Episode 3 Keceriaan Dafin

4 0 0
                                    

Pagi itu Dafin sedikit rewel, dia minta digendong terus dengan ibunya, untung saja hari Minggu.
Melihat kondisi itu, Azel mengusulkan kepada ibunya agar mengajak Dafin untuk jalan pagi.
"Ibu, sepertinya Dafin ingin diajak jalan Bu, bisakah kita jalan pagi ini ke taman kota, sambil rekreasi dan juga melakukan olah raga ringan," usul Azel.
Mendengar usul Azel, Beryl bersemangat, dan menguatkan usul Azel,
"Benar Bu, ayolah kita jalan-jalan ke taman kota, di sana banyak tempat bermain," pinta Beryl.
Beryl yang memang hobby jalan, akan sangat menikmati untuk diajak jalan.
"Usulan kalian memang sangat tepat, akan tetapi ini namanya dadakan, coba kalau usulnya kemarin sore, kita akan punya persiapan bekal yang akan dibawa, lagi pula ayahmu belum pulang dari semalam, ibu agak cemas, Nak," jawab Farida.
"Ah Ibu, ayah kan sudah besar tak perlu dicari dan dirisaukan, mungkin saja dia tidur di rumah temannya," sela Beryl.
"Tetap saja ibu khawatir Beryl, kalau terjadi sesuatu bagaimana," timpal Azel.
"Ah Abang cemen, ayah saja tak peduli kita, ngapain repot mikirin dia," ucap Beryl kesal.
"Sudah, sudah kok jadi bahas yang ngak penting, bagaimana pun dia adalah ayah kalian, yang sudah menafkahi untuk kebutuhan sehari-hari, tak baik bicara begitu. Beryl, kamu lakukan saja yang terbaik, belajar yang tekun, jangan keluyuran yang tak jelas dan doakan ayahmu supaya Allah memasukkan jiwa kasih sayang ke dada ayahmu. Setiap orang bisa berubah. Banyak orang yang awalnya tidak baik, malah akhirnya jauh lebih baik. Sebaliknya, ada orang yang awalnya baik, akan tetapi berubah menjadi sangat jahat. Jadi kita tak boleh mencap seseorang, apalagi itu adaah ayahmu sendiri," jelas Farida dengan tenang.
"Begitu ya Bu, baiklah moga kelak ayah bisa menyayangi kami seperti ayah-ayah yang lain," jawab Beryl polos.
"Moga begitu, kami ingin bisa bermain, bercanda dan bermanja dengan ayah seperti teman-tan kami yang selalu diperhatikan oleh ayahnya," tambah Azel.
"Aamiin, insyaallah doa dan harapan kalian segera dikabulkan Allah, aamiin," ucap Farida menguatkan.
Mendengar pembicaraan mereka di ruang tengah, tiba-tiba Rania sedikit emosi,
"Kalian masih kecil sudah pandai memperbincangkan ayah kalian, dasar tak sopan, aku tersinggung, ayah kalian itu Abang sepupuku, nanti kalau dia tahu kalian berani membicarakan dia, kalian kena hajar satu per satu. Mau aku laporkan?" Ucap Rania.
"Waduh, Tante, jangan suka nambah masalah. Emangnya Tante suka melihat kami kena marah, lagian yang kami omongin kan kenyataan," jawab Azel kesal. Azel adalah yang banyak tahu tentang tantenya selama ayah ibunya bekerja di luar rumah.
"Itu kan, Azel membantah lagi!" Jawab Rania.
"Sudahlah Rania, jangan diperpanjang, dan jangan menambah masalah. Kita orang dewasa berusaha membantu masalah yang dihadapi anak-anak, jadi jangan membuat mereka semakin menjauhi ayahnya," jawab Farida.
"Iyalah Kak," balas Rania dan kembali ke kamar.
Jadi, bagaimana dong, apakah kita jadi ke taman kota? Tanya Beryl lagi.
"Ibu rasa, Minggu ini kita tunda dulu, kita rencanakan Minggu depan, karena ibu belum mempersiapkan bekal kita. Enaknya, kalau kita ke taman kota, ibu masak dulu makanan yang banyak dan enak, supaya kita di sana tak kelaparan. Di sana ada sih yang jual makanan, akan tetapi cukup mahal, sedangkan kita pas-pasan dan harus berhemat," jawab Farida.
"Bu, kalau begitu aku ajak Dafin mani ke lapangan segi tiga ya Bu, mumpung masih pagi," tawar Azel ke ibunya.
"Bisa juga Azel, akan tetapi ibu ingin Beryl juga belajar mengasuh adik, Beryl kan anak perempuan," jawab Farida.
"Laki-laki perempuan sama saja Bu, yang suka mengasuh Dafin Bang Azel, biar aja Bang Azel, kalau aku ngak pandai, nanti malah Dafinnya nangis," jawab Beryl mengelak.
