『12』Pemilik Hati

270 53 50
                                    

“Buset panas bener, neraka lagi bocor apa ya?” keluh Gavin setibanya dia di kampus.

Sebenarnya jadwal kuliah Gavin sudah selesai setengah jam yang lalu. Dia juga sudah pulang ke kosan ketika grup kosnya ribut gara-gara salah satu teman kosnya ngespam chat mencari orang untuk dimintai tolong mengambilkan tugasnya yang ketinggalan, dan dengan entengnya Abian langsung bilang kalau Gavin sedang di kos. Sialnya lagi saat itu memang cuma Gavin yang sudah pulang.

Mau tak mau akhirnya dia kembali lagi ke kampus. Menunda sejenak kegiatan rebahannya hanya demi sang teman kos tercinta.

Dengan ogah-ogahan, Gavin menyeret langkahnya ke gedung jurusan ilmu komunikasi. Bergerak sesuai dengan petunjuk yang temannya berikan hingga akhirnya berhasil mengantarkan tugas yang sudah diprint dan dijilid rapi itu.

Thanks ya Vin, penyelamat gue banget lo. Entar gue teraktir dah ya,” ucap temannya Gavin sambil menepuk pelan bahunya dan kembali ke dalam kelas secepat kilat. Gavin cuma bisa menghela napas, dia bahkan belum menjawabnya.

“Sama-sama San sama-sama,” gumam Gavin lalu melangkah pergi. Teman yang Gavin maksud itu namanya Sano, penghuni kamar pojok yang jadi favorit abang-abang kos sama kaya Surya. Soalnya mereka sama-sama punya senyum manis dan vibes positif katanya. Belum lagi sifat ramah dan sopannya membuat siapapun langsung menyukai mereka, berbeda dengan Gavin kecuali kalau dia sedang dalam mode waras atau sedang mendekati perempuan maka sifatnya bisa jadi mirip seperti Surya dan Sano.

“Gue mampir alfa dulu aja apa ya buat beli cemilan?” Gavin bermonolog ketika kakinya membawa dirinya turun menuruni anak tangga.

“Oke, gue suruh Reno aja yang beli. Paling entar malem dia mampir hehe.” Gavin cengar-cengir sendiri. Kalau ada orang yang melihatnya, mungkin dia akan dikatai Aneh. Walau Gavin memang aneh sih.

Saat Gavin keluar gedung jurusan dan berniat langsung ke parkiran, langkahnya tiba-tiba terhenti ketika melihat dua sosok tak asing baginya sedang terlibat dalam sebuah percakapan.

Sebelah alisnya mengernyit melihat tingkah si lelaki saat si perempuan sedang menjelaskan sesuatu padanya, dan yang membuat Gavin syok adalah ketika diakhir percakapan, si lelaki yang dia kenal sebagai manusia papan triplek alias datar banget, tiba-tiba menyunggingkan satu senyuman manis. Gavin sampai mengira kalau dia salah lihat.

Lalu sebelum otaknya sempat berpikir, kakinya sudah lebih dulu melangkah ke arah mereka dan dengan santainya dia menyapa si perempuan.

“Eh, ada mantan,” kata Gavin yang tahu-tahu sudah berdiri di depan mereka.

“Gavin? Ngapain lo di sini?” kaget sang perempuan.

“Mau silaturahmi sama mantan.”

“Silaturahmi tuh harusnya sambil bawa makanan atau apa gitu,” balasnya tak kalah santai.

“Hehe kelupaan, next time deh ya Li.” Gavin menunjukkan cengirannya pada perempuan yang dia sebut mantan, yang tak lain adalah Rulia.

Meski kisah asmara diantara mereka sudah berakhir, tapi tak membuat keduanya lantas berakhir jadi musuh. Gavin dan Rulia masih berteman yang walau tidak sedekat dulu, tapi cukup dekat untuk saling sapa tanpa canggung apabila mereka tak sengaja bertemu.

“Minimal Jco gue baru mau nerima.”

“Yah, padahal mau gue bawain cilok yang sering mangkal deket SMA kita dulu. Enak banget kan?”

Gavin dan Lia malah asik berbincang seolah melupakan satu lagi manusia yang masih ada di sana, hingga seseorang mamanggil Lia dari kejauhan yang sontak membuat mereka bertiga menoleh ke arahnya.

Three Little Words [𝙴𝙽𝙳]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang