TIGAPULULIMA

72 19 2
                                    





"Ada lagi yang mau kamu liat ?" Tanya Anggieta sembari mendorong kursi roda Andra dengan pelan di tengah lapangan.

Andra menutup buku memory nya. "Atap," Gumamnya. "Tempat favorite kita."

Anggieta menghela nafas pelan. "Tempat yang lain aja, ya. Kayaknya kalo ke atap nggak bakal bisa deh" Sahut nya.

"Kamu bisa rangkul aku kan ?" Tanya Andra.

Dahi Anggieta mengkerut. "Bisa," Jawabnya sedikit ragu.

"Kalo gitu kita bisa ke atap." Ucap Andra.

•••

"Andra tempat lain aja, yuk. Jangan atap." Gumam Anggieta sata mata nya kini tengah melihat deretan anak tangga yang lumayan panjang dan tinggi menjulang ke atas.

"Aku nggak lumpuh, Ta. Cuma lupa cara jalan aja jadi seharusnya masih bisa digerakin." Ujarnya kini perlahan berdiri dibantu oleh tangan mungil Anggieta bersedekap di bahunya.

"Tuhh, masih bisa berdiri kan." Sambungnya sumbringah. "Sekarang bantu aku naik pelan-pelan. Kamu mau kan ?"

Anggieta mengangguk pasrah. "Kalo udah nggak bisa, bilang jangan diem." Peringatnya.

"Iya." Sahut Andra.

•••

Sudah hampir lima belas anak tangga mereka naiki. Nafas yang kesulitan berhembus mulai terdengar di telinga Anggieta. Tentu saja pemilik suara nafas itu adalah Andra. Suara nafarnya terdengar jelas ditelinga Anggieta karena dirinya tengah dirangkul oleh gadis itu.

"Masih kuat ?" Tanya Anggieta menatap khawatir pada Andra.

"Capek nggak mapah aku kayak gini ?" Ujar laki-laki itu justru balik bertanya.

Anggieta menggeleng. "Pelan-pelan aja, kalo kamu capek berhenti dulu ambil nafas."

Tangan Andra bergerak mengusap kening Anggieta. Ia merapikan anak rambut yang menganggu disana. "Aku masih kuat." Sahutnya.

Langkah demi langkah mereka lanjutkan walau dengan diselingi berhenti dibeberapa anak tangga hingga pada akhirnya mereka sampai di atap. Baik Andra maupun Anggieta mereka sama-sama membuang nafas lega.

"Pelan-pelan." Ujar Anggieta memperingati kala laki-laki disampingnya itu dengan sumbringah berjalan dipapah menuju kursi panjang yang biasa mereka tempati.

•••

"Anginnya bikin tenang." Gumam Andra sembari menghirup puas udara disana.

"Udah senengkan sekarang ?" Sela Anggieta.

"Udah." Sahut Andra.

"Nanti pas turun minta tolong sama mang Slamet aja biar kamu nggak capek maksain jalan. Aku mau liat kamu kesakitan apalagi sampek kesusahan nafas kayak tadi." Seru Anggieta sedikit menegaskan.

"Iya," Sahut Andra dengan pelan.

Jantung Anggieta hampir mencelos setiap melihat Andra kesulitan bernafas saat menaiki anak tangga. Ia beberapa kali mengajak untuk turun saat baru beberapa anak tangga dilalui, namun laki-laki itu masih saja teguh pendirian ingin naik sampai atap.

ANGAN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang