LIMABELAS

225 64 21
                                    




"Anggieta," panggil seorang laki-laki dengan suara seraknya.

Anggieta mengenal betul siapa pemilik suara serak itu. Ia mendongak ke atas, ia mendapati Andra yang berdiri di hadapannya.

"Enak ya es krim nya ?" ujar Andra melihat es krim yang sudah mencair di tangan Anggieta.

"Andra," lirih Anggieta hendak berdiri,

"Nggak pa-pa, lanjutin aja" tangkas Andra menghentikan Anggieta yang akan bangun.

Anggieta sedikit tersentak, ia menelan ludah paksa. Tatapan Andra benar-benar datar, ia pasti sangat marah saat ini.

"Aku cuma," ujar Anggieta hendak menjelaskan, namun Andra kembali menyangga ucapan nya.

"Have fun aja, nggak usah mikirin aku" ujar Andra tersenyum miris, "Aku duluan ya" Tanpa menoleh sedikit pun lagi, laki-laki itu benar-benar berjalan menjauh dari hadapan Anggieta.

Andra melangkah panjang menghampiri Syena yang tengah berdiri menunggu es krim nya, Anggieta masih bisa melihat itu karena jarak mereka tidak terlalu jauh. Dada nya begitu sesak saat Andra mengelus kepala Syena.

Dava melihat Anggieta yang tengah menatap Andra dan Syena. Sorot mata Anggieta begitu sendu, es krim di tangan nya pun sudah sangat mencair tak berbentuk.

"Mau pulang ?" ujar Dava pelan

Anggieta hanya mengangguk pelan tanpa mengucapkan sepatah kata apapun. Ia lebih dulu beranjak dari tempat duduknya dan melangkah pergi.

Dava melihat ke arah Andra dan Syena sejenak, Ia menghela nafas kasar. Haruskah Andra bertindak seperti itu pada Anggieta ? Bukan kah dia juga sedang berdua dengan wanita lain ?

•••
"Gimana kabar anak kamu, dia masih hidup kan ?" ujar Endrik menyunggingkan senyumnya, "Jangan di bunuh dulu lah, kasian perjalanan nya masih panjang"

Telinga Jaya memanas, ia yang tadinya masih fokus dengan ponselnya pun menatap tajam wajah Endrik.

"Diam kamu Endrik. Anak kamu baru bisa ngalahin anak saya sekali, kamu nggak perlu berlebihan !" tegas Jaya berdiri dari tempat duduknya.

Endrik tertawa pelan, "Saya rasa kamu yang berlebihan. Kamu selalu berlebihan dalam hal apapun Jaya. Maka nya, sekarang anak kamu juga ikut tertekan" ujar nya menatap remeh Jaya.

Rahang Jaya pun mengeras, ia mengepal kuat kedua tangan nya, "Jangan pernah ikut campur dalam urusan saya !" tegas nya menatap tajam Endrik.

Endrik hanya menyunggingkan senyum nya, ia sedikit mendekatkan wajah nya pada telinga Jaya, "Saya bukan ikut campur, saya hanya mengingatkan" ujar nya sebelum kembali menjauhkan wajah nya dari telinga Jaya.

Endrik menepuk pelan pundak Jaya sejenak sebelum Ia melangang pergi mendului Jaya memasuki ruang rapat.

Nafas Jaya sudah berderu, ia benar-benar marah. Gara-gara anak sialan itu, hari ini dirinya di remehkan oleh musuh bebuyutan nya itu, pikir Jaya.

•••
Andra yang baru saja pulang, melangkah masuk ke dalam rumah. Ia mendapati ayahnya sedang duduk di sofa ruang tamu sembari menyeruput kopi serta membaca koran.

Ia memalingkan wajahnya tidak ingin melihat Anton terlalu lama. Berusaha tak menghiraukan Anton dan melanjutkan langkahnya.

"Kata ayah nya Syena, kamu beberapa hari ini, nggak pernah nganterin Syena cekUp ke dokter ?" ujar Anton sembari meletakkan gelas kopi, "Apa karena gadis yang selalu kamu banggain itu ?"

ANGAN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang