“Liam, berhenti menghisab kelinci itu dan segera masuk ke kereta!” seru Kainer sambil menunjuk kereta mewah mereka.
“Lucas! Cari adikmu dan seret dia ke kereta!” serunya lagi, kemudian menghela napas pelan.
Owen terkekeh pelan. Dia menoleh pada Kainer yang sedang memijat pelipisnya sendiri.
“Mereka akan membuatku gila,” keluh Kainer.
“Mereka masih kecil, Kainer. Lagi pula, bukankah bagus bagi anak laki-laki aktif diusia seperti ini?”
“Mereka bukan aktif, tapi hiperaktif!”
Owen tertawa, kemudian menepuk-nepuk bahu adik iparnya.
“Kau frustrasi dengan tiga anak laki-lakimu, tapi kau masih bersikeras untuk menambah anak lagi”
“Aku yakin. Kali ini perempuan!”
“Terakhir kali kau juga sangat yakin, tapi yang lahir malah Noah”
Owen spontan mengingat saat dimana keponakan terkecilnya lahir. Tepatnya empat tahun lalu. Kala itu, Kainer sedang bersenandung senang sambil memberitahu semua vampir yang ia temui bahwa putrinya akan segera lahir, namun setelah ia mendatangi Sophia yang baru selesai bersalin, yang lahir lagi-lagi laki-laki!
“Kali ini perempuan!” tukas Kainer dengan penuh percaya diri.
Alhasil, Owen hanya menghela napas. Dia tahu bahwa dirinya tidak bisa menghancurkan keyakinan Kainer.
“Sampaikan salamku pada Sophia. Ucapkan maafku karena tidak bisa hadir saat dia melahirkan anak ke-empatnya,” ujar Owen.
“Tentu.” Kainer tersenyum, kemudian melangkah masuk ke dalam kereta kudanya. Meninggalkan Owen yang berdiri tegap dengan senyum terkembang cerah.
Di dalam kereta, Kainer duduk berhadapan dengan ketiga putranya. Lucas, Liam, dan Noah. Mereka adalah harta berharganya selain Sophia di dunia ini.
Yah, meski mereka bertiga sering membuat masalah hingga Kainer harus megelus dada, namun ia amat menyayangi ketiga ksatria kecilnya itu.
Kainer memajukan badannya. Menatap ketiga putranya secara bergantian. “Sebelum kita berangkat, ayo kita bertaruh soal adik kalian”
Liam menggeleng. “Ibu tidak suka bertaruh”.
Kainer harusnya tahu watak Liam. Anak keduanya itu sangat patuh pada Sophia. Benar-benar melakukan apa pun sesuai kemauan ibunya, namun Liam hanya patuh pada Sophia dan tidak mendengarkan ayahnya.
Kainer bahkan heran pada anak tengahnya itu. Terus bertaya-tanya kenapa Liam sulit sekali untuk di atur, namun menjadi penurut di hadapan Sophia.
“Aku bertaruh demi segudang penuh mainanku, bahwa adik kita adalah perempuan!” seru yang termuda, Noah.
“Pintar,” puji Kainer sambil mengusap rambut cokelat terang milik putra termudanya.
“Dari kemungkinan yang diceritakan oleh paman Luke, adik kita pasti laki-laki. Jadi, aku akan bertaruh bahwa adik kita laki-laki,” ucap Lucas.
“Dia pasti perempuan!” teriak Noah pada kakak sulungnya.
“Itu tidak mungkin. Adik kita laki-laki!” balas Lucas tak mau kalah.
“Perempuan!”
“Laki-laki!”
“Perempuan!”
“Laki-laki!”
Dua pasang mata kuning terang yang merupakan turunan dari sang ayah saling bertatapan tajam. Keduanya menggeram, seolah tengah mengukur keberanian masing-masing.
Kebetulan, mereka juga duduk bersebelahan langsung, hingga membuat perselisihan diantaranya semakin sengit.
“Perempuan!”
“Laki-laki!”
“Berhenti berteriak! Kereta ini bahkan belum berangkat!” tegas Kainer sambil melemparkan lirikan tajam pada keduanya.
Yang termuda menunduk, kemudian terisak-isak.
Bukan menangis karena perkataan tegas ayahnya tadi, namun karena kakak sulungnya mengejeknya dengan menjulurkan lidah saat ini.Itu memang hal sepele, namun Noah yang cengeng jelas akan menangis hanya karena ejekan sepele itu.
“Kemari, putraku!” ujar Kainer sambil mengangkat putra bungsunya ke pangkuannya. “Putra ayah adalah ksatria hebat, jadi jangan menangis”.
Lucas tertawa puas melihat adik bungsunya menangis di pangkuan sang ayah.
Tawa lepas Lucas rupanya dianggap ejekan oleh Noah hingga ia semakin kencang menangis dan membuat Kainer melayangkan tatapan tajam pada Lucas.
“lucas, jika kau tertawa lagi, maka ayah akan memberimu hukuman!”
Lucas diam, menahan tawanya sekuat tenaga. Sesekali, bocah itu melempar pandang pada sang adik bungsunya yang masih menangis di pangkuan sang ayah. Sesekali juga, dia memandangi Liam, adiknya yang lain.
Lucas membatin, “Apa yang Liam rencanakan? Kenapa dia terlihat seperti menyembunyikan sesuatu?”.
Setelah Lucas selesai membatin, memikirkan tentang perilaku adik pertamanya yang sedikit mencurigakan, dua kelinci kecil keluar dari keranjang yang ada di sebelah Liam. Kelinci itu melompat kesana kemari, menendang Kainer, Noah, dan Lucas.
Sedang pelaku dibalik kejadian itu langsung bergegas bangkit untuk menangkap dua kelinci itu. Wajahnya panik, khawatir sang ayah akan marah besar setelah tahu bahwa ia diam-diam menyeludupkan kelinci ke dalam kereta.
Liam ikut melompat kesana kemari, mengejar kelinci yang harusnya menjadi santapannya di tengah perjalanan nanti. Dia melakukannya hingga kereta yang mereka naiki bergoyang seolah sedang diterpa badai.
Keadaan makin memburuk kala Lucas kembali tertawa dan Noah semakin kencang menangis.
Benar-benar kacau! Kainer hampir gila!
“BERHENTI!!!”
Satu teriakan itu membuat ketiga bocah laki-laki disana terdiam. Mereka tahu bahwa ayahnya sedang marah serius.
Noah bahkan diam dan segera turun dari pangkuan Kainer. Bocah kecil itu kembali ke tempat duduknya semula, yaitu di antara kedua kakaknya.
“Kereta ini bahkan belum berangkat, namun kalian sudah sericuh angin topan!”
Kainer menghela napas berat, kemudian dalam sekali tangkapan, dua kelinci yang melompat itu ada di tangannya.
Dibukanya pintu kereta itu dan dilepaskanlah dua kelinci itu.
“Semuanya baik-baik saja?” tanya Owen yang ternyata masih berada di sebelah kereta mereka. Wajahnya meringis, membayangkan betapa kuatnya Kainer menjaga ketiga bocah hiperaktif itu.
“Baik,” jawab Kainer singkat.
Owen tersenyum. Ia tahu bahwa adik iparnya itu sedang amat kesal, namun Owen juga tahu bahwa Kainer bisa mengatasi hal ini.
Sebagai kerabat dekat, Owen jelas sudah melihat banyak sekali masalah yang dibuat oleh ketiga keponakannya itu. Melepaskan puluhan kuda dari kandangnya, mengotori gaun kesayangan Aria, juga yang terparah, mengumpat di depan keluarga kerajaan.
“Aku masih ingat kala Lucas mengatakan bahwa raja adalah pria brengsek,” gumam Owen, kemudian terkekeh pelan.
“Kusir! Ayo berangkat!” teriak Kainer.
Kereta mulai bergerak, berjalan menuju mansion hangat mereka.
Sayangnya, hal itu tidak mencairkan suasana di dalam kereta mewah keluarga Duke Kainer Arkin Anantram.
Ketiga putra Kainer bergantian menelan ludah. Sangat takut apa bila sang ayah benar-benar marah.
Ketiganya duduk diam dan menunduk dengan debaran jantung yang berpacu cepat. Mengira-ngira hukuman apa yang akan ketiganya dapat kali ini.
Liam bahkan tidak memikirkan dua kelinci yang ia tangkap dengan susah payah tadi. Rasa takutnya lebih besar dari pada nafsunya untuk menghisab darah. Sebab ia tahu bahwa kala ayahnya benar-benar marah, itu artinya bencana.
Bencana untuk hidupnya!
![](https://img.wattpad.com/cover/287421896-288-k469670.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
KAINER [TAMAT]
Ma cà rồng"Tunanganku bisu. Aku sendiri yang memotong lidahnya" Sophia mencintai tunangannya dengan sepenuh hati. Berharap besar bahwa sang tunangan akan merubah hidupnya menjadi lebih baik. Membawanya keluar dari penjara keluarganya sendiri, namun Sophia tid...