Bagian 15

10 6 0
                                    

Makhluk yang berdiri di hadapannya berubah dari makhluk berwajah cantik dengan rambut panjang bergelombang menjadi makhluk paling mengerikan yang pernah Vanya lihat. Wajah makhluk itu semakin pucat yang membuatnya nampak seperti mayat hidup. Kuku-kuku tangannya memanjang dan menghitam. Kupingnya berubah menjadi lancip. Tapi yang paling mengerikan di antara semuanya bagi Vanya adalah tatapan mata dan senyumnya yang terasa sangat jahat.

Dengan sekali ayunan tangannya, tubuh Vanya terangkat dari tempat tidurnya, melayang-layang di udara dan dilemparkan ke arah dinding sebelum akhirnya terbanting jatuh ke lantai.

Vanya bertanya-tanya dalam hati kalau seandainya pada akhirnya dia akan mati, mengapa dia tidak mati dari kemarin saja. Mengapa dia harus dibiarkan merasakan ketakutan yang berkepanjangan. Mungkinkah makhluk itu ingin bermain-main dulu dengannya?

Vanya berteriak sekeras-kerasnya meskipun tidak ada suara yang keluar dari mulutnya. Selain ketakutan, tubuhnya terasa sakit luar biasa. Mungkin ada beberapa bagian tulangnya yang patah. Vanya terbaring di lantai, tidak bisa bergerak. Air mata mulai mengalir dari sudut matanya. Dengan semua keributan dalam kamar itu, tidak ada seorangpun di Puskemas itu yang terbangun atau datang untuk menolongnya. Tidak juga Nita, yang tetap tertidur pulas di atas kursi sofa di samping tempat tidurnya.

Di tengah tangisannya yang tanpa suara itu, makhluk itu muncul lagi dengan senyum jahatnya dari kolong tempat tidurnya tepat di depan hidungnya.

-------

Adel dan teman-temannya berjalan terus mencari jalan keluar. Rasanya mereka sudah berjalan jauh sekali, tapi setiap kali mereka merasa sudah berjalan jauh, ternyata akhirnya selalu saja kembali ke tempat semula, tempat Yusuf pertama kali berhenti berjalan sejak dari kampus tadi pagi.

Mereka juga harus menyeret Yusuf ikut berjalan bersama mereka. Yudha yang kebagian tugas menyeret Yusuf karena yang lain tidak ada yang mau melakukannya. Awalnya Adel takut padanya. Tapi saat ini Yusuf tak ubahnya seperti patung saja. Tatapan matanya kosong. Pikirannya seperti kosong juga. Laki-laki itu tetap tidak bicara sepatah katapun.

"Aku capek," ujar Adel, "Lapar, juga haus."

Bekal roti dan minuman botolnya sudah habis dari tadi, begitu juga anak-anak yang lain.

"Sepertinya kita keselong," ujar Yudha.

"Keselong? Apa itu?" tanya Adel.

"Kita masuk ke dunia lain, karena itu dari tadi kita hanya berputar-putar disini. Kita ini tidak sedang berada di dunia kita yang sebenarnya. Mungkin ada kekuatan yang sudah membawa kita kesini, atau kekuatan itu menutupi jalan pulang kita," jelas Yudha.

Adel bergidik ngeri, rasanya dia ingin menangis.

"Semua ini gara-gara kamu, To!" teriak Romi tiba-tiba.

Kemarahan memancar jelas di wajahnya pada Anto.

"Maksud kamu?" balas Anto sengit.

Anto tidak terima juga tiba-tiba disalahkan.

"Kamu khan yang kepingin manggil jaelangkung?!" seru Romi lagi.

"Gila kamu, nyalah-nyalahin aku. Lupa kamu kalau kita belum jadi manggil jaelangkungnya?!"

"Tetep aja!! Makhluk-makhluk itu tahu kita mau main-main dan sekarang mereka ngerjain kita!!" teriak Romi frustasi.

Adel menangis dan menempel pada Yunan, cowok itu memelukya untuk menenangkannya.

"Teman-teman!" ujar Yudha, "Gak ada gunanya kita ribut. Yang perlu kita lakukan sekarang adalah mencari tahu bagaimana kita bisa keluar dari dunia lain ini."

"Ya itu aku juga tahu!! Tapi, gimana caranya?!!!" teriak Romi masih dengan kemarahannya.

Romi menendang batu-batu kerikil di dekat kakinya.

Masih dengan tatapan matanya yang kosong, Yusuf tiba-tiba bersuara, seperti menyanyi lirih. 


Hong...ilaheng

Heh jagad alusan roh gentayangan

 Jaelangkung jaelengsat

 Ning kene ana pesta

Sira angslupa

Yen sira teka wenehana tandha

Hayo enggala teka

Hayo ndang angslupa


Rombongan anak-anak itu memandang co asisten mereka heran. Anto terbelalak memandang Yusuf, "Itu, itu..., mantra pemanggil jaelangkung. Gimana dia bisa tahu?!!" serunya.

"What??!!" seru yang lain.

Tiba-tiba ada bayangan-bayangan berkelebat dari balik pepohonan di sekitar mereka. Bayangan-bayangan itu berlari-lari memutari mereka dengan tawa cekikikan yang khas.

"Hihihihihiiiiii...."

Bayangan-bayangan itu makin mendekati mereka, seperti hendak mengepung. Penampakannya semakin jelas. Setidaknya ada beberapa macam makhluk yang nampak itu. Anak-anak itu berdiri merapat satu sama lain.

"AAahhhh!!" Adel menjerit ketakutan.

Tangis gadis itu makin menjadi. Yunan hanya bisa mengelus-elus bahunya untuk menenangkannya. Dia sendiri sebenarnya juga ketakutan.

"Teman-teman, sepertinya kita terjebak," ujar Yudha lirih.

Indigo Dua WajahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang