Bagian 5

15 10 0
                                    

Hilda tersenyum senang memperhatikan kuncup-kuncup kembang kantil yang dipetiknya di tangannya, "Eh, lihat nih, kembang," ucapannya terhenti ketika didapatinya dua orang temannya sudah tidak ada lagi. "Yaahh, aku ditinggal," ujarnya kecut.

Ayu mengambil beberapa kuncup kembang kantil dari tangan Hilda dan mengunyahnya pelan-pelan.

"Kamu, Yu," ujar Hilda lega melihat sahabatnya sudah ada di sampingnya.

"Yuk, balik ke kampus," ajak Ayu.

Mereka berjalan kembali ke kampus Getas.

"Kayaknya Vanya sama Adel ngerjain aku deh, sengaja ninggalin aku sendirian," keluh Hilda.

"Iya, mereka sengaja," jawab Ayu pendek.

Ketika sampai di kamarnya lagi, Hilda melihat Vanya dan Adel cekikikan dari atas tempat tidur mereka, seperti puas sudah berhasil mengerjainya. Mereka tidak minta maaf. Hilda tersenyum kecut. Dia bertekad tidak akan lagi mempercayai kedua gadis itu.

---

Segerombolan cowok-cowok di kamar nomor 5 sedang duduk-duduk diteras; Yuda, Anto, Romi dan Yunan, minus Arif dan Rizal tentunya. Malam pertama mereka di kampus Getas hanya diisi acara pembukaan oleh Wakil Dekan Bidang Akademik yang datang berombongan dengan mobil. Setelah dibuka secara resmi oleh beliau, para co-assisten memberikan briefing materi untuk acara hari pertama esok hari.

Mereka nongkrong di teras kamar mereka karena hari masih terasa sore, baru jam 10 malam. Beberapa kamar yang lain, terutama yang dihuni cowok-cowok juga masih ramai. Mereka nongkrong-nongkrong juga di teras. Kamar-kamar anak-anak cewek terlihat sepi, mungkin mereka tidur sore karena takut kesiangan besok.

"Kamu bilang bawa bonekanya? Mana?" tanya Anto pada Yunan.

Yang dimaksudkan Anto adalah boneka untuk ritual memanggil jaelangkung.

"Eh, beneran jadi, nih?" sahut Yuda.

"Iyalah, kamu takut?"

"Weeekk, gaklah,"

"Okeey, aku ambil deh bonekanya."

Yunan masuk ke dalam kamar dan mengambil boneka dari dalam tasnya, kemudian keluar lagi dan meletakkan boneka yang diambilnya itu di meja tempat mereka bermain kartu asal-asalan, tidak terlalu bersemangat.

Ketiga temannya tertawa melihat boneka Teddy bear kuning kecil yang sudah kusam warnanya itu.

Romi mencolek-colek pipi si Teddy bear, "Emang, kayak ginian bisa dipake buat manggil?"

"Eh, bentar-bentar," ujar Yuda, "Jangan-jangan ini si Teddy bear temen tidurnya si Yunan ya?"

Diambilnya boneka itu dari atas meja dan diendus-endusnya dengan hidungnya, "Tuuh, bau ilernya sama kayak dia," yang lain tertawa lebih keras menanggapinya.

Yunan bersungut-sungut, "Bukan yaa, ini punya adek aku. Katamu yang penting boneka, khan?"

"Oke-oke," Anto menenangkan teman-temannya yang belum bisa berhenti tertawa, "Aku dah nyiapin kembang," Anto mengeluarkan sesuatu dari kantong jaketnya, sebuah plastik kecil berisi bermacam bunga, kembang tujuh rupa.

"Wooii, serius niihh," seru Romi bersemangat.

"Asyik ya, main kartunya," Yusuf co-assisten PU tiba-tiba muncul di teras mereka.

Anto segera menyimpan kembali kembang tujuh rupanya ke kantong jaketnya.

Yusuf ikut duduk nimbrung di kursi teras itu, "Waahh, boneka siapa nih, lucu banget," ujarnya melihat boneka Teddy bear di atas meja, "Aku ikutan dong, main kartunya," ujarnya.

Terpaksalah ke-empat cowok itu mengocok ulang kartu-kartu remi itu karena Yusuf ikut bermain. Hingga pukul 23.45 permainan mereka lumayan seru juga. Rencana memanggil jaelangkung malam itu terpaksa ditunda.

Yunan mulai menguap, "Wah, bubar yuuk, dah ngantuk nih."

Teman-temannya yang lain mengikuti. Akhirnya satu persatu rombongan cowok pemain kartu itu pamit masuk kamar dan tinggal tersisa Yusuf sendiri di teras kamar nomor 5 itu. Anto tanpa sengaja menjatuhkan bungkusan plastiknya yang berisi kembang dan selembar kertas yang dilipat-lipat dari kantong jaketnya. Yusuf memungutnya.

"Eh, To, bungkusanmu jatuh," ujar Yusuf.

Yang dipanggil mungkin sudah tidak kuat membuka mata dan lanjut masuk ke kamar, meninggalkan Yusuf sendirian. Yusuf memungut bungkusan plastik berisi kembang itu dan diletakkannya di meja. Kemudian, lipatan kertas milik Anto yang juga ikut jatuh dibukanya, dibacanya tulisan di atas kertas itu pelan-pelan:

Hong ilaheng,

Heh jagad alusan roh gentayangan,

Jaelangkung jaelengsat,

Ning kene ana pesta, sira angslupa,

Yen sira teka wenehana tandha,

Hayo enggala teka,

Hayo ndang angslupa


"Walah, tulisan apa sih," gumam Yusuf pada dirinya sendiri.

Dilipatnya kembali kertas itu dan diletakkannya di meja dekat bungkusan plastik berisi kembang. Kampus sudah sepi, anak-anak yang tadi nongkrong di teras-teras kamar tampaknya sudah masuk ke kamar masing-masing untuk tidur.

"Ya sudah, ikut tidur jugalah," co-assisten itu bicara pada dirinya sendiri dan berjalan kembali ke kamarnya untuk tidur.

Tepat saat Yusuf masuk ke dalam kamarnya, boneka Teddy bear berwarna kuning kumal di atas meja kamar nomor 5, berdiri dengan dua kakinya dan memutar pandangan matanya ke arah salah satu kamar di kompleks kampus itu.

Indigo Dua WajahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang