Tunanganku bisu. Aku sendiri yang memotong lidahnya" Sophia mencintai tunangannya dengan sepenuh hati. Berharap besar bahwa sang tunangan akan merubah hidupnya menjadi lebih baik. Membawanya keluar dari penjara keluarganya sendiri, namun Sophia tid...