Para mahasiswa peserta PU Getas heboh ketika mendengar berita bahwa Vanya akhirnya ditemukan, terutama mereka yang dari awal tidak tahu kalau Vanya menghilang.
Hilda, Ayu dan Sisy sedang menonton pertandingan bola antara beberapa mahasiswa cowok peserta PU melawan pemuda kampung ketika mereka melihat Arif dan Rizal turun dari mobil rombongan Pak Wildan. Mereka menonton dari balik pagar yang memisahkan antara lapangan kampung dan halaman kampus sambil duduk di bawah pohon trembesi besar di halaman kampus itu.
Arif melihat Sisy melambaikan tangannya ke arahnya, karena itu dia menghampiri kedua gadis itu sebelum kembali ke kamarnya. Rizal cuek saja, dia ingin segera mandi. Pekerjaan membuka mata batin dan membantu evakuasi Vanya cukup menguras energi dan melelahkannya. Mungkin, mandi air dingin bisa membuatnya segar dan fresh kembali.
"Gimana Vanya?" tanya Sisy.
Mereka sudah tahu kalau Vanya sudah ditemukan karena Arif sudah melapor ke kampus waktu petugas jagawana mengevakuasi Vanya.
Arif mengangkat bahu, tidak yakin akan menjawab apa, "Mungkin baik-baik aja. Dia shock, dehidrasi karena tidak minum apapun dari tadi malam sampai sore ini. Dia ketakutan juga kayaknya."
"Gimana sih ceritanya Vanya bisa ada di atas pohon kayak gitu?" berondong Sisy penasaran.
"Belum tega mau nanya, ntar nunggu dia baikan," jawab Arif.
Pemuda itu menghela napas panjang, kemudian ikut diam dan duduk di bawah pohon besar itu mengamati pertandingan bola yang sedang dimainkan.
Hilda lebih banyak diam dan mendengarkan saja. Gadis itu memperhatikan ekspresi Arif yang penuh kecemasan saat bicara soal Vanya, dan timbul perasaan sedikit cemburu dalam hatinya. Ayu diam dan memperhatikan ekspresi tidak enak di wajah Hilda dan merasa perlu melakukan sesuatu untuk sahabatnya itu.
"Eh, ngomong-ngomong soal Vanya hilang, aku kok ngerasa belum lihat Adel ya seharian ini?" ujar Sisy.
Hilda dan Arif menatapnya acuh tak acuh, "Bukannya tadi pagi kita masih bantuin dia nyariin Vanya muter-muter kompleks kampus? Masa gak lihat," jawab Hilda.
"Bukan, maksud aku, aku belum lihat dia pulang dari petak. Masa sampai sesore ini? Emang, petaknya sejauh apa?"
Hilda mengangkat bahu. Arif masih mencoba mencerna kalimat Sisy. Masa, setelah Vanya ditemukan, sekarang ada yang lain lagi yang menghilang?
------
Rizal memasuki kamar nomor 5 dengan terburu-buru, ingin langsung mandi dan menyegarkan badannya. Semoga saja kamar mandinya tidak antri, pikirnya.
Sedikit aneh rasanya ketika didapatinya kamar nomor 5 ternyata kosong, tidak ada siapapun. Rizal berhenti di belakang pintu masuk, disapukannya pandangan matanya ke sekeliling ruangan. Kemudian diingatnya bahwa letak semua barang-barang masih sama di posisinya seperti tadi pagi sebelum mereka berangkat ke petak. Ya, semuanya sama persis. Artinya bahwa belum ada seorangpun penghuni kamar nomor 5 yang masuk lagi ke ruangan itu sejak pagi tadi.
Arif jelas masih ada di luar, Rizal tadi melihatnya menghampiri gadis-gadis itu ketika turun dari mobil Pak Wildan. Tapi bagaimana dengan Yudha, Yunan, Romi dan Anto? Rizal mencurigai sesuatu. Seandainya mereka sudah masuk ke kamar ini sehabis dari petak, tentu posisi barang-barang mereka akan berubah. Rizal memejamkan matanya dan mencoba mencari tahu, dengan mata batinnya.
Sepertinya tidak ada tanda-tanda bahwa keempat cowok teman sekamarnya berada di seputaran kampus Getas. Rizal mencoba menerawang lebih jauh, tapi pandangannya gelap. Rizal tidak bisa menembus apapun di luar lingkungan kampus itu.
Mungkin dia masih kecapekan sehingga tidak punya energi untuk menerawang lebih jauh, pikirnya. Dibuangnya bermacam-macam pikiran buruk yang bermunculan di kepalanya dan Rizal memilih masuk ke kamar mandi untuk menyegarkan badannya.
---
Pertandingan bola itu bubar ketika adzan magrib berkumandang. Pemain dan penonton kembali ke kamar masing-masing. Sisy menghitung lagi jumlah penghuni kamarnya, mestinya hanya berkurang satu orang, Vanya yang sekarang ada di Puskesmas. Tapi perhitungan Sisy tidak keliru, Adel belum kelihatan di kamar.
"Ada yang lihat Adel, gak?"
Beberapa gadis penghuni kamar itu menatapnya aneh, "Apa?" Rachma bertanya balik.
Gadis itu sedang sibuk mengeringkan rambutnya dengan hairdryer sehingga suasana di kamar itu sedikit berisik.
"Kenapa, kenapa?" tanyanya lagi.
"Ada yang lihat Adel, gak?" tanya Sisy lagi sedikit mengeraskan volume suaranya.
Linda merapat, "Matiin dulu hairdryer-mu," ujarnya pada Rachma.
Gadis itu menurut dan mematikan hairdyernya.
"Kamu mau bilang apa tadi?" tanya Linda.
"Kalian ada lihat Adel gak? Aku kok belum lihat dia pulang dari petak yach. Terakhir tadi pagi waktu kita cari Vanya bareng-bareng di seputaran kampus. Iya khan, Hil?"
Hilda mengangguk membenarkan kalimat Sisy.
Linda dan Rachma saling pandang.
"Eh, iya, baru nyadar aku. Aku belum lihat Adel dari tadi," ujar Linda.
"Aku juga," sahut Rachma.
"Apa mungkin dia juga hilang?"
"Waduh, baru dua hari disini kok pada menghilang, sih."
"Coba ditelpon dulu ke HP-nya."
Salah seorang memencet nomor HP Adel, "Gak aktif, diluar jangkauan."
"Trus mesti gimana dong kita?"
"Kita laporin ke co ass?"
"Yach, lapor co ass paling juga gitu-gitu aja kayak waktu kita laporan soal Vanya tadi pagi. Padahal Vanya beneran hilang khan?"
"Atau mungkin kita tanyakan dulu ke anggota kelompoknya yang lain? Adel tuh kelompoknya siapa yaa?"
"Coba dicek di daftar kelompok yang kemarin dikasih co ass."
"Hmmm...hmm... Anggota kelompoknya Adel ada Vanya, Romi, Yudha, Yunan sama Anto."
"Habis magrib, sekalian makan kita tanyakan dulu ke cowok-cowok itu."
"Kalau gak salah, mereka ada di kamar nomer 5, sekamar sama Arif."
"Okee,"
Ayu mengamati saja gadis-gadis di kamar itu ramai berembug, termasuk Hilda, kemudian gadis itu tersenyum simpul dari atas tempat tidurnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Indigo Dua Wajah
TerrorSetiap mahasiswa Fakultas Kehutanan semester 5 harus mengikuti praktek lapangan di hutan jati di Ngawi selama 20 hari. Selama praktek tersebut, mereka akan tinggal di kampus Getas yang terletak di tengah hutan jati. Sudah turun-temurun, kampus Getas...