Senyuman Vanya membeku dalam keabadian. Di antara puluhan foto gadis itu yang disimpannya di smartphonenya, foto yang ada di tangannya itu yang paling disukainya, sampai-sampai dia cetak satu foto itu untuk disimpan di dalam dompetnya.
Dalam foto itu Vanya tersenyum untuknya seorang. Senyumannya sempurna. Rambut panjangnya berkibar tertiup angin pantai. Dia sendiri yang mengambil foto itu dulu, juga puluhan foto-foto Vanya yang lain. Dulu, dulu ketika mereka masih sangat karib.
Gadis itu sekarang terasa begitu jauh. Mungkin dia sendiri yang pergi menjauh karena tidak tahan. Gadis itu memang cantik, kembang kampus, tapi sombongnya bukan main. Semester yang lalu dia ditolak mentah-mentah saat menyatakan perasaan cintanya pada gadis itu. Padahal mereka dulu sangat akrab, sampai dia selalu merasa kalau Vanya juga punya perasaan khusus padanya.
Mungkin begitulah cara serigala betina menjerat mangsanya. Mereka bermanis-manis dan bermanja-manja karena ingin memanfaatkan cowok-cowok seperti dirinya.
Semasa karib dulu dia selalu mengikuti apapun kemauan Vanya; mengantar gadis itu ke mana-mana, menraktirnya dan meminjaminya laporan-laporan untuk dicontek. Baru terasa setelah gadis itu menolaknya, bahwa selama ini dia hanya dimanfaatkan saja karena dia terlalu baik hati. Bukan, bukan karena baik hati, lebih tepatnya karena dia bodoh dan tolol.
Dielusnya wajah dalam foto itu seakan dia benar-benar membelai pipinya yang halus dan rambutnya yang lembut dan legam. Bahkan setelah ditolak mentah-mentahpun dia tetap tidak sanggup membuang foto-foto gadis itu. Dengan memandangi foto-foto itu dia merasa selalu dekat dengannya. Mungkin suatu saat nanti Vanya akan berubah. Mungkin suatu hari nanti gadis itu akan menyadari bahwa tidak ada orang lain yang memiliki perasaan sedalam perasaannya padanya.
Waktu makan malam sudah tiba. Disimpannya kembali foto di tangannya ke dalam dompetnya. Dalam dompet itu pula dua helai buluh perindu yang saling bertautan disimpannya. Satu helai untuknya, satu helai untuk Vanya.
Buluh perindu adalah perlambang bagi sepasang kekasih yang selalu saling bertaut, selalu saling mencari dan selalu saling membutuhkan. Seorang sahabat yang datang dari jauh telah memberikan padanya helaian buluh perindu itu sebelum dia berangkat ke Getas. Sahabat yang prihatin karena melihatnya merana karena patah hati.
Bersama dengan helaian buluh perindu itu ada selembar kertas berisi mantra yang baru sekilas dibacanya tengah malam kemarin:
Bismillahirohmanirrahim,
Niat ingsun amatek ajiku jala asmara,
Kemauan sakdedeg,
Kemauan sakkarep,
Njala asmara sita,
Yen lungguh menyata,
Yen mlaku mandega,
Lung raos asmara ingsun,
Tampanana si jabang bayiku,
Vanya binti Ariati Suwarno.
Kemarin malam, dia melihat gadis itu keluar dari kamarnya. Dia sendiri saat itu keluar dari kamar karena ingin buang air kecil, sementara kamar mandi di dalam kamar sedang dipakai temannya yang lain. Jadilah dia memilih keluar dari kamar untuk memenuhi hajatnya yang tak tertahankan.
Karena sudah tidak tahan itulah, dibiarkannya saja Vanya yang berjalan keluar dari kamarnya dengan mata terpejam, sepertinya gadis itu ngelindur.
Dan kemudian teman-temannya ribut Vanya hilang, meski akhirnya berhasil ditemukan terjebak di atas pohon di tengah hutan. Sebenarnya dia mendengar saat Sisy ribut soal hilangnya Vanya saat dalam perjalanan dari petak kembali ke kampus. Dia hanya pura-pura tidak mendengar. Waktu itu dia sedang tidak ingin mendengar apapun tentang Vanya.
Saat dia tahu kalau Vanya menghilang, sebagian ego dalam dirinya bersorak. Mungkin saat ngelindur sambil berjalan itu Vanya tersesat masuk hutan.
Mungkin juga Vanya ditemukan gerombolan pemuda mabuk yang baru selesai menonton tayub.
Bukan rahasia lagi jika di tengah kehidupan hutan yang tampak jauh dari peradaban itu ada sebagian masyarakat yang menyukai keglamoran dalam tarian-tarian tayub yang diringi musik rancak semalam suntuk.
Bukan rahasia lagi jika suara musik iringan tayub itu sudah terdengar sayup-sayup sampai ke kampus, itu pertanda ada gelondongan-gelondongan kayu jati yang habis dicuri.
Atau mungkin juga danyang-danyang penunggu kampus Getas itu bekerja dengan baik membantunya memenuhi rapalan mantra yang baru sekilas dibacanya kemarin malam itu.
Pemuda itu bergidik sendiri membayangkan semua kemungkinan-kemungkinan itu. Jauh di dalam hatinya dia tidak ingin Vanya terluka. Dia hanya ingin ada sedikit pelajaran saja untuk gadis itu agar dia mengurangi kesombongannya.
Fandy membaringkan tubuhnya diatas tempat tidurnya di kamar nomor 4, selera makannya belum terbit meskipun di luar kamarnya, para mahasiswa peserta PU Getas yang lain sudah sibuk dengan makan malam mereka. Selesai waktu makan, kelas malam akan segera dimulai di aula.
Pemuda itu menimbang-nimbang apakah dia akan menengok Vanya di puskesmas setelah kelas malam itu atau tidak.

KAMU SEDANG MEMBACA
Indigo Dua Wajah
HororSetiap mahasiswa Fakultas Kehutanan semester 5 harus mengikuti praktek lapangan di hutan jati di Ngawi selama 20 hari. Selama praktek tersebut, mereka akan tinggal di kampus Getas yang terletak di tengah hutan jati. Sudah turun-temurun, kampus Getas...