TIGAPULUHENAM

83 20 0
                                    




Sedari tadi kelopak mata yang basah milik Anggieta menatap jauh laki-laki yang tengah di periksa oleh dokter. Gadis yang memang sangat amat cengeng itu tidak berhenti menitikan air dari mata cantiknya.

Bahkan saat ini, saat Ia masih berdiri diam mendekap di kaca penghalang ruang ICU, Ia masih saja menangis gemetar.

"Anggieta," Lirih Dina dengan langkah cepat menghampiri Anggieta.

Sontak Anggieta tersadar dan menoleh ke sumber suara. Ia sudah disuguhkan dua wanita kesayangan Andra tengah memperlihatkan raut wajah yang begitu cemas. Seketika rasa bersalah terus mengusiknya.

"Bunda, Andri." Gumam nya.

"Maafin Anggieta, Bun. Seharusnya Anggieta nggak perlu nurutin permintaan Andra dan ngajak dia pergi keluar. Anggieta salah udah buat kondisi Andra jadi drop gini. Maaf, Bunda." Ujar Anggieta penuh penyesalan. Suara nya terdengar parau karena menahan sesak di dadanya.

Dina dengan cepat menggelengkan kepala serta langsung mendekap tubuh kecil gadis di hadapannya itu. "Ini bukan kesalahan kamu. Udah, jangan nyalahin diri sendiri ya." Tangkas nya.

"Andra pasti baik-baik aja." Sambungnya masih memeluk hangat Anggieta. Namun matanya tertuju pada putranya yang tengah terbaring menutup mata di brankar dengan dokter yang masih sibuk memeriksanya.

Sungguh, Dina pun sebenarnya tidak sanggup menyembunyikan rasa khawatirnya. Ibu mana yang tahan melihat putranya sendiri selalu merasakan kesakitan.

•••

"Tolong lakuin sesuatu buat anak kita. Aku mohon, Mas. Kasian Andra harus terus kesakitan" Ujar Dina sembari terisak pelan.

"Waktu itu kamu bilang sudah nggak ada lagi cara buat nyembuhin penyakit anak itu. Sekarang kamu nyuruh Mas buat ngelakuin sesuatu, lakuin sesuatu apa, Dina ?" Sahut Anton dari balik telfon.

"Masih ada kemoterapi, Mas. Andra masih ada harapan sembuh kalo dia bisa kemoterapi."

"Kemoterapi nggak bisa berpengaruh apapun. Kemoterapi cuma bikin Andra semakin kesakitan. Mas belum pernah denger ada yang berhasil sembuh dari penyakit ganas nya lewat kemoterapi, jadi nggak usah ngelakuin hal yang nantinya akan sia-sia."

"Belum ada bukan berarti nggak bisa kan, Mas. Sekalipun kemungkinan berhasilnya cuma 1% nggak ada salahnya kita berusaha buat anak sendiri."

"Mas, Andra itu anak kandung kamu bukan orang lain. Dia darah daging kamu. Kamu ayahnya, kamu orang tua kandungnya."

"Merawat Andra bukan hanya tanggungjawab aku, Mas. Tapi tanggungjawab kita. Disaat seperti ini, Andra butuh kedua orang tua nya."

"Jangan benci anak kamu sendiri hanya karena kamu berpikir dia yang lebih dulu menunjukkan rasa benci nya sama kamu."

"Andra nggak pernah membenci kamu, Mas. Kamu salah mengartikan semuanya. Dia hanya merasa kecewa dengan ayahnya, dan kamu tau betul alasan kekecewaan anak itu."

"Jadi tolong hilangkan sikap keras dan ego kamu. Liat dia sebagai anak kandung. Sekarang waktu yang tepat buat kamu nunjukin kalo kamu bisa menjadi seorang ayah yang bertanggungjawab pada anak sendiri, sebelum rasa menyesal yang akan menghantui kamu, Mas." Ujar Dina terakhir kali sebelum Ia menutup telfonnya secara sepihak.

ANGAN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang