TIGAPULUHSATU

125 38 24
                                    




"Sye-na" Lirih Anggieta.

Dengan wajah datar yang tidak terlihat seperti biasanya Syena mulai menundukkan badannya hingga berjongkok tepat di depan wajah Anggieta.

"Kaget ya ?" Cetus Syena menatap lekat wajah Anggieta yang babak belur.

"Kenapa Lo tega ngelakuin ini ke Gue ?" Lirih Anggieta, mata sayu nya tak berhenti mengerjap pelan serta mulut yang bergetar menahan rasa perih.

Syena tersenyum sinis. "Gue cuma ngelakuin apa yang pantes Gue lakuin."

"Lo udah ngerebut Andra dari Gue. Gue yang seharusnya jadi pacar Andra, bukan Lo. Cinta Gue harusnya nggak bertepuk sebelah tangan kalo Lo nggak pernah muncul di kehidupan Andra."

"Gue benci setiap kali Andra cerita tentang kekagumannya, cintanya, semuanya yang berhubungan sama Lo. Kepala Gue selalu mendidih denger nama Lo keluar dari mulut Andra."

"Dan yang paling Gue benci dari Lo, karena Lo kehidupan Andra jauh jadi dari kata bahagia. JALANG SIALAN !"

Semua yang diucapan Syena seolah Ia sedang mengeluarkan semua rasa bencinya pada Anggieta. Tatapan prustasi itu terlihat jelas di matanya. Suaranya saat bicara begitu menggema hingga bergetar.

Setelah mengatakan itu, Syena kembali berdiri. Ia menggrogoh tas selempangnya mengambil sebuah amplop tebal. Ia menjulurkan amplop itu pada Naken.

"Thanks, karena udah mau ngasi pelajaran buat cewek sialan ini." Ujarnya sembari mengarahkan bola matanya ke bawah sekilas.

Naken tersenyum senang menerima amplop yang sudah jelas berisi segepok uang dari Syena. Ia menerima uluran tangan Syena tanpa ragu. "Sama-sama. Menyenangkan bisa ngasi pelajaran ke orang terpintar di sekolah kita." Ujarnya sembari tekekeh kecil.

•••

Terre masih sibuk mengotak-ngatik handphone nya di depan ruangan Andra. Sedari tadi Ia terus berusaha menghubungi Anggieta, tetapi masih saja tak kujung diangkat oleh gadis itu. Kini perasaannya pun mulai cemas. Karena tadi Ia bahkan sempat menelfon ke telfon rumah Anggieta, namun yang menjawab adalah Bi Sri dan Bi Sri bilang Anggieta sudah keluar dari rumah sekitar se-jam yang lalu.

Terre bahkan juga sempat menghubungi Dava, siapa tau Dava yang mengantar Anggieta kesini. Namun hasilnya tetaplah nihil. Dava tidak sedang bersama Anggieta, bahkan Anggieta tidak ada mengabari atau meminta dirinya untuk diantarkan kemana-mana. Lalu kemana perginya gadis itu ?

Terre berdecak setelah kembali telfonnya tidak dianggkat. "Lo kemana sih, Ta." Gumamnya khawatir juga sedikit kesal.

Klek

Suara pintu terbuka dari dalam membuat Terre sedikit terkejut. Ia spontan berbalik sebelum Ia kembali mengalihkan pandangannya kearah lain, setelah melihat Aska yang baru saja keluar dari ruangan itu.

Aska menghela nafas pelan sebelum Ia memberanikan diri untuk menghampiri Terre. "Anggieta masih belum bisa dihubungin ?" Tanya nya dibalas deheman saja oleh Terre.

"Udah coba telfon ke rumahnya ?" Tanya Aska dibalas anggukan seadanya oleh Terre. "Terus gimana ?" Terre hanya menggeleng.

"Emangnya dia nggak bilang mau kemana dulu sebelum kesini ? Siapa tau dia mau ke suatu tempat dulu gitu." Ujar Aska lagi-lagi hanya dibalas dengan gelengan kepala saja oleh Terre.

ANGAN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang