『18』Setitik Harap

161 46 15
                                    

“Aku ngikutin kamu ke sini buat denger penjelasan kamu Han, bukan mau ngeliatin kamu diem,” tutur Noa setelah hampir lima menit tidak ada satu kata pun keluar dari mulut perempuan di depannya.

“Maaf Noa.” Hani akhirnya bersuara lirih. Ia tak berani mempertemukan pandangnya dengan Noa.

“Buat?”

“Saya sama Kak Yudhis udah jadian, tadinya saya mau cerita ke kamu kalau saya udah siap, tapi kamu malah tau dengan cara kaya tadi.”

Ada jeda mengisi sebelum Noa menimpali ucapan Hani. Lelaki itu sempat memejamkan mata sambil mengembuskan napas berat. Noa sedang mencoba menahan amarahnya. “Aku nggak masalah kalau kamu jadian sama Kak Yudhis, tapi tadi dia bilang apa? Tidur bareng? Kalian bercanda kan?”

Hani bungkam membiarkan pertanyaan Noa tergantung tanpa jawaban. Ia bingung bagaimana harus menjelaskan, tapi diamnya Hani membuat Noa malah semakin terperangah.

“Han seriously? Kamu nggak mungkin ngelakuin itu kan?” Jelas saja Noa tak mau langsung percaya, bagaimana pun ini soal Hani. Jangankan tidur bareng, dia gandengan tangan dengan lawan jenis saja sangat jarang.

“Noa, I love him so much, saya rela ngelakuin apa aja selama itu bisa bikin Kak Yudhis bahagia.”

“Terus sekarang kamu pikir dia bahagia?” tanya Noa skeptis. “Suka boleh, bego jangan Han. Ini nggak kaya kamu yang biasanya, Hani yang aku kenal gak mungkin ngelakuin hal kaya gitu.”

“Saya tau Noa. Saya tau seharusnya saya nggak ngelakuin itu, tapi keadaan Kak Yudhis tadi malem bikin saya nggak bisa nolak. Kak Yudhis lagi butuh pelarian dan saya nggak mau lihat Kak Yudhis mabuk-mabukan atau minum obat-obatan aneh. Lebih baik biar saya yang dia jadikan pelarian dari semua masalahnya.”

Wait, mabuk-mabukan?” sela Noa membuat Hani tersentak. ia baru sadar kalau tak seharusnya ia memberitahu Noa soal itu. “Dan obat-obatan apa maksud kamu?”

“Nggak, maksud saya ... itu ....” Hani menggantungkan ucapannya sembari mencari jawaban logis untuk diberikan pada Noa, tapi Hani bukanlah orang yang pandai berbohong. Sorot matanya yang gelisah tak bisa dia sembunyikan.

“Udah sebrengsek apa dia selama ini?” Noa hilang kesabaran. Dia bangkit dan berniat untuk kembali ke rumahnya, tapi Hani yang bisa menebak jalan pikirannya langsung menahan pergelangan tangan Noa.

“Noa jangan!” pinta Hani. “Tolong kasih waktu dulu buat Kak Yudhis, saya janji saya bakal bantu dia berubah.” Hani ikut berdiri dan semakin mengencangkan pegangannya pada tangan Noa.

“Han, orang kaya dia bakal susah buat berubah, yang ada dia bakal semakin brengsek dan ujung-ujung cuma bakal bikin malu keluarga.” Raut wajah Noa sudah sepenuhnya mengeras. Ia sudah tidak lagi mencoba berdamai dengan Hani ketika sekelebat masa lalu perlahan mulai menyambangi pikirannya.

“Noa please ....”

“Aku capek Han, aku nggak mau kejadian kaya dulu keulang. Udah cukup selama ini aku mencoba sabar dan bertahan dengan semua cacian yang aku terima tentang keluargaku. Kalau pada akhirnya dia bakal bikin keluargaku dihujat lagi, mending aku suruh dia pergi aja. Aku udah nyerah berharap sama dia,” kata Noa final. Bukannya ia teramat peduli pada citra keluarganya yang sudah hancur sejak beberapa tahun lalu, Noa hanya ingin menyelamatkan sisa harga dirinya.

Gara-gara Yudhis, Noa merasa sudah gagal menjaga Hani. Dia merasa sudah mengkhianati kepercayaan yang dititipkan nenek Hani padanya, walau Noa tahu bukan dia penyebabnya.

⋆⋆⋆

Ketika Noa kembali ke rumah dan siap menumpahkan seluruh amarahnya, Yudhis sudah tak terlihat di sana. Rumahnya kosong melompong meski Noa sudah mencarinya ke setiap ruangan.

Three Little Words [𝙴𝙽𝙳]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang