Twelve

6K 672 44
                                    

Pukul 6:30, Ara hendak keluar dari apartmennya. Ia berniat untuk menjemput Chika dan berangkat ke sekolah bersama. Tepat pada saat ia membuka pintunya, Ara tercekat melihat ada seseorang yang berdiri menunggunya

"Papa?"

Hans tersenyum lalu memeluk erat anaknya itu. Ara masih mematung, padahal ia sudah meminta asistennya agar informasi dimana ia tinggal tidak tersebar. Tetapi, Hans rupanya berhasil menemukannya dalam waktu yang cukup singkat

Ara membalas pelukan papanya

"Maafin papa.." ucap Hans

Ara menggeleng "Bukan salah papa"

Mereka berdua melepaskan pelukan itu, Ara menatap Hans yang saat ini matanya sudah sangat memerah. Ara membawa papanya masuk dan mereka kini berada di ruang tengah

Ara yang sudah duduk kini mengambil ponselnya dan mengabari Chika jika tidak bisa menjemputnya. Setelah itu Ara menaruh ponselnya ke saku lagi

"Pulang ya sayang?" ucap Hans

Ara tersenyum tipis lalu menggeleng. Hatinya sangat sakit setiap mengingat semua perlakuan Vera padanya

"Papa sayang sama kamu. Kita pulang bareng-bareng. Ara mau?" tanya Hans yang saat ini sudah memegang lembut tangan Ara

"Maaf pah, Ara gak bisa. Papa tau? Ara selama ini udah memendam semuanya. Sakit banget rasanya liat mama apa-apa selalu Azio. Mama gak peduli sama sekali ke Ara. Gak pernah" ucap Ara

"Papa akan coba perbaikin semua. Maaf kalo papa selama ini kurang ngerti sama keadaan kamu.."

Ara lagi-lagi menggeleng "Gak akan ada perubahan. Semuanya sama aja. Dan itu akan ngebuat hati Ara lebih sakit nantinya"

Hans meneteskan air matanya. Ara mengusap air mata papanya

"Papa gak usah khawatir. Ara bakalan jaga diri Ara sendiri. Bukankah hubungan antara ayah dan anak itu tidak akan terpisahkan?" Ara tersenyum tipis

"Papa sayang kamu.."

"Ara tau. Ara juga sayang papa. Tapi papa lebih sayang sama mama juga Azio" Ara memaksakan senyumnya

Hans menggeleng "Enggak sayang, enggak"

"Ara beneran udah gak papa" ucap Ara

"Ara.." lirih Hans

Ara menatap papanya

"Vera bukan mama kandung kamu"

Deg

Lagi-lagi Ara tercekat, ia sempat menahan nafasnya

"M-maksud papa?"

Hans kini mengeluarkan air matanya. Ia mengambil ponsel dan memperlihatkan suatu foto. Ara mengambil ponsel dari tangan Hans. Ada perempuan yang sangat cantik dan senyumnya sangat manis. Ara mengernyitkan dahinya

"Itu bunda kamu.."

Ara menatap Hans lagi seperti meminta penjelasan yang lebih

"B-bunda?"

Hans mengangguk "Raella, bunda kamu meninggal tepat saat kamu lahir di dunia ini, Seara.."

Bagai dihantam, Ara kini menatap kembali foto itu. Ara yang dari tadi tidak menangis, kini pertahanannya roboh. Air mata Ara mengalir deras. Jarinya mengusap wajah Raella dari ponsel. Hati Ara sangat sakit mendengar itu. Berkali-kali lipat lebih sakit dari pada mendengar ucapan pedas dari Vera yang menjadi tidak berarti

Hans mengusap pundak Ara pelan menenangkan anaknya. Hans pun juga masih menangis

"Bunda.." lirih Ara. Suaranya sudah sangat bergetar

MELODY Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang