Rombongan kelompok Adel berjalan pelan-pelan menuju jatah petak mereka yang lumayan jauh. Yusuf berjalan di depan memandu mereka. Adel merasa aneh, rasanya sudah jauh sekali mereka berjalan tapi Yusuf berjalan terus dan laki-laki itu tidak bicara sepatah katapun sepanjang jalan. Dia berjalan seperti robot.
Adel menjawil Yunan dan berbisik, "Kamu perhatiin gak, Mas Yusuf kok kelihatannya aneh banget gitu sih?"
Yunan manggut-manggut, dia memperhatikan juga keanehan Yusuf sejak berangkat tadi. Seingat Yunan, saat mereka bermain kartu tadi malam Yusuf lumayan cerewet, kenapa sekarang sangat pendiam?
Romi, Yudha dan Anto ikut mendengarkan mereka berbisik-bisik, dan mereka manggut-manggut mengiyakan. Jalanan yang mereka lalui semakin lama semakin kecil dan semakin sepi; awalnya jalanan beraspal, lalu jalanan tanah berbatu dan sekarang jalanan tanah seukuran jalan setapak saja.
"Perasaanku gak enak," celetuk Yudha.
Tentu saja mereka tidak berani bicara keras-keras, takut Yusuf mendengar mereka.
"Mungkin, mendingan kita balik ke kampus aja, gak usah ngikutin dia?" ujarnya lagi.
"Masak mau balik? Ntar kalau ditanya alasannya apa? Perasaannya gak enak, gitu? Cemen ah, segitu aja takut. Aku malah pengen tahu ini orang mau bawa kita ke mana," ujar Anto.
Masuk akal juga apa yang dikatakan Anto, mereka berlima menunduk, tak bersemangat. Yusuf kemudian berbelok masuk ke hutan. Duri-duri tanaman secang dan semak-semak lain diterabasnya begitu saja. Mestinya dia bisa meminta Yudha yang membawa parang untuk membuka jalan, sehingga mereka tidak perlu tergores-gores duri secang. Adel mulai meringis karena banyak tergores duri.
"Beneran nih, jalannya ini?" ujar Adel lirih.
Romi memainkan ponselnya, mencoba ingin menandai lokasi yang mereka lewati di peta, tapi sinyal sudah lama hilang sejak mereka keluar dari perkampungan tadi.
"Peta kertasmu mana, Del? Keluarin."
Adel mengeluarkan peta kertasnya dari dalam tas ranselnya. Romi segera merebut peta itu dari tangan Adel dan mencoba membacanya.
"Gila..., gak ada apa-apanya di sini," seru Romi.
"Maksudmu?""Ini bukan peta, ini kertas kosong!"
Mereka berlima melongok ke kertas yang dipegang Romi. Romi benar, kertas itu hanya kertas kosong tanpa tulisan atau gambar apapun di atasnya.
Adel mencoba membuka tasnya lagi dan mencari-cari peta kertasnya.
"Udah gak ada apa-apa. Sueerr tadi aku dah masukkin petanya ke tas," ujarnya hampir menangis.
"Kompas, ada yang bawa kompas? Atau GPS?" tanya Yudha.
"Gak ada, tadi kelompok kita gak kebagian. GPS-nya cuman ada beberapa tadi."
Mereka memandang ke sekeliling mereka. Hutan yang mereka masuki lebat dan terasa gelap. Arah keluar ke jalan yang tadi mereka lewati sudah tidak tampak.
"Kita ini ada di mana sih?" ujar Yunan.
Yusuf sudah berhenti berjalan. Ketika dia membalikkan badan dan wajahnya menghadap ke arah rombongan peserta PU Getas itu, mereka melihat tatapan matanya yang kosong seakan tanpa jiwa.

KAMU SEDANG MEMBACA
Indigo Dua Wajah
HorrorSetiap mahasiswa Fakultas Kehutanan semester 5 harus mengikuti praktek lapangan di hutan jati di Ngawi selama 20 hari. Selama praktek tersebut, mereka akan tinggal di kampus Getas yang terletak di tengah hutan jati. Sudah turun-temurun, kampus Getas...