ENAMBELAS

222 61 22
                                    




"Lo beneran nggak mau ikut ke kantin ?" ujar Terre menoleh ke arah Anggieta.

Anggieta menggeleng pelan "Gue nggak laper,"

Terre mengehela nafas panjang "Yaudah, gue sama Aska ke kantin dulu"

Terre beranjak dari tempat duduknya, berjalan keluar pintu kelas menemui Aska yang sedari tadi bersandar di sebelah pintu menunggunya.

"Yuk," ajak Terre langsung bergelandotan di lengan Aska.

Aska tersenyum sejenak sebelum matanya beralih melihat kedalam kelas, "Anggieta nggak ikut ?" ujar nya kembali melihat Terre.

"Nggak laper katanya," lirih Terre sedikit menunduk, "Kayak nya dia lagi nggak baik-baik aja. Tapi dia masih nggak mau cerita apapun sama gue"

Aska menghela nafas pelan, melihat Anggieta sebentar kemudian kembali melihat kekasihnya yang sedang berdiri disebelah tanpa melepas gelandotan tangannya di lengan Aska.

Tangan Aska terangkat mengelus kepala Terre dengan lembut, "Mungkin dia lagi butuh waktu sendiri," ujar nya berniat menenangkan Terre, "Nanti kalo perasaannya udah membaik dia pasti cerita"

Terre masih diam dengan wajah manyun nya,
"Mending sekarang kita ke kantin. Cacing di perut gue udah demo dari tadi." Ujar Aska mengusap perutnya.

Terre pun mengangkat wajah nya yang sempat tertunduk. Ia menatap lekat paras tampan Aska yang tengah mengeluarkan ekspresi menahan lapar.

"Oh ya ?" Terre mulai membungkukkan badan nya, mendekatkan telinganya pada perut Aska.

"Wah,,,beneran berisik, udah pada ribut minta makan." Gumam Terre kembali berdiri tegak.

Aska hanya tertawa kecil sembari mengacak pelan pucuk kepala pacar nya itu."Iya, makanya harus segera di bawa ke kantin. Kalo telat ntar mereka malah ngamuk."

Terre pun tersenyum dan menganggukkan kepala. Kedua pasangan itu akhirnya melanggang pergi ke kantin untuk menuntaskan rasa lapar mereka.

Sedangkan Anggieta, gadis itu tidak ikut ke kantin. Ia memilih untuk beristirahat di kelas. Tubuh nya masih terasa begitu nyeri dan perih. Bahkan Jaya tak membiarkan diri nya beristirahat. Ia terus memaksa Anggieta bersekolah tanpa menghiraukan kondisi Anggieta yang lemah.

Anggieta tak berani mengelak, ia takut Jaya kembali menyiksa nya pagi buta. Ia akhirnya mengalah dan berusaha meyakinkan bi Sri yang terus memohon agar Jaya tak memaksa putri nya bersekolah, hari ini saja. Perlahan bi Sri pun mau mendengarkan ucapan Anggieta, yang mengatakan bahwa ia akan baik-baik saja, kondisinya sudah lumayan membaik.

Tapi Anggieta sedikit beruntung, saat ia hendak pergi ke halte bus, Dego mencegah nya. Laki-laki itu memaksa Anggieta untuk berangkat ke sekolah bersama nya lagi. Ia bahkan sengaja membawa mobil hari ini, hanya untuk adik nya agar terasa nyaman.

Mata nya tidak buta, telinga nya juga tidak tuli. Anggieta yakin, Dego pasti mendengar keributan kemarin malam. Namun, masih seperti Dego yang seperti biasa. Ia hanya akan diam tanpa ingin membantu adik nya yang sedang dianiyaya oleh ayah nya sendiri.

Anggieta menghela nafas pelan. Perlahan ia menoleh ke arah bangku yang nampak kosong di ujung sana. Kemana pemilik bangku itu? Apa dia sedang tidak masuk sekolah?

ANGAN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang