Kini Dafin yang sudah mulai bersekolah setiap hari berangkat ke sekolah. Semangat Dafin untuk bersiap setiap pagi membawa sebuah harapan bagi Farida. Farida rela banting tulang untuk membantu agar anaknya mendapatkan pendidikan yang layak. Walau saat ini Dafin perkembangannya jauh dengan anak seusianya. Dafin yang belum bisa berkomunikasi dengan baik. Dia hanya bisa menangkap informasi sekata dua kata saja. Walau sepertinya banyak hal yang ingin dia, tanyakan atau dia sampaikan, namun yang bisa diterima hanyalah satu atau dua potong kaya saja. Bagi sebagian orang bisa memahami kondisi Dafin. Namun tak jarang yang tak mau tahu, ketika mereka merasa kehadiran Dafin merugikan perkembangan anaknya.
Seorang ibu yang anaknya terkena amukan Dafin, walau Rania sudah ada di sisi Dafin. Dafin yang merasa terpojok dan diabaikan tiba-tiba mendorong Risa dengan keras hingga tersungkur. Lutut Risa terluka, mamanya yang sosialita bergaya artis papan atas itu mendatangi kantor kepala sekolah,
"Ibu kepala, aku tak terima anak saya digabungkan dengan anak sakit jiwa seperti itu. Ibu harus keluarkan dia, kalau tidak aku akan tuntut," bentaknya.
"Maaf Bu. Kami punya kebijakan dan kewenangan, dan atas nama kemanusiaan, kalau anak ibu terluka atau cedera di sekolah, kami akan obati. Dafin juga butuh pendidikan, dan dia sudah sediakan pengasuh, jadi sebagai manusia kita harus saling memahami. Bagaimana seandainya kalau dia dipijak ibu," jelas Bu kepala.
"Jangan ibu bandingkan pula anakku dengan dia, pokoknya sekali lagi anak saya kena, saya akan saya perkarakan," ucapnya sambil marah-marah dan keluar dari ruangan.
Ketika ibu itu keluar dari ruangan Bu kepala, dia bertemu dengan Rania dan Dafin yang ada di ayunan.
Langsung saja dia menuju tempat Rania,
"Hai, anak ini dalam asuhanmu, tetapi mengapa dia sampai bisa mendorong anakku, kamu makan gaji buta ya," ungkapnya tak karuan.
"Ibu menyalahkan saya atas tindakan Dafin, tetapi sikap ibu sekarang menunjukkan ibu sama saja atau lebih parah dari Dafin. Dafin begitu ada sebabnya. Sekarang ibu datang membabi buta seperti orang kesetanan, apakah ibu tak menyadarinya?" Jawab Rania.
Jawaban Rania betul-betul membuat ibu itu murka. Dia langsung menampar Rania. Akan tetap dengan sigap tangan Rania menggapai tangannya dan memelintirnya.
"Hati-hati ibu, jangan sembarang main tangan, tidak semua orang yang bisa ibu buat seenaknya," tanggap Rania.
Dia pun bergegas pergi dengan sejuta dendam yang dia tahan.
Diperjalanan, sambil menyetir, dia belum bisa melupakan kejadian hari ini. Selama ini belum ada orang yang berani menghadapinya.
"Aku akan buat perhitungan dengan kalian," ucapnya sendiri seperti dukun yang sedang membaca mantra.
Sementara pihak sekolah membahas secara alot tentang perkembangan Dafin.
Semua pendapat dari dewan guru ditampung oleh Bu kepala untuk mendapatkan solusi terbaik. Mereka sampai pada satu kesimpulan bahwa masih menerima Dafin untuk bersekolah, dengan berbagai pendekatan dan catatan.
"Ibu guru sekalian, kehadiran Dafin adalah ujian Allah buat kita untuk mengetahui sejauh mana perjuangan kita dalam mendidik, jika kita mampu mengatasi ini, itu artinya kita telah lulus ujian dan Allah telah menambah keahlian kita. Yakinlah di balik ini semua banyak hikmah yang akan kita petik. Dan masalah ibu tadi, saya akan coba juga perbincangkan dengan ibu komite. Andai dia menarik anaknya tak masalah asalkan bukan kita yang mengeluarkannya," tambah Bu kepala.
Dewan guru pun setuju dengan keputusan yang baru saja diambil.
Dengan berjalannya waktu, Dafin sudah hampir satu tahun berada di TK. Walau kemampuannya dalam hal akademik belum bisa dibilang tercapai, setidaknya Dafin bisa mulai mengenal lingkungan luar.
Dalam keadaan mengandung, Rania dengan setia menemani dan mengkawal Dafin dalam bersosialisasi mengenal arti sebuah sekolah.
"Dafin.... Ibu mau melihat Dafin menempelkan potongan gambar ini, sehingga terbentuk sebuah pohon yang tumbuh tinggi dengan buah yang lebat," Bu Tuti coba mendekati Dafin dengan naluri keibuannya.
Dafin melihat ke arah Bu Tuti sambil tersenyum. Senyuman Dafin membuat luluh hati bagi yang memandangnya. Kemudian Dafin pun mengerjakan semua yang diarahkan oleh Bu Tuti.
Betapa terampil dan tangkas tangan Dafin, yang dia lakukan sangat mengejutkan.
Cara dia menyusun dan menempel gambar, tangan terampil ini mampu menghasilkan pohon besar dengan tata letak akar, batang , daun dan buah dengan sangat sempurna. Apa yang dikerjakan Dafin jauh lebih bagus dari hasil pekerjaan temannya.
Hasil kerja Dafin dipajang di depan kelas. Ini merupakan hal yang membanggakan.
Karya Dafin di pajang dengan foto Dafin, begitu juga dengan karya yang lain.
Sejak itu, Dafin menjadi anak spesial di sekolah itu. Di balik kekurangan yang dia miliki ada kelebihan yang bisa dikemukakan. Dafin sering diajak ikut lomba anyar sekolah di bidangnya. Di samping orang mengagumi karyanya juga simpati dengan kondisi yang tampak pada postur Dafin.
Kini Dafin mampu mengharumkan nama sekolah tempat dia belajar.
Keberadaannya menjadi contoh dan sumber kekuatan bagi seorang ibu yang sering mengabaikan anaknya yang berkekurangan. Seperti mengurung di rumah, tak pernah diajak ke tengah keramaian. Seolah-olah disembunyikan keberadaannya. Tak jarang kita lihat anak yang punya keterbelakangan yang tak pernah mengenyam pendidikan hingga dia dewasa dan lumpuh, karena otot-otot nya tak pernah dilatih dan mendapat respon. Belum lagi semua keinginan, perasaan dan harapan yang terkubur dibalik tembok yang tak bersahabat.
Melihat prestasi Dafin di satu bidang, sudah membuat Farida sangat senang dan bersyukur. Walau bicaranya masih terputus dan terbata-bata. Belum lancar menulis dan membaca. Akan tetapi dukungan dan bimbingan yang dilakukan oleh Bu kepala bersama dewan guru, betul-betul tak mampu diucapkan dengan kata-kata. Hanya Allah yang mampu membalas kebaikan pejuang pendidikan tersebut.
Apalagi jika teringat ketika Bu kepala membela Dafin yang sudah membuat amarah wali murid memuncak.
Sekolah TK ini sudah menjadi incaran masyarakat, tanpa iklan bisa namanya melejit. Seolah- olah Dafin sudah menjadi mesin iklan yang handal.
Benar kata pepatah,
"Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian. Bersakit-sakit dahulu dan bersenang-senang kemudian," pikir Bu kepala.
Dia pun tak menyangka jerih payah dirinya dan dewan guru membuahkan hasil yang maksimal. Dia telah berbuat ikhlas tanpa pamrih. Namun usaha tak pernah mendustakan hasil.
Ketika pengambilan raport, Farida datang yang didampingi oleh Rania yang setia terhadap keluarga Dafin. Walau tak lama lagi dia akan melahirkan, selagi masih bisa bantu, Rania terus membantu. Dia betul-betul telah berbuat yang terbaik. Seolah dia ingin membayar apa yang dulu pernah dia lakukan kepada Dafin. Dafin menjadi seperti ini pun karena kesalahan Rania di masa lalu. Tak ada yang tahu seperti apa takdir yang akan dijalani oleh manusia. Manusia hanya bisa berusaha, berdoa dan bertawakal kepada Khalik sang pengatur alam jagat ini.Quotes
"Satu prestasi yang mendapatkan penghargaan, akan melahirkan banyak prestasi yang lain"
KAMU SEDANG MEMBACA
DON'T CALL ME AUTISM
Fiksi IlmiahSeorang anak yang mengalami cedera waktu kecil, dan mendapatkan perlakuan tidak baik dari ibu asuh dan mengakibatkan semakin terganggu psikisnya sampai akhirnya semua menjadi terungkap.