『08』Lebih Dari Siapapun

297 76 9
                                    

“Kak Yudhis nggak ada di kamarnya!” lapor Hani panik pada Noa yang baru selesai mengangkat jemuran.

“Hah?”

“Kak Yudhis nggak ada di kamarnya. Saya juga nggak nemuin dia dimana-mana.” Hani mengulang ucapannya.

“Dia lagi keluar mungkin.”

“Kemana? Kak Yudhis nggak pernah keluar rumah sejak hari itu.” Noa terdiam. Benar kata Hani, sejak pulang dari rumah sakit kakaknya terus mengurung diri di rumah seakan mengisolasi dirinya dari dunia luar. Jangankan keluar rumah, keluar kamar saja dia jarang. Paling-paling hanya untuk ke kamar mandi atau mengambil makanan dari dapur.

“Sebentar aku telpon.” Noa buru-buru mengeluarkan ponsel dan segera menghubungi kakaknya meski usahanya itu tidak berhasil karena hanya suara operator yang menjawab, memberitahu bahwa nomor kakaknya sedang tidak aktif. Padahal ini kali pertamanya lagi Noa menghubungi nomor itu setelah sekian lamanya.

“Ayo kita cari!”

“Mau nyari kemana?”

“Kemana aja, saya khawatir sama Kak Yudhis.” Tak seperti Hani yang begitu mencemaskan kakaknya, Noa terkesan biasa saja.

Kalau boleh jujur, sebenarnya ia sudah tidak peduli dengan apapun yang terjadi pada kakaknya. Ia benci dengan orang yang sudah menyerah terhadap hidupnya. Bahkan pernah dia berharap kalau kakaknya pergi saja dari kehidupan mereka jika itu bisa membuat Hani terlepas dari bayang-bayangnya.

“Noa, ayo!”

“Nggak usah!” Noa menahan tangan Hani yang barusan menarik tangannya.  “Dia bukan anak kecil Han, dia pasti bisa ngurus dirinya sendiri.”

“Tapi No—”

“Dengan kondisi kaya gitu dia nggak bakal pergi jauh. Jadi, kita tunggu aja di sini.”

Hani mengatupkan rahangnya dan menunduk pasrah. Ia menuruti ucapan Noa dan menunggu Yudhis di dalam sembari membantu beres-beres dan menyiapan makan malam.

Namun, sampai adzan isya berkumandang sosok Yudhis tak juga muncul membuat kekhawatiran Hani semakin menjadi-jadi. Ia meremas kuat-kuat ponsel pintarnya sambil berdiri di depan pintu. Memperhatikan tiap-tiap orang lewat berharap diantara salah satu mereka ada sosok Yudhis yang berjalan ke arahnya.

Setengah jam ia berdiri di sana. Alih-alih bertemu Yudhis, Hani justru bertemu Om Irfan yang baru pulang kerja dan keheranan melihat Hani diam berdiri di luar rumah.

“Kamu ngapain berdiri di sini?” tanya Om Irfan setelah memarkirkan mobilnya di garasi.

“Nunggu Kak Yudhis Om.”

Pria yang merupakan ayah dari Noa dan Yudhis itu mengenyitkan dahinya bingung. “Yudhis memangnya gak ada di rumah?”

Hani menggeleng. “Dari tadi siang belum pulang.”

Reaksi serupa didapati dari Om Irfan yang agak terkejut mendengar penuturan Hani. Tak biasanya Yudhis keluar rumah apalagi sampai larut begini. Kalau berbicara soal Yudhis yang dulu mungkin beliau tidak akan heran, tapi mengingat putra sulungnya sudah berubah drastis sejak kecelakaan waktu itu, ia jadi ikut khawatir.

“Tunggu di dalem aja Hani, udah malem banyak nyamuk.” Meski enggan, Hani tidak bisa membantah ucapan Om Irfan. Maka ia hanya mengagguk lesu dan kembali ke dalam dimana Noa berada dan terlihat sedang menyaksikan salah satu tayangan di televisi tanpa minat.

“Oh, kamu juga ke sini?” ujar Om Irfan begitu melihat putra bungsunya. Noa hanya menoleh sekilas lalu kembali pura-pura fokus pada layar televisi.

Three Little Words [𝙴𝙽𝙳]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang