Pak Mantri datang tergopoh-gopoh ke kampus malam itu juga dan berbicara dengan Prof Wildan. Kelas malam dioper pada asisten Prof Wildan yang masih belajar menguasai kelas. Kegrogian asisten dosen muda Prof Wildan yang bernama Irwan di depan kelas membuat para mahasiswa sibuk berbicara sendiri. Mereka bergosip tentang peristiwa-peristiwa yang baru terjadi di seputar mereka.
Malam ini Pak Mantri akan mengerahkan beberapa anak buahnya untuk membantu pencarian mahasiswa-mahasiswa yang hilang di hutan. Pencarian akan dimulai dari petak 50 sesuai dengan undian yang diperoleh anak-anak yang hilang itu. Apabila malam ini mereka tidak dapat ditemukan, maka besok pagi Prof Wildan akan melapor ke polisi.
Rizal ingin sekali ikut mencari teman-temannya yang hilang itu. Tapi para mahasiswa tidak diperkenankan ikut membantu pencarian. Prof Wildan dan para asisten khawatir akan lebih banyak lagi mahasiswa yang hilang apabila mereka diijinkan ikut membantu pencarian.
Arif menemani Rizal duduk-duduk di teras di depan kamar nomor 5 sehabis kelas malam. Sekarang, sedikit banyak dia tahu kalau kakak tingkatnya seorang indigo.
"Mas Rizal, gak bisa nerawang lagi kayak pas nyari Vanya tadi?" tanyanya.
Rizal menggeleng, "Gak tahu, yang ini susah banget diterawang, gelap."
Menerawang itu seperti mengintip ke balik tirai, tapi tidak selalu mudah. Kadang bayangan-bayangan sesuatu datang sendiri tanpa Rizal inginkan, kadang juga dia perlu berkonsentrasi lebih keras agar dapat menerawang sesuatu.
Untuk kejadian ini Rizal sudah berusaha keras berkonsentrasi tapi belum berhasil melihat apapun. Sepertinya, tirai yang sedang dia coba buka berlapis-lapis. Hanya gelap yang dia dapatkan setiap kali membuka satu lapisan tirai.
Dulu, Rizal benci sekali menjadi anak indigo. Setiap kali dia melihat penampakan dan menceritakannya pada orang-orang di sekitarnya, mereka akan mengejeknya dan menganggapnya aneh. Setelah agak besar baru Rizal tahu kalau tidak semua orang bisa melihat apa yang dia lihat.
Hanya Said yang tidak pernah mengejeknya. Rizal pertama kali bertemu pria berusia pertengahan tiga puluhan itu saat umurnya sendiri baru 15 tahun, itu yang Rizal ingat. Sebagai remaja, Rizal mengalami banyak kegalauan karena kelebihannya sebagai indigo.
"Mas Said bisa melihat apa yang aku lihat?" tanyanya pada pertemuan pertama mereka dulu.
Kakeklah yang sudah mengenalkan Said padanya, agar Rizal tidak berlarut-larut dengan kegalauannya.
"Sebenarnya, ada banyak orang sepertimu, yang bisa melihat apa yang orang-orang lain tidak bisa lihat. Tapi, penampakan yang bisa dilihat oleh setiap orang belum tentu sama. Seperti buta warna, ada buta warna total dan ada buta warna sebagian. Apa yang kulihat sebagai pocong misalnya, belum tentu kamu akan melihatnya sebagai bentuk yang sama. Ada pula orang-orang yang tidak bisa melihat penampakan, tapi bisa merasakan keberadaannya. Suatu saat nanti kamu akan bertemu lebih banyak orang yang bisa kau ajak bicara," jawab Said.
"Apakah penampakan-penampakan itu hantu, Mas?"
"Aku lebih suka menyebutnya entitas."
"Maksudnya?"
"Apakah dalam ajaran agama Islam, diajarkan bahwa orang yang sudah mati bisa menjadi hantu?"
Rizal menggeleng, meski dalam sinetron-sinetron yang sering ditonton ibunya, seringkali ada cerita-cerita mengenai orang yang mati penasaran kemudian membalas dendam sebagai hantu. Jika orang mati bisa bangun dari kematiannya tentunya mereka akan lebih memilih bertobat dari dosa-dosanya ketimbang membalas dendam atau mengganggu orang yang masih hidup karena di alam kubur mereka mengkhawatirkan siksa kubur.
"Hantu itu tidak ada. Tapi di dalam Quran dijelaskan bahwa ada makhluk lain di bumi yang juga diwajibkan untuk menyembah Tuhan yang sama dengan Tuhannya manusia," jelasnya.
"Jin?"
"Ya, jin. Bukankah banyak kalimat dalam Quran yang ditujukan tidak hanya untuk manusia, tapi juga untuk jin, seperti kewajiban menyembah-Nya. Apakah jin bisa mengganggu manusia? Tentu bisa. Sama seperti manusia, ada yang baik dan ada yang jahat. Begitu juga jin, ada yang baik dan ada juga yang jahat. Manusia yang jahat, dia adalah setan. Dan jin yang jahat dia juga adalah setan. Setan bukan melulu hal mistis karena manusia juga bisa menjadi setan ketika dia jahat."
"Lantas penampakan-penampakan itu?"
"Adakalanya penampakan itu adalah jin."
"Mengapa penampakan-penampakan itu bisa berwujud seperti hantu? Seperti kuntilanak, genderuwo, tuyul?"
"Memang jin bisa menyerupai makhluk-makhluk semacam itu, namun itu juga bisa entitas lain, misalnya energi."
"Energi?"
"Ya, adakalanya hantu-hantu, atau apa-apa yang nampak seperti hantu itu adalah jin. Tapi bisa juga dia hanyalah energi, refleksi terdalam dari ketakutan-ketakutan manusia. Kuntilanak bisa jadi adalah refleksi dari nafsu manusia terhadap lawan jenis. Genderuwo adalah refleksi dari nafsu serakah. Tuyul adalah refleksi dari nafsu terhadap harta benda. Pocong adalah refleksi ketakutan manusia terhadap kematian itu sendiri."
"Mengapa kadang penampakan ada yang menyerupai orang yang sudah meninggal?"
"Bisa jadi itu adalah jin qarin. Ketika manusia dilahirkan, ada qarin yang ikut dilahirkan bersamanya. Umur manusia terhitung pendek, namun qarin bisa hidup selama ratusan tahun. Karena itu, ketika seseorang sudah meninggal bisa jadi qarinnya menirukan orang itu untuk mengganggu manusia."
"Jadi jin bisa mengganggu manusia?"
"Ya, bisa. Karena itu tadi aku bilang bahwa jin yang jahat adalah setan. Merekalah yang suka mengganggu manusia. Adakalanya jin-jin mengganggu manusia karena memang disuruh oleh manusia sendiri, misalnya santet, pelet, pengasihan, pesugihan dan sejenisnya. Disitu jin menganggu manusia karena ada dukun yang bekerjasama dengan jin-jin jahat itu. Tapi ingat, kita tidak diijinkan untuk bekerjasama dengan jin, sekalipun dengan kedok 'untuk kebaikan'. Karena jin kebanyakan sifatnya adalah ingkar."
"Bekerjasama dengan jin dengan kedok 'untuk kebaikan' bagaimana, Mas?"
"Kamu tahu, mantra-mantra yang digunakan orang dalam pelet, santet, seringkali mereka berkedok sebagai doa, berkedok sebagai sesuatu yang baik. Mantra-mantra itu bisa diberi awalan bismillah, dengan menyebut nama Allah. Tetapi, ketika tujuannya adalah sesuatu yang jahat, seperti memelet, menggendam atau menyantet orang maka itu tetaplah bukan doa."
"Jika itu bukan doa, mengapa pelet atau santet bisa berhasil menyasar korbannya, Mas?"
"Setan atau iblis, mereka memang selalu ingin menyesatkan manusia. Maka ketika manusia berbuat kesesatan, iblis akan senang sekali. Itulah salah satu contoh kesesatan itu sendiri, menggunakan nama Allah tapi untuk tujuan-tujuan jahat. Kamu tahu, ada dukun-dukun yang menuliskan mantra-mantranya dengan bismillah, tapi ditulis di atas kain kafan bekas, atau ditulis dengan darah. Bukankah itu sesuatu yang tidak layak digunakan untuk menuliskan ayat-ayat suci? Orang-orang yang menggunakan mantra-mantra dengan ayat suci itu, merasa sedang berbuat baik. Maka dengan kesesatan-kesesatan itu, iblis membantunya supaya tujuannya cepat tercapai."
Rizal hanya mengangguk-angguk mengiyakan saja. Otak 15 tahunnya waktu itu belum bisa sepenuhnya memahami apa yang dikatakan oleh Said. Sesudah pertemuan pertama itupun, banyak sekali dialog-dialog dengan Said yang belum dapat dia pahami artinya. Butuh waktu bertahun-tahun bagi Rizal untuk memahaminya, bahkan hingga saat ini dia masih terus belajar untuk memahaminya.
"Apa yang harus kita lakukan, Mas?" tanya Arif saat melihat pandangan mata Rizal mengawang jauh ke masa lalunya.
"Aku tidak tau, Rif," jawab Rizal lirih.
Baru kali ini dirasakannya, pengalamannya selama ini tidak berarti apa-apa.

KAMU SEDANG MEMBACA
Indigo Dua Wajah
HorrorSetiap mahasiswa Fakultas Kehutanan semester 5 harus mengikuti praktek lapangan di hutan jati di Ngawi selama 20 hari. Selama praktek tersebut, mereka akan tinggal di kampus Getas yang terletak di tengah hutan jati. Sudah turun-temurun, kampus Getas...