Farida heran dan geleng kepala kok bisa ya Beryl yang perempuan tak peduli dengan Dafin, sementara Azel yang laki-laki sangat senang dan telaten dengan Dafin. Farida pun termenung sesaat. Dia mencoba mengingat kebiasaannya dulu waktu hamil.
"Aku dulu ketika mengandung Azel, aku agak cengeng dan suka sekali merawat bunga untuk menghibur hati ini. Dan ketika mengandung Beryl, dulu aku sering bersikap keras dan berontak. Semua sikap kasar Erwin, aku tak bisa diamkan dan aku selalu melawan. Apa ini ya yang membuat sikap anakku begini ya. Apakah ini hukuman Allah atas sikapku dulu ya," ucap Farida dalam hati.
"Kok Ibu diam, lagi mikirin apa? Aku mau pergi main saja, aku pamit, dan aku minta uang lima ribu rupiah," pinta Beryl.
Farida mengeluarkan uang dari tas kecilnya yang sudah lusuh dan memberikan uang jajan Beryl, hari Minggu mereka mendapatkan yang jajan spesial, di hari biasanya hanya tiga ribu rupiah.
"Beryl, sebenarnya ibu agak cemas kalau kami bermain terlalu jauh, karena kamu seorang perempuan. Jangan main terlalu lama dan terlalu jauh, kamu masih kecil. Hati-hati dan jaga diri, walau pun kita menganggap teman dan baik," pesan Farida sambil memberikan uang kertas bergambar Imam Bonjol itu.
"Iya Bu," jawab Beryl sambil berlari meninggalkan rumah.
Sementara Azel yang tidak meminta uang jajan, minta izin untuk membawa Dafin.
menggendong Dafin untuk bermain di lapangan Segi Tiga.
"Azel,ini uang sepuluh ribu rupiah, nanti kalau Dafin minta jajan, belikan saja, jangan lalai demi keselamatan adikmu," pinta Farida.
"Terima kasih Bu," jawab Azel sopan.
Tampak di muka Dafin keceriaan, karena dia tahu,. Abangnya akan mengajaknya jalan.
"Adik, pamit dengan Ibu, salam dengan Ibu," ucap Azel mengajarkan adiknya.
Lapangan Segi Tiga, walau sangat kecil, namun cukuplah untuk tempat bermain, banyak pohon dan bunga yang bejejer di sekeliling lapangan tersebut. Ada juga ayunan dan jungkak jungkit di sana. Dafin sangat senang mengejar ayam dan itik yang sedang riang di antara bunga-bunga yang indah dan mekar itu.
Azel tidak ingin kejadian semalam terulang lagi, sehingga Azel mengikuti dan membuntuti Dafin dengan jarak sangat dekat.
Di lapangan itu bukan hanya ada Azel dan adiknya. Akan tetapi banyak juga ibu-ibu yang bermain dengan anak balitanya dan juga ada kakak-kakak yang menjaga adiknya. Walau pagi itu kebanyakan perempuan yang ada di lapangan, Azel tak merasa terasing dan risih di tengah kumpulan para kaum hawa. Terlihat juga beberapa anak laki-laki yang sedang bermain badminton.
Dafin yang mungil dan lucu itu sampai keringatan, namun belum juga merasa capek. Dia terus berusaha mengejar ayam yang sedang sibuk memperebutkan cacing tanah.
'Dafin, kita pulang yuk," sapa Azel.
"Tak mau," jawab Dafin yang asyik berlari menganggu ayam itu.
Tak lama kemudian, Dafin pun merasa letih dan haus,
"Bang, beli minum, beli kue," pinta Dafin yang lucu itu.
"Ayolah, kita beli minum dan juga kue, setelah itu kita pulang ya, cahaya matahari semakin menyengat,"pinta Azel lagi
"Tak mau, pingin main lagi," jawab Dafin.
Azel membelikan Dafin minuman dan kue ke warung yang ada di depan Lapangan Segi Tiga itu.
"Dafin, duduk ya, silakan minum dan makan kue ya, eef tunggu dulu, baca bismillah dulu ya," Azel menanamkan nilai karakter kepada adiknya.
Dafin yang lugu itu mengikuti saja arahan abangnya, setelah habis minuman dan makanan ringan, Dafin melanjutkan aktifitasnya.
Setelah Azel merasa cuaca sudah mulai tak bersahabat, Azel membujuk adiknya untuk pulang.
"Dafin, ayo naik ke punggung Abang, kita akan terbang, anggap aja ini pesawat ya, satu, dua, tiga...
Azel pun mampu menundukkan adiknya dan meninggalkan lapangan yang mulai sepi itu.

Quotes
"Tanamkan nilai kebaikan itu dari sejak dini, agar kelak menjadi karakter yang bisa dibanggakan"

DON'T CALL ME AUTISMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang