『17』Salam Perpisahan

192 49 32
                                    

Yudhis terbangun dari tidurnya karena mimpi buruk yang dia alami. Seketika napasnya memburu bersamaan dengan detak jantungnya yang berdebar tak karuan. Dia tertegun lama sampai kesadarannya benar-benar pulih.

Namun bukannya tenang, Yudhis justru semakin syok manakala sekelebat ingatan mulai bermunculan di benaknya. Tentang dia, tentang Hani dan tentang apa yang mereka lakukan tadi malam.

Hatinya mencelos. Yudhis tidak percaya dengan yang apa sudah dilakukannya. “Ini gak bener kan?” monolog Yudhis. Tangannya mulai gemetar ketakutan, tapi ia masih berusaha menyangkalnya. Siapa tahu semua itu hanya mimpi lain yang dia alami semalam.

“Gue nggak mungkin ngelakuin itu ke Hani,” katanya bersamaan dengan suara berisik yang berasal dari luar kamarnya. Kedua mata Yudhis sontak membelalak.  Ketakutannya semakin menjadi saat mendengar suara langkah seseorang. Ia hanya berharap itu bukan suara langkah Hani.

Ada satu menit Yudhis terdiam menatap pintu kamarnya, tapi tak satu pun orang masuk ke dalam. Akhirnya dengan ragu-ragu ia membuka pintu kamar dan langsung membatu menyaksikan sosok Hani sedang mengelap lantai yang kotor akibat sendok sup yang ia bawa terjatuh menimbulkan percikan-percikan kuahnya.

“Ka-kamu ngapain di sini pagi-pagi Han?” tanya Yudhis gelagapan.

Hani mendongkak. “Oh, Kak Yudhis udah bangun.”

“Kamu tadi malem nginep di sini?” Yudhis menatap Hani cemas. Berharap mendapat jawaban tidak dari perempuan itu, tapi balasan yang ia dapat malah membuat Yudhis semakin negative thinking.

“Kak Yudhis nggak inget?”

Ditanya seperti itu tidak bisa membuat Yudhis berpikir kalau ia tidak melakukan apa-apa. Mungkin semalam mereka memang melakukannya, tapi Yudhis tidak ingat sepenuhnya. Hanya potongan-potongan kejadian tidak lengkap yang dia ingat. Fakta bahwa semalam ia mabuk berat membuat Yudhis semakin ketakutan.

Di detik berikutnya tubuh Yudhis luruh ke lantai membuat Hani seketika panik dan langsung menghampirinya dengan khawatir.

“Kak Yudhis nggak apa-apa? Masih pusing?”

“Han ....” Yudhis mengangkat wajahnya untuk mempertemukan sepasang mata mereka. “Aku nggak ngelakuin apa-apa ke kamu kan?”

Giliran Hani yang tersentak. Ia terdiam lama menatap lelaki di depannya tanpa menjawab apa-apa. Suara Yudhis yang gemetar membuat Hani bingung harus bagaimana menjawabnya.

“Han tolong bilang kalau aku nggak ngelakuin apa-apa ke kamu.” Mendapat serangan panik, Yudhis sudah tidak bisa berpikir jernih. Bahkan sepasang mata yang sejak tadi memperhatikan mereka dari sudut ruangan hanya tersenyum mengejek sebelum menghilang entah kemana.

Yudhis menunduk dalam seakan sedang menyesali semua perbuatannya. Ia sibuk mengutuk dirinya dalam hati sembari meremas kepalanya kuat-kuat. Ia memang ingin membuat Hani benci padanya, tapi tidak dengan cara seperti ini. Ia tidak mau merusak perempuan itu.

“Kak, saya nggak apa-apa.” Hani menahan pergerakan tangannya, tapi perkataan Hani justru membuat tangis Yudhis pecah seketika. Betapa brengseknya dia sudah menyentuh perempuan sebaik ini. Setan saja mungkin kalah dengan kelakuannya.

“Kamu seharusnya nggak di sini Han, kamu seharusnya nggak suka sama aku, kamu harusnya ngejauh aja dari aku.” Air mata Yudhis mengalir deras membasahi pipinya yang membuat Hani kaget dibuatnya. Ia tidak menduga reaksi Yudhis akan seperti itu.

“Kamu harusnya suka sama Noa aja, bukan sama aku. Noa bisa ngebahagian kamu, dia gak bakal pernah nyakitin kamu, dia bukan cowok brengsek kaya aku.”

“Kak?”

Kalut, Yudhis tidak mendengar panggilan Hani dan sibuk meracau sembari menyalahkan diri sendiri. “Kamu harusnya ninggalin aku aja Han, kamu harusnya nggak perlu peduli sama aku. Andai dari awal kamu nggak suka sama aku, kejadian kaya gini nggak akan pernah ada. Kamu akan baik-baik aja dan aku bisa pergi dengan tenang.”

Three Little Words [𝙴𝙽𝙳]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang