Dari tadi malam, Dafin menangis dan terus menanyakan,
"Abang mana?" tanya Dafin sambil terisak-isak.
"Belum pulang, Nak. Mungkin ke rumah teman," jawab ibunya.
"Beryl, tolong ajak adikmu main, bang Azelmu belum pulang,"
"Tumben, Bang Azel keluyuran, bukankah biasanya di rumah saja?" tanya Beryl.
Ibunya tak menjelaskan apa yang menyebabkan Azel meninggalkan rumah. Beryl berusaha untuk mengajak Dafin bermain, walaupun itu bulan hobinya sama sekali. Dafin tetap saja tak mau berhenti menangis hingga larut malam.
Sampai akhirnya Beryl tertidur,. Dafin tetap saja belum bisa diam.
"Bang, coba Abang gendong Dafin itu, moga dia mau diam dipelukan ayahnya.
"Haa, aku yang akan gendong Dafin? Aku kan laki-laki, jangan buat Dafin menjadi bermanja, dan nanti akan menyusahkan," jawab Erwin yang berhati batu itu.
"Ya sudah lah memang nasib anak ini tak dapat sentuhan seorang ayah.
Farida pun menggendong Dafin dan mendiamkan,
"Bobok lagi ya, sudah malam, semua orang sudah tidur," ucap Farida sambil meninabobokan Dafin.
Rania tak tergerak hatinya untuk mendiamkan Dafin.
Setelah beberapa saat, Dafin tertidur.
Farida bermaksud untuk bicara serius dengan suaminya, prihal Azel.
"Bang, dimanakah Azel sekarang, apakah Abang memikirkannya, tidakkah perlu di untuk dicari ?" tanya Farida.
Erwin diam seribu bahasa, dia tak sanggup menjawab. pertanyaan ini.
Dalam hati Erwin berkata,
"Benar juga, dimana Azel saat ini ya, nekat juga anak itu."
Azel yang berwajah lembut itu sedang mengikuti Ridho yang maskulin itu. Mereka asyik dengan game online. Semakin larut malam, permainan mereka semakin seru.
"Maaf Ridho, aku lapar ni.. apakah ada makanan di belakang?" tanya Azel.
"Oh iya aku lupa. Ada kok, yuk kita makan," ajak Ridho.
Ketika mereka makan dengan lahapnya, Bi Ina muncul dari kamar belakang,
"Ridho? Baru makan selarut ini? Eh ada temanmu juga, kapan dia datang?" tanya Bi Ina kaget.
"Sejak magrib loh Bi, itulah Bibi sibuk aja di belakang," jawab Ridho.
"Kok tumben pakai acara nginap, apakah sudah izin orang tua?" tanya Bi Ina kepo.
Azel ngak berani menjawab, dia hanya melanjutkan makannya.
Bi Ina pun tak melanjutkan pertanyaan, hanya saja Bi Ina agak bingung, kok bisa anak seusia itu bisa nginap di rumah teman.
Ridho dan Azel kembali ke kamar, sambil tiduran di atas ranjang yang empuk itu, Ridho kembali membuka handphone kesayangannya dan mengajak Azel membuka berbagai aplikasi yang ada di handphone tersebut.
Seperti orang yang sedang menjelajah dunia maya, Ridho terus memperlihatkan fitur-fitur yang ada di handphone tersebut, mulai dari game, YouTube dan lainnya bahkan sampai Ridho membuka situs yang tidak layak dibuka oleh anak seusianya.
Azel yang lugu itu hanya menyaksikan semua hal-hal yang aneh yang belum pernah dia tahu sebelumnya. Azel yang hidup sederhana, sungguh berbeda dengan Ridho yang hidup serba berkecukupan.
Dalam hati Azel berkata,
Lihat saja, jika ayahku masih marah-marah tak jelas, aku akan pergi ke rumah Ridho ini."
Perhatikan Azel seolah sudah teralihkan, dia yang selalu ingat tentang Dafin, seolah di malam selarut itu wajah Dafin sudah tak terlintas di pikirannya.
Tanpa aturan, mereka tidur bukan di jam tidur, tetapi kapan mata terpejam saja. Mereka baru tertidur menjelang pagi. Walau hari itu hari Senin, akan tetapi Azel tidak ada tanda-tanda akan berangkat ke sekolah, biasanya jam segitu, Azel sudah sampai di sekolah. Namun saat ini Azel masih saja berteman batal guling terkapar di atas ranjang yang empuk.
Hampir ini belum pernah terjadi, karena Azel yang dikenal oleh gurunya anak baik dan pendiam yang tak pernah bolos.
Beda halnya dengan Ridho yang sikapnya sudah terbaca oleh guru di sekolah, Ridho seperti ayam bertelur. Sehari ke sekolah dan hari berikutnya tak kelihatan lagi batang hidungnya.
Biasanya, jika Ridho ke sekolah, dia selalu mentraktir temannya terutama Azel.
Farida, yang masih bingung dan khawatir, di mana Azel saat ini. Pikirannya tak tenang, dia berusaha untuk libur kerja sehari ini, akan tetapi tak dapat izin. Farida tetap berangkat kerja walau sudah terlambat. Beryl yang bersiap untuk berangkat sekolah,
"Beryl, abangmu belum juga pulang, nanti pulang sekolah, kamu jangan kemana-mana, langsung pulang dan jaga Dafin," pinta Farida sebelum berangkat.
"Tapi Bu ...."
Belum selesai Beryl membantah, Farida langsung menstop,
" Jangan membantah, Ibu kerja, tantemu juga sibuk, jadi Beryl bisa bantu jaga adikmu."
Beryl tak membantah lagi dan langsung berangkat.
Tinggallah Dafin yang masih tertidur di kamar. Sementara Rania sedang menjemur cuciannya.
Erwin yang bekerja sebagai buruh, juga tidak bisa semangat dan konsentrasi, banyak masalah yang telah menumpuk. Uang gajian yang sudah habis di meja judi, anak sulung yang pergi akibat ocehannya, semua itu membuat dia tak konsentrasi.
"Erwin, kamu kerja atau melamun, dari pada melamun, lebih baik pulang, tak usah kerja, dari pada membahayakan keselamatan diri dan orang lain," ucap mandor tiba-tiba disampingnya.
"Maaf Pak, tadi aku banyak pikiran, sekali lagi maaf dan aku akan hati-hati," ucap Erwin sambil minta maaf.
Dafin terbangun dari tidurnya, dia menangis. Seperti biasa, Rania tidak memperdulikannya. Dafin terus merengek minta makan,
"Lapar Nte, Dafin lapar," rengek Dafin.
"Hai, kamu jangan rewel ya, Aku masih banyak pekerjaan," bentak Rania.
"Dafin ketakutan, dan dia memanggil abangnya,
"Bang Azel, Dafin lapar."
"Hii, berisik, abangmu tak ada di rumah, dan mungkin tak akan kembali, jadi jangan kamu panggil terus!" bentaknya lagi.
Dengan kesal, Rania memberikan makanan dan minuman kepada Dafin.
"Ini, silakan suap sendiri, jangan harap aku yang akan menyuapimu!"
Entah setan apa yang merasuki Rania pagi itu, bawaannya marah saja, dan Dafin menjadi tumpahan kemarahannya.
Dafin makan berserakan, air tumpah dan lantai jadi kotor.
Melihat kondisi itu, Rania bertambah marah.
"Aduh... Aduh... Sudah kubilang jangan makan berserakan." Rania pun menarik rambut Dafin, menyeretnya dan menekan kepala Dafin dan menghempaskan ke dinding.
Lelaki kecil malang itu sock dan ketakutan. Belum lagi memar di kepala bagian belakang. Matanya berkunang, dia melihat tantenya sedang berdiri miring di depannya.
Kejadian itu berulang kali terjadi pada Dafin di bulan ini. Tak ada seorang pun yang tahu. Apa yang di derita Dafin, hanya Dafin yang tahu.
Sementara Azel yang sudah seperti kecanduan game bersama Ridho, pulang sekolah langsung Singgah di rumah Ridho. Seolah dia sedang mengabulkan keinginan ayahnya untuk bermain luar rumah. Apalagi dia sudah terkena jerat Ridho.
Hubungan Azel dengan ayahnya tetap saja tidak baik. Walau Azel sudah mulai jarang di rumah.
Farida yang sibuk memasak menyiapkan makanan di rumah sakit, tidak bisa fokus untuk merawat dan menjaga anaknya.
Kini, kehidupan keluarga itu seolah-olah sedang berlomba mencari sesuatu yang tidak pasti.
Kondisi Dafin yang mulai berubah secara mental akibat rasa sakit di kepalanya, ditambah sikap dan ucapan Rania yang kasar yang sudah memporak porandakan mental Dafin, seolah tak seorang pun yang tahu di rumah itu.Quotes
"Sesuatu yang buruk, yang terus dibiasakan, seolah itu dipandang baik oleh pelakunya, maka berhati-hatilah dalam berbuat"
KAMU SEDANG MEMBACA
DON'T CALL ME AUTISM
Ficção CientíficaSeorang anak yang mengalami cedera waktu kecil, dan mendapatkan perlakuan tidak baik dari ibu asuh dan mengakibatkan semakin terganggu psikisnya sampai akhirnya semua menjadi terungkap.