⏳
•
•
•BRUK !
Anggieta terjatuh ke lantai, karena Dego melepas rangkulan nya.
Mata Jaya terbelalak. Ia hendak mencabut tusukan yang awalnya direncanakan untuk Anggieta, namun kini justru tertusuk di ulu hati putra nya sendiri. Dengan cepat Dego menahan tangan Jaya, agar tak bisa mencabut pisau itu. Ia takut jika Jaya kembali mengarahkan pisau itu ke arah Anggieta.
SRAK !
Tangan Dego dan Jaya saling mencengkeram kuat, Jaya yang berusaha mencabut pisaunya dan Dego yang terus mempertahankan tusukan itu. Setiap peraduan gerak antara mereka justru memperdalam pisaunya menembus dada laki-laki remaja itu.
Darah mulai keluar dari mulut Dego. Tangan jaya bergetar hebat, kini ia mengalah. Ia menghentikan gerakan tangannya, namun genggaman tangan Dego masih saja kuat.
"B,,biar a,,,nak sia,,,lan i,,,ni yang ma,,,ti," ujar Dego terdengar parau.
"Ka,,kak" lirih Anggieta.
Perlahan Dego menoleh ke samping, bawah. Secarik senyuman terukir jelas di wajahnya yang tampan. Ia memandang lekat gadis yang terus berusaha bangun itu. Tapi sepertinya percuma, luka di sekujur tubuhnya sangat parah. Tenaganya benar-benar sudah habis, bahkan saat kedua tangannya baru menumpu di atas lantai, ia kembali terjatuh. Berulang kali, tanpa putus asa gadis itu terus melakukan hal itu.
Mata Dego terasa panas, ia tak bisa menahan bulir air yang terus terjatuh dari sudut mata nya.
Sakit sekali rasanya setiap melihat adik satu-satu nya itu selalu disiksa habis-habiskan oleh Ayahnya sendiri. Bahkan akan lebih sakit, ketika selama ini dirinya selalu diam dan enggan menolong saat Anggieta sudah di ambang kematian, beberapa kali.
Sekarang, untuk pertama kali ia bersikeras mengalahkan ego nya sendiri. Membantu dan menolong adiknya yang sudah terkulai lemah.
Dego berharap ini bukan menjadi pertama dan terakhir saat ia bisa melakukan tugas sebagai seorang kakak yang bertanggung jawab dalam menjaga adik nya sendiri. Ia baru memulai nya hari ini.
Perlahan Dego kembali menghadapkan wajah nya pada Jaya yang masih diam mematung. Tangan Jaya masih bergetar hebat. Matanya pun sudah basah oleh tangis.
"Pa,,,pa har,,,us me,,nerima hukum,,an atas per,,,bua,,,tan papa sela,,,ma ini," ujar Dego tersendat.
Kepala Jaya menggeleng kuat. Ia kembali berusaha melepaskan tangannya dari genggaman putranya itu. Tangan nya tanpa henti mengeluarkan keringat, dada nya seketika menjadi sangat sesak.
Dego yang sudah mulai kehilangan kesadarannya, pun kian melemah. Tangannya perlahan melepas genggaman itu. Ia hendak berbicara lagi, namun kakinya seketika terasa hangat.
Anggieta, gadis itu baru berhasil mencapai kaki Dego. Sedari tadi ia terus berusaha menyeret tubuhnya mendekati kakak nya itu. Ia memeluk erat kaki Dego. Tangisnya tak lagi besuara, namun rasa nyeri di dada nya semakin menyiksa. Kepala nya seketika menjadi berat, telinga yang berdengung hebat. Mata nya pun sudah berkunang-kunang.
"Ma-af kak," lirihnya terbata. Suara nya begitu parau. Tangisnya memang tidak terdengar, namun sakitnya bisa dirasakan.
Dego perlahan mengarahkan tangannya untuk menggapai pucuk kepala Anggieta yang terduduk memeluk erat kakinya itu. Ia menepuk-nepuk pelan, sesekali mengusap lembut pucuk kepala Adik perempuannya.
Anggieta semakin memejamkan mata kuat-kuat. Perih sekali, semuanya.
•••
KAMU SEDANG MEMBACA
ANGAN
General Fiction#1 Angan (19 Maret 2022) ... "Diem ANJING !" bentak Dego menarik kerah baju Andra, "Lo nggak usah bersikap seolah lo juga nggak ambil peran dari lukanya dia !" "Setidaknya nya gue nggak cuma diem liat dia hampir mati karena di pukulin !" Andra meng...