Ketika Yudhis terbangun dari tidurnya, dia terkejut mendapati sosok Hani terlelap di sofa sebelahnya. Ia mengerjap lambat mencoba mengingat-ingat kejadian sebelum dia tak sadarkan diri, tapi hingga beberapa menit belalu dia tak menemukan sepenggal memori yang dapat menjawab mengapa Hani bisa berada di sini.
Tidak mungkin kan dia mengajak Hani ke sini atau memberi alamat rumah ini pada Hani?
Apa jangan-jangan Yudhis sedang berhalusinasi? Atau dia sebenarnya sudah mati?
Yudhis panik sendiri. Di tengah-tengah kebingungannya, Hansel tiba-tiba muncul dari dapur sambil membawa secangkir kopi hangat. Langkahnya terhenti begitu melihat Yudhis sudah bangun.
“Gue masih hidup?” gumamnya pada diri sendiri, tapi Hansel bisa mendengarnya.
“Kalau lo udah mati, lo ada di neraka sekarang!” kata Hansel ngasal. Lalu ia duduk di sofa tunggal dan meletakan cangkir kopi di atas meja yang sudah bersih. Tidak ada lagi botol-botol minuman di sana, hanya tersisa asbak saja.
Semalam Hani sempat syok melihat belasan botol minuman asli. Seumur-umur ia hanya pernah melihatnya di layar televisi saja lalu dengan telaten perempun itu membereskannya hingga ruangan yang mereka tempati sekarang sudah lebih layak dan enak dilihat.
“Kalau lo mau nanya kenapa Hani bisa ada di sini, dia nyariin lo semalem terus yaudah gue bawa ke sini aja.” Hansel mengeluarkan rokok dan pematik dari dalam sakunya lalu mengambil sebatang dan menyelipkannya diantara kedua bibir.
Yudhis terdiam sambil mengambil napas dalam-dalam. Nyeri pada kepalanya ia coba abaikan dan memilih untuk fokus memikirkan apa yang harus ia lakukan pada Hani sekarang.
“Harusnya lo nggak ngajak dia ke sini,” kata Yudhis pelan.
Hansel mengamati raut wajah Yudhis yang kacau. Ia tahu Yudhis sekarang pasti sangat kebingungan, tapi mau bagaimana lagi? Ini satu-satunya cara untuk menyelamatkan laki-laki itu.
“Gue nggak tega liat dia nyariin lo.” Hansel menyesap rokoknya kemudian mengembuskan asapnya ke udara.
“Dia satu-satunya orang yang paling gue hindari sekarang.”
“Kenapa? Bukannya dia suka sama lo?”
“Dan gue nggak suka sama dia, itu masalahnya.” Pergerakan Hansel terhenti sejenak. Ia menerka-nerka apa inti masalah yang sedang Yudhis hadapi.
“Kenapa gak lo tolak?”
“Udah.”
“Terus?”
Yudhis diam. Ia sibuk menimbang-nimbang, apa ia harus cerita pada Hansel atau tidak. Ingin cerita tapi ragu, tidak cerita tapi dia bingung harus bagaimana.
Akhirnya setelah lama berkutat dengan pikiran sendiri, Yudhis memutuskan untuk bercerita pada Hansel. Tentang mengapa ia bisa bergabung di kelompok ini, tentang Hani dan juga alasan kenapa ia harus menghindari Hani. Yudhis menceritakannya secara garis besar agar Hansel paham dilema yang sedang ia rasakan sekarang.
“Intinya lo gak mau Hani sedih kalau lo mati?”
Yudhis hanya mengangguk pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Three Little Words [𝙴𝙽𝙳]
Fiksi UmumSejujurnya Gavin tidak pernah mempercayai hal-hal tahayul atau kisah-kisah mistis yang sering diceritakan orang-orang, tapi pertemuannya dengan gadis di sanggar tari malam itu membuat keyakinan Gavin goyah. Apa gadis yang dilihatnya malam itu manus...