DUAPULUHEMPAT

222 67 18
                                    




Anggieta terdiam, rasa tampar itu jauh lebih perih dibandingkan dengan tampar Jaya selama ini. Ia tidak menyangka, laki-laki yang selama ini hampir tidak pernah berlaku kasar padanya kini dengan tega melayangkan tangan ke pipi nya.

Bukan hanya Anggieta yang tak menyangka, bahkan Beby pun masih terdiam membisu. Ia tidak tau bahwa Andra akan melakukan hal itu. Siswa lain di sekitar mereka pun ikut mematung, mereka sedikit menganga akibat kejadian tadi.

Perlahan Anggieta menganggkat wajahnya, ia menatap nanar wajah Andra, "Kamu," lirihnya yang tercekat.

"Dari tadi aku minta kamu berhenti, jangan memperburuk keadaan. Anggieta yang aku kenal nggak pernah ngeluarin kata-kata kasar kayak tadi" ujar Andra.

Mata Anggieta semakin memanas, "Andra yang aku kenal, juga nggak pernah berlaku kasar apalagi sampek nampar pacar nya sendiri" lirih nya.

Mata andra mengerjap pelan, hati nya terenyuh. Ia baru sadar perlakuannya tadi sudah melewati batas. Bisa-bisa ia menampar kasar wajah gadis itu hanya karena ucapan nya tak di dengar.

Rasa bersalah semakin muncul di hati Andra, saat melihat bekas telapak tangan nya tercetak jelas di pipi Anggieta. Nafas nya berderu hebat, tangannya juga mulai bergetar.

Tangan Andra terangkat, ia hendak menyentuh bekas memerah itu. Namun Anggieta dengan cepat menepis tangan nya.

Anggieta melihat sorot mata Andra sejenak, sebelum dirinya melangkah cepat menuju kelas tanpa memperdulikan siswa lain sedang memandanginya dengan tatapan sinis.

Andra dengan sigap mengejar Anggieta, ia benar-benar menyesali perlakuannya tadi. Dalam hati nya tanpa henti mengutuk diri nya sendiri.

•••

Anggieta menerobos masuk ke kelas. Ia dengan kuat mendudukkan bokong nya di kursi, tanpa perduli dengan Terre yang tersentak atas tingkahnya itu. Anggieta menjatuhkan kepalanya di meja, tangannya meremas kuat tas yang menumpu wajahnya itu.

Alis Terre mengernyit, ia kembali tersentak kaget saat samar-samar mendengar isak tangis Anggieta, "Ta, Lo kenapa ? Lo nangis ? Jelasin sama gue, ada apa ?" ujarnya memegang pundak Anggieta.

Anggieta enggan menjawab, ia masih terisak. Tak lama dari itu, Andra juga terlihat tergesa-gesa menyusul melangkah ke meja Anggieta dan Terre.

"Ta, dengerin aku dulu. Aku minta maaf," ujar Andra langsung mendekatkan wajahnya di belakang kepala Anggieta.

Terre menarik kasar kerah baju Andra di bagian belakang, "Maksud lo apaan ? Lo minta maaf karena apa?" Terre menatap lekat wajah Andra, "Jangan bilang, lo yang udah buat Anggieta nangis"

Mulut Andra membisu, ia tak menjawab pertanyaan Terre. Ia justru kembali mendekatkan wajahnya pada Anggieta, "Ta, aku minta maaf. Aku nggak sengaja," ujarnya terus memohon.

Terre yang semakin geram, pun kembali manarik kasar kerah baju Andra bagian belakang. Kini ia sudah berdiri mensejajarkan tubuhnya dengan Andra.

"Gue tanya, lo yang udah buat Anggieta nangis, hah ?! JAWAB ANDRA !" tegas Terre mulai tersulut emosi.

Tenggorokan Andra terasa cekat, "Gue nggak sengaja nampar Anggieta," gumamnya pelan.

Mata Terre sukses dibuat terbelalak oleh ucapan Andra, "Apa ? Lo nampar Anggieta ?" lirihnya menatap nanar wajah laki-laki dihadapannya.

"Gue nggak sengaja, Re" lirih Andra. Ia mengangkat pandangnya pada Terre.

"Udah gila lo, Ndra" ujar Terre. Tangannya perlahan melepas cengkraman di kerah belakang baju Andra.

ANGAN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang