“Gue nggak tau harus mulai nyerita dari mana, tapi intinya Yudhis lagi gak baik-baik aja. Dia berencana mau bunuh diri,” ungkap Hansel menjadi kalimat pembuka obrolan mereka malam itu.
Hani terkesiap. Kedua matanya berhenti berkedip untuk beberapa saat selama otaknya masih memproses informasi yang baru diterimanya.
Bunuh diri?
“Gue juga awalnya sama kaya Yudhis. Bukan cuma gue, tapi semua anak-anak yang ada di sana punya niat yang sama.”
“Anak-anak di sana?” Kali ini Hani merespon dengan bertanya.
Lalu Hansel mengangguk dan mulai menceritakan tentang perkumpulan rahasia mereka. Perkumpulan yang hanya dihadiri oleh orang-orang tertentu dengan tujuan tertentu pula. Hansel bilang mereka itu bisa dikatakan sebagai club bunuh diri, karena semua orang yang ada di sana memang berniat untuk bunuh diri.
“Gue gak tau gimana awalnya perkumpulan itu bisa dibentuk, gue gak sengaja tau dari salah satu temen gue terus diajak join. Awalnya kita cuma sekedar chat di grup, tapi kemudian temen gue ngajak orang-orang yang tinggal di daerah yang sama kaya kita buat kumpul. Sebenernya kita bukan yang pertama mengusulkan ide buat kumpul, orang lain di grup itu juga sering melakukan hal yang sama. Mereka yang tinggal deketan melakukan pertemuan rahasia, bertukar cerita sambil merencanakan bagaimana mereka akan mengakhiri hidup mereka.”
“Kenapa Kak Yudhis bisa ikut gabung ke grup kaya gitu?”
Hansel mengangkat kedua bahunya. “Gue gak tau.”
Hani menelisik lelaki itu, entah harus percaya atau tidak sebab apa yang baru saja didengarnya lebih mirip seperti skenario film dari pada cerita nyata tentang Yudhistira dan teman-temannya.
“Ini temen gue.” Hansel menunjukkan sebuah foto di ponselnya. Dalam foto itu tampak Hansel dengan seorang laki-laki asing yang tak Hani kenal.
“Dia orang yang pertama bunuh diri di perkumpulan kita. Dia meninggal karena overdosis.”
Hani ternganga sementara Hansel hanya tersenyum tipis sambil kembali menjelaskan tentang Yudhistira dan perkumpulan aneh teman-temannya.
Begitu ceritanya selesai, Hansel menerawang jauh ke depan. Sejujurnya ia ingin meninggalkan perkumpulan itu, tetapi ia masih tidak bisa lepas seutuhnya. Hansel masih belum menemukan tempatnya untuk pulang. Maka ia membiarkan dirinya tetap singgah di sana sampai semua masalahnya selesai dan ia lebih berani untuk menghadapi dunia luar.
Berbeda dengan dirinya, Hansel bisa melihat bahwa Yudhis sebenarnya sudah punya tempat untuk pulang, hanya saja ia lebih memilih untuk melarikan diri karena merasa tak pantas lagi untuk berada di sana. Satu-satunya yang bisa menyelamatkan Yudhis adalah mengembalikan rasa percaya dirinya bahwa apapun keadaannya, dia selalu diterima.
“Apa saya boleh ketemu sama Kak Yudhis?” Suara Hani yang memecah keheningan di menit berikutnya berhasil membuat atensi Hansel kembali padanya.
Lelaki itu menoleh, terdiam sejenak lalu mengangguk sambil tersenyum tipis. “Tapi gue gak bisa ngejanjiin apa-apa, mau nggaknya Yudhis pulang tergantung usaha lo nanti.”
“Iya saya ngerti Kak, makasih udah mau cerita sama saya.”
“Oh, ada satu lagi yang belum gue ceritain.”
Hani menelengkan kepalanya menunggu lanjutan ucapan Hansel.
“Waktu gue nganterin Yudhis malem itu, salah satu temen kita siangnya meninggal. Dia meninggal karena kecelakaan motor yang dia sengaja.”
“Pantes aja malam itu Kak Yudhis agak aneh,” gumam Hani.
“Mungkin itu juga jadi salah satu pemicu Yudhis ngambil keputusan ini.” Hansel ikut prihatin. Lalu dia dan mobilnya membawa Hani ke tempat dimana Yudhis berada.
KAMU SEDANG MEMBACA
Three Little Words [𝙴𝙽𝙳]
Ficción GeneralSejujurnya Gavin tidak pernah mempercayai hal-hal tahayul atau kisah-kisah mistis yang sering diceritakan orang-orang, tapi pertemuannya dengan gadis di sanggar tari malam itu membuat keyakinan Gavin goyah. Apa gadis yang dilihatnya malam itu manus...