Hampir setengah jam Mark berada di dalam toilet khusus pria, berdiri disana hanya untuk menunggu isi perutnya keluar.
Mark merasa sekujur tubuhnya panas, tetapi kulit tangan nya dingin seperti orang mati. Mark juga merasakan sesuatu yang aneh pada perutnya.
Atau jangan-jangan inilah yang disebut butterfly effect? Mark tidak pernah menyangka jika Renjun sangat berpengaruh pada kesehatan mental nya, bercanda. Mungkin Mark lah yang lemah, Renjun berhasil membuat tunas cinta nya tumbuh begitu cepat.
Ah, itu berlebihan. Sejujurnya Mark baru pertama kali nya mencintai orang dan tanpa berpikir panjang langsung mengklaim orang itu sebagai miliknya.
"MARK? UDAH BELOM??"
Itu suara teriakkan Renjun dari luar. Rasanya Mark tidak ingin keluar, bisa-bisa nanti dia muntah di depan Renjun.
Tetapi dia harus keluar bagaimanapun keadaan nya, nanti dirinya di sangka pingsan kan memalukan.
"Lama banget? Ngapain? Mandi?"
"Iya, aku mandi buat hilangin kuman yang menempel." ucap Mark asal yang mengundang tawa dari Renjun.
"Lucu banget, Mark. Cita-cita kamu pasti jadi pelawak ya?"
"Jadi suamimu--EH ASTAGA, NGGAK. Lupain."
Renjun terkekeh, "Kita ke kantin yuk? Aku tau kamu abis muntah, kita cari makan." Renjun menggenggam tangan Mark lalu membawa nya menuju kantin.
Tidak bohong, Mark makan dengan lahap karena merasa perutnya kosong walau tadi dia sama sekali tidak muntah. Dia hanya merasa energi nya terkuras begitu saja.
Renjun hanya memandang Mark dari samping dengan dagu yang dia tumpu di tangan. Sesekali tersenyum melihat Mark yang tampak kelaparan seperti satu minggu tidak menemukan makanan.
Mark yang merasa diperhatikan itu melirik sekilas ke arah Renjun, "Uhuk!" lalu tersedak ketika pandangan mereka bertemu.
Renjun dengan segera mendekatkan air minum pada Mark dan pria itu dengan cepat meneguknya sesekali menepuk-nepuk dada nya.
"Pelan-pelan makannya." kata Renjun.
"Udah biasa aja, tapi kamu liatin aku, kan jadi salting."
Renjun tertawa sampai mata nya hilang. Dia mengambil alih sendok Mark, menyendok makanan dan mengarahkan nya ke mulut Mark.
"Nih, aaa~"
Kali ini Mark benar-benar ingin pergi agar dia terhindar dari serangan jantung yang mendadak ini. Lama-lama Mark akan mati sungguhan.
Mark pun membuka mulut dan memakan makanan yang disuapkan oleh Renjun.
"Markeu." panggil Renjun.
"Mark- Markeu?"
"Gak apa-apa kan aku panggil gitu?"
Mark tersenyum lalu mengangguk, "Iya gak apa-apa."
"Markeu, makasih ya." ucap Renjun seraya tersenyum lebar.
"Makasih.. buat apa?"
"Walau kita baru dua hari ngejalanin hubungan ini, aku nyaman banget sama kamu. Kamu baik, Mark. Makasih, sebelumnya aku gak pernah ngerasa sebahagia ini." Renjun menunduk, menatap jari-jari tangan nya yang beradu.
Mark mendengar itu terdiam, bingung harus merespon apa tapi pada akhirnya Mark memilih untuk meraih kedua tangan Renjun, menggenggamnya seraya menatap dalam kedua manik coklat itu.
"Aku gak tau cara bahagiain orang kayak gimana. Tapi dengan kamu bilang gitu, aku bersyukur karena udah bikin kamu bahagia." kata Mark, "Walau pertemuan kita sesingkat itu, perasaan kita tumbuh secepat itu, aku harap hubungan kita bisa lebih lama dari pada itu. Oke?"
Renjun mengangguk, paham atas maksud dari ucapan Mark.
Ya, meski pertemuan mereka sesingkat itu, Renjun harap hubungan mereka berlangsung lama. Dengan berjalan nya waktu, mereka akan mulai menunjukkan sifat asli mereka masing-masing yang Renjun harapkan kembali tidak akan terjadi masalah antara keduanya.
Semoga saja.
Renjun cukup takut untuk ditinggalkan lagi.
Vote & komen
KAMU SEDANG MEMBACA
We Fell In Love In October | Markren
Fanfiction[ October special ] ❝ Thank you October.❞ • | bxb • | homophobic? left this ©niki, 2021