Episode 1 Tangisan Dafin

12 3 0
                                    

Ayah Dafin yang sehari-hari menjadi buruh di sebuah pabrik, selalu pulang ke rumah diatas pukul 17.00 WIB. Begitu pula dengan Farida, ibunya yang seharian bekerja sebagai tenaga catering di sebuah rumah sakit, kadang pulang kerja sampai menjelang magrib.

Dafin yang masih berumur 3 tahun diasuh oleh Rania yang masih keluarga dekat Erwin. Sebenarnya Rania adalah wanita yang lebih menikmati kesenangan diri sendiri dan kurang peduli dengan kondisi orang lain, termasuk keluarga sendiri. Namun karena kondisi di kampung yang lebih tak menentu, dia pun memutuskan untuk membantu saudaranya demi mendapatkan sedikit uang untuk berbedak dan bersolek.

Dafin mempunyai dua orang kakak yang keduanya masih duduk tingkat SD. Azel, kakak sulungnya yang duduk di kelas 4 SD. Walau dia seorang laki-laki, tetapi Azel lebih sering melakukan pekerjaan wanita, seperti menyapu, mencuci piring dan menjaga Dafin sepulang sekolah. Sedangkan Beril, kakak tengah Dafin yang duduk di kelas 1 SD, lebih suka bermain bola dengan teman lelaki. Hampir semua teman Beryl adalah laki-laki, seolah Azel dan Beryl mempunyai sikap dan watak yang tertukar.

Azel selalu berpenampilan rapi dan tenang ketika akan berangkat ke sekolah, sementara Beryl berangkat ke sekolah acak-acakan dan tidak rapi.

Sekolah mereka tak begitu jauh dari rumah, bisa ditempuh dengan jalan kaki.
Ketika mereka berangkat ke sekolah, ayah dan ibu mereka sudah berangkat kerja, karena orang tua mereka berangkat kerja pagi-pagi sekali dan pulang menjelang malam. Rutinitas itu dilakukan oleh orang tuanya hampir setiap hari, kecuali hari libur atau tanggal merah.

Keluarga sederhana ini, tinggal di rumah petak dengan ukuran kecil dengan satu kamar utama dan dua kamar dadakan yang dibuat karena kebutuhan.

Dafin adalah anak yang mungil, tampan, ceria dan aktif. Ketika Azel dan Beryl berangkat sekolah, rumah itu terasa sangat sepi, yang ada hanya suara tangis Dafin bila dia meminta sesuatu.

Dafin sudah diamanahkan oleh Farida kepada Rania untuk diasuh dan diurus segala hal yang dibutuhkan Dafin, selama mereka bekerja.

Penah terpikir oleh Farida untuk berhenti bekerja demi si buah hati. tetapi suaminya sangat ingin Farida bekerja untuk membantu kebutuhan keluarga selagi ada peluang untuk bekerja.

Dafin pun akhirnya tumbuh dan berkembang di tangan Rania. Rania yang masih perawan itulah yang membantu mengurus urusan dapur dan sumur.

Kebiasaan Rania bekerja sambil bermusik ria, membuat Dafin seolah terabaikan dan mencari dunianya sendiri. Kondisi seperti ini tidak pernah menjadi perhatian Farida. Menurut Farida, Rania sudah sangat baik merawat dan menjaga anak-anaknya selama dia bekerja.
Dafin yang sudah mulai aktif itu asyik bermain sendiri tanpa penjagaan dan pengawasan
sementara Rania sibuk mencuci, memasak dan membersihkan rumah sambil mendengarkan musik kesayangannya. Telinganya ditutupi dengan headset. Ketika Dafin mulai lapar, haus atau buang air, dengan segera dia berjalan ke dekat Rania untuk minta bantuan. Namun tantenya tidak menghiraukan dan sibuk bermusik sambil menggoyangkan kepalanya.

Dafin yang masih sangat kecil itu berusaha untuk mendapatkan sendiri apa yang dia butuhkan. Walau dia masih sangat kecil, tetapi seolah sangat mengerti bahwa tantenya tak akan menggubris panggilannya. Rasa sakit dan kecewa seolah terlihat dari derasnya air mata Dafin dan kuatnya pekikan yang dia perlihatkan. Dalam tangis dan pekiknya, seolah dia ingin bercerita dan berkeluh kesah. Namun sayang, sekali pun Dafin menangis, dan bahkan memekik, tak pernah dihiraukan dan didengarkan Rania. Telinga Rania selalu disumbat dengan benda aneh itu yang bernama headset.

Ketika Azel pulang dari sekolah, dia mendapati adiknya yang sedang menangis dan tersedak, Azel sangat iba melihat adikknya yang lucu itu menjadi kusam akibat terlalu lama menangis.

Tanpa sempat mengganti pakaian seragam sekolah, Azel pun langsung mengurus adiknya. Ternyata popok adiknya sudah penuh dengan pup.

Azel segera membersihkan pup Dafin dan mengganti popoknya dan memandikan nya, namun Dafin masih saja menangis, Azel pun mencarikan makanan buat adiknya dan memberi makan, setelah Dafin kenyang dan merasa nyaman, Azel membawa Dafin bermain di luar rumah sambil ayunan, Dafin pun begitu gembira bersama abangnya hingga tertidur sambil main ayunan.

Azel dengan cekatan menggendong adikknya dan membawa masuk rumah.

Tidak begitu halnya dengan Beryl, Beryl tak pernah nyaman berada dalam rumah, dia sangat jarang bermain dan mengurus Dafin. Dia termasuk tipe anak yang cuek dan terus keluyuran sepulang sekolah hingga sore.

Hampir semua teman Beryl adalah laki-laki. Kalau tidak pergi main bola, Beryl pergi memancing ikan dengan teman-temannya.

Dafin sudah tertidur pulas sampai sore. Azel yang pergi ke dapur membantu membersihkan dapur setelah Dafin tertidur.

Sementara Rania sudah santai selonjoran sambil menggoyangkan kakinya sementara mukanya sudah dipasang masker, headset di telinganya tak pernah terlepas. Rania sangat menikmati musik dari handphone yang dia pegang.

Dalam hati Azel berkata,
"Sungguh tak punya perasaan, membiarkan adikku menangis dan tak mau mengurusnya. Sementara ayah dan ibu menyangka dia sudah sangat baik dalam mengurus Dafin, ingin rasanya aku ceritakan semua yang aku lihat kepada ayah dan ibu, tapi apakah mereka percaya dengan pengaduanku, sementara Tante itu adalah sepupu ayah," pikirnya penuh keraguan.

Erwin yang pulang kerja, melihat Azel yang sedang mengayun adiknya mulai bangun, Azel menyapa ayahnya,
"Ayah sudah pulang? Apakah ayah mau Azel buatkan kopi?" Tanya Azel.
"Hai, Azel! Kamu itu laki-laki bukan perempuan, mengapa kamu sibuk di dapur saja. Tak inginkah kamu pergi mancing dan main bola?" Tanya Erwin dengan nada tinggi.
"Ayah, jangan bicara selantang itu, Dafin sedang tidur, ayah membentakku, seolah aku sudah melakukan kesalahan besar," bantah Azel kesal. Menurutnya, dia sudah mengurus adiknya dengan baik, tetapi ayahnya malah memarahi dirinya tanpa alasan yang jelas.
Erwin semakin marah dengan sanggahan Azel,
"Kamu ternyata tak paham juga, Zel? Kamu itu laki-laki, ayah ingin kamu itu maskulin, bukannya peminum seperti ini! Dimana Beryl? Pasti adikmu sedang keluyuran bersama temannya, mestinya Beryl ada di rumah untuk mengurus dapur dan menjaga Dafin. Uuh kalian memang aneh semua!" Bentaknya lalu pergi meninggalkan Azel.

Dafin yang langsung terbangun karena keributan yang ditimbulkan oleh suara ayahnya sendiri. Dafin turun dari ayunan dan berlari mengejar ayahnya.
"Gendong Ayah, aku minta gendong," ucap bayiumur 3 tahun yang lincah itu.
Sayangnya harapan Dafin tidak mendapat respon positif dari ayahnya,
"Kamu laki-laki, jangan cengeng dan sok bermanja-manja. Ayah tak mau kamu kelak menjadi cengeng dan lemah seperti kakakmu Azel.
Dafin yang sudah bersemangat memanggil ayahnya, menjadi tersurut langkahnya, dia kaget ketika ayahnya langsung membentaknya.

Dafin langsung menghentikan langkahnya, lidahnya terasa kelu, dan tak mampu lagi memanggil, "ayah".

Azel langsung menggendong adiknya dan melarikan keluar rumah, sambil mengatakan,
"Ayah kejam, Ayah tak pernah menyayangi kami," ucapnya.

"Dasar mulutmu! Ember pecah, ngak ngerti juga, kamu itu perempuan, apa yang bisa di lakukan menghadapi tingkah laku di kelas.

Erwin menjadi tertarik, dia terus berlalu seolah telinganya sudah dipenuhi kotoran sehingga tak mampu mendengar panggilan anak yang masih suci itu. Ataukah karena Erwin telalu kelelahan bekerja di pabrik seharian. Anak darah dagingnya tidak bisa mendapatkan perhatian darinya. Erwin yang sudah rapi dan bersih, duduk santai di ruang tengah, Rania pun datang mengantarkan secangkir kopi hitam dan goreng pisang.
"Silakan diminum, Bang" sapa Rania. Sambil memegang sebuah ponsel, Erwin

DON'T CALL ME AUTISMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang