TIGAPULUHTIGA

118 21 9
                                    

Kalo lupa alurnya, kalian bisa baca ulang dari part sebelumnya biar tetep nyambung.

Happy Reading.




Beberapa hari telah berlalu, Andra masih tetap dirawat di rumah sakit. Kondisinya tidak ada perubahan sama sekali, mungkin juga bisa dibilang justru semakin memburuk.

Dampak dari penyakit itu semakin terlihat. Dari dia yang sudah mulai lupa akan hal-hal yang padahal baru saja terjadi beberapa jam bahkan beberapa menit yang lalu.

Bahkan saat ini saat Ia ingin menulis di buku memory nya, Ia hanya diam terpaku melihat lembar kertas kosong dengan tangan menggenggam pena. Untuk pertama kali dirinya lupa cara menulis.

Namun tidak lama dari diamnya, Andra tersentak saat dua orang masuk kesana. Dengan gerak cepat Andra menutup buku nya dan menaruhnya kembali di atas nakas.

Perempuan paruh baya dan seorang laki-laki remaja disebelahnya kini berjalan mendekati brankar Andra.

"Ada yang mau jenguk Abang. Katanya dia temen kerja Abang di minimarket. Sejak kapan kerja disana ? Kok Bunda nggak pernah tau. Emang uang jajan dari Bunda masih kurang sampek harus kerja part time segala, hmm?" Gerutu Dina masih dengan nada keibuan yang khas lemah lembut.

"Bukan gitu, Bunda." Tangkas Andra dengan sopan.

Dina menghela nafas pelan tidak ingin memperdebatkan itu. Ia melirik Gilan sekilas sebelum kembali melihat putranya. "Yaudah. Bunda tunggu diluar ya. Kalian ngobrol aja dulu disini." Kedua remaja laki-laki itu pun mengangguk serempak.

Saat Dina sudah keluar darisana, Gilan menggrogoh saku celananya mengambil amplop disana. Ia menjulurkan amplop itu pada Andra. "Nih, gaji Lo bulan lalu."

Andra menerima amplop itu dengan senyum mengembang. Ia sempat mengintip sejenak isi amplop itu.

"Untung bos berbaik hati mau ngeluarin gaji Lo yang bulan lalu, padahal Lo nya nggak ada akhlak ngilang gitu aja. Nggak ijin nggak apa, tiba-tiba udah dirawat aja."

"Kalo bukan karena gaji, Gue yakin Lo nggak bakal nelfonin Gue. Dan selamanya Gue bakal jadi manusia terjahat yang nggak tau kalo sohib+kembarannya lagi sakit." Gerutu Gilan.

Andra mengangkat wajahnya melihat Gilan. "Sorry, Lan."

Gilan hanya menghela nafas. "Sejak kapan Lo masuk RS ?" Tanyanya.

"RS ?" Gumam Andra mengkerutkan dahi.

"Rumah Sakit, " Sarkas Gilan.

"Oh, rumah sakit. Hampir tiga mingguan, kurang lebih." Sahut Andra seadanya.

Gilan mengangguk pelan. "Lo pasti bisa ngelewatin semuanya." Ujarnya sembari menepuk pelan bahu Andra.

Mata berbinar Gilan membuat Andra ngeri. Andra pun reflek menepis lengan Gilan dengan cepat. "Bisa biasa aja nggak ekspresi Lo ? Merinding Gue."

"Kenapa sama ekspresi Gue, ada yang salah ?" Tanya Gilan keheranan.

"Mata Lo berkaca-kaca, Lo mau nangis kan ?" Sargah Andra.

ANGAN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang