Sehabis makan malam, Hikaru pergi ke Alfamart di depan komplek perumahannya. Seingatnya, hari ini merupakan terakhir promosi potongan harga Kinder Joy di sana. Bagi Hikaru, potongan harga sebanyak 50% sekelas Kinder Joy hal yang jarang dan tak boleh disia-siakan. Hikaru penggemar berat Kinder Joy, sebenarnya. Secara spesifik penggemar hadiah berupa mainan pada kemasan tersebut.
Ia pun tergesa-gesa menuju ke sana sembari berpikir berapa banyak yang harus ia beli.
Sesampainya di sana, barang yang dicari hanya tersisa satu. Berdiri rapi nan elegan di rak depan kasir. Hikaru yang melihat itu, terutama saat tahu ada seorang gadis kecil bersama ibunya menuju ke benda tersebut, dengan sigap ia menyelip antrean dan mengambil sang Kinder Joy.
Meski ia mendengar keluhan dari sang wanita di belakangnya dan rengekan bocah, tak membuat Hikaru merasa iba, bahkan ia mengangkat benda bulat tersebut di depan wajahnya, seakan memamerkan benda tersebut ke dunia kalau itu miliknya--walau tak dapat banyak, satu pun tak masalah, asalkan diskon.
"Dik, ini anak saya nangis terus lho. Bisa tidak Kinder Joy-nya saya yang beli?" ibu dari bocah yang menangis tersebut pada akhirnya mengeluh.
"Ikan sepat mudik ke hulu, siapa cepat dapat dahulu." Balas Hikaru dengan pantun. Memang Hikaru jago berpantun, ia bahkan pernah memenangkan lomba pantun se-RT melawan bapak-bapak Melayu saat 17'an di kantor kelurahan.
Dengan bermuka masam akibat tersinggung, wanita tersebut pun menyeret anaknya keluar dari Alfamart. Hikaru yang girang bukan main pun dengan senang hati mengeluarkan uang Rp. 5.900 dan membayarnya tanpa membeli kantong plastik kepada penjaga kasir yang sudah bersiap ber-ghibah ria mengenai kelakuan Hikaru tadi bersama rekan kerjanya selepas Hikaru pergi.
Saat keluar dari Alfamart, ponsel Hikaru berdering.
Panggilan dari mamanya Ten.
Hikaru pun mengangkat telepon tersebut.
"Halo, Tante, ada apa?"
'Apa Ten bersama Hikaru? Sedari tadi Ten tak pulang ke rumah. Padahal sudah lewat jam makan malam. Nomor teleponnya juga tak aktif.'
Hikaru kebingungan atas pernyataan mamanya Ten. Dia ingat betul tetangganya sekaligus sahabatnya sedari roh mereka belum ditiup ke dalam rahim ibu mereka itu tak pernah pulang lebih dari pukul enam sore, apalagi melewati jam makan malam.
"Sekarang Hikaru tak bersama Ten, Tante. Mungkin dia masih bersama teman-teman ekskul sepak bolanya... Tapi, Hikaru coba cari dia dulu, ya."
Setelah mamanya Ten berterima kasih kepadanya dan menutup telepon, Hikaru pun menuju ke sekolah sembari menghubungi Ten melalui WhatsApp. Nomornya tak berdering, pesan hanya bertanda centang satu. Percuma saja, mamanya Ten padahal sudah berkata bahwa Ten tak bisa dihubungi.
Pikiran Hikaru mulai ke mana-mana saat ia melihat gedung sekolah gelap tak berpenghuni. Ten tak mungkin berada di sana. Ia pergi ke taman bermain hingga ke warung kopi milik Mpok Matsuri, tempat biasa mereka nongkrong, namun Ten tak di sana. Hikaru bahkan menghubungi teman-temannya dan menanyakan keberadaan Ten ke grup WhatsApp kelas, seangkatan, bahkan klub Rohis meski Ten bukan anak Rohis, namun tak ada yang tahu.
Apa Ten diculik? Itulah pikiran Hikaru.
Barang kali Ten diculik dengan mobil jip Toyota yang biasa ia lihat di film saat ia masih anak-anak. Hikaru jadi gelisah dan hendak menangis. Ia tak ingin kehilangan sahabatnya, karena sahabatnya itu belum melunasi utang pulsa yang dijual Hikaru sebanyak Rp. 12.000--omong-omong, Hikaru berjualan pulsa untuk teman-temannya di sekolah.
Saat ia hendak menangis sembari berjalan, ia tak sengaja menangkap sosok yang ia cari sedari tadi di tepian tanggul. Gadis berkuncir satu dan berseragam sekolah dari SMA mereka, sedang duduk di tepian sungai, menatap kosong air sungai yang mengalir tenang.
Itu Ten!
"Ten!!"
Hikaru berteriak sembari berlari menghampiri Ten. Gadis berkuncir satu itu menoleh, kebingungan atas kehadiran Hikaru yang matanya sudah berkaca-kaca. Hikaru pun duduk di samping Ten sembari mengatur napasnya akibat berlari tadi.
"Oh, Run... Ada apa?"
"Mengapa tak pulang ke rumah? Mamamu mencarimu." tanya Hikaru. "Kau membuatku khawatir saja."
Ten terkekeh. Namun ia kembali terdiam. Kali ini tatapannya yang ia lontarkan ke sungai tampak begitu sendu. Hikaru yang sadar ada yang tak beres dengan gadis itu pun semakin mendekatinya.
"Ten, sesuatu mengganggumu sampai kau tak mau pulang ke rumah?"
"Aku tak berani pulang ke rumah..."
"Memangnya kenapa?"
"Agak sulit menceritakannya."
"Ceritakan saja. Bukankah kita sahabat? Aku bahkan sering menceritakan semua rahasiaku kepadamu."
Ten mengulas senyuman tipis. Ia terdiam sebentar.
"Aku mencarinya ke mana-mana, tapi tak ketemu. Seingatku, aku meletakkannya di atas meja ruang ekskul saat jam makan siang... Kau tahu kan, tadi aku harus berada di ruang ekskul untuk rapat mengenai pertandingan akhir Oktober hingga lewat jam makan siang."
Hikaru mengangguk. Ia ingat itu, sampai-sampai Ten makan siang di sana.
"Apa yang hilang? Ponselmu hilang lagi? Jadi itu alasan kenapa kau susah dihubungi?"
"Bukan. Ponselku kehabisan daya."
Sebelah alis Hikaru naik, "Lalu apa?"
Ten menghela napas panjang.
"Tempat bekalku. Tupperware mamaku."
Hikaru terdiam mendengarnya.
"Mama susah payah mendapatkannya dengan mengikuti arisan Tupperware setiap minggunya dan Mama sudah berpesan padaku untuk tidak menghilangkannya. Bila sudah berpesan begitu, Mama serius bukan main dan bisa saja melakukan sesuatu padaku... Bukankah namaku akan dicoret dari kartu keluarga nanti? Percuma saja pulang ke rumah."
Hikaru tak bisa berkata-kata mengenai itu. Ia hanya teringat dengan tempat bekal bermerk Tupperware berwarna ungu yang selalu dibawa Ten. Tempat tersebut hampir selalu diisi dengan mi goreng Sedap bersama sebuah telur mata sapi yang mendingin. Terkadang ada tambahan nasi di sana.
Demi menghibur sang sahabat yang semakin sedih setelah menceritakan kesialannya hari ini, Hikaru pun menyodorkan Kinder Joy yang ia beli kepada Ten--meski agak berat hati.
"Itu masalah besar."[]
--------------
Ini tuh cerita lama yang udah dipikirin dari tahun 2018. Dulu pernah kepengen buat cerita pendek keyaki, nah yang cerita ini sebenarnya pov penulis dan Techi. Sampai udah ganti nama grup, baru inget aku pernah mikir cerita begini. Jadi pengen deh buat ditulis di wp, hehe.
Oh iya, jujur, aku sempat bingung buat ngasi judul apa untuk cerpen sakurazaka ini. Soalnya kalo pakai Story atau Oneshot, sepertinya udah ada. Selama mikirin judul ini, aku keinget sama sepanjang tahun ini, meski belum akhir tahun, entah kenapa rasanya lebih berat dari tahun-tahun sebelumnya karena banyak hal yang terjadi. Dan waktu nulis-nulis cerpen buat lapak ini, aku ngerasa cukup lega. Jadi, aku putuskan buku ini sebagai penyembuhan buat diri aku sendiri.
Btw, semoga suka ya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Healing
FanfictionCerita pendeknya Sakurazaka46 yang agak melokal. [Ditulis menyesuaikan mood dan pengalaman]