11. Bar

1.3K 170 9
                                    

Telah Revisi✓
April 2023✓

Happy Reading!!

Masalah tadi sebenarnya ingin Resta perpanjang karena Kepala Pelayan sudah keterlaluan dengan bawahannya, namun Iza menolaknya, ia malah memilih jalan damai dengan Kepala Pegawai meminta maaf kepadanya.

Setelah tenang di tempatnya, Iza menghela nafas sejenak kemudian menatap Fino dari arah samping, dia menolong Iza kali ini, bukan untuk pertama kali, tapi berkali-kali. Itu adalah alasan yang cukup untuk Iza terus menyukainya dan tindakan Fino kali ini juga menjadi alasan Iza kembali berharap kepadanya.

Ada pepatah mengatakan 'Jangan jadikan sebuah tatapan atau tindakan sebagai harapan' tapi inilah Iza, dia bukan gadis yang mudah berpaling dengan apa yang sudah dia tekuni sejak dulu. Iza yang selalu melihat harapan di mata semua orang, dia akhirnya bisa melihat harapannya sendiri di mata Fino.

"Makasih ya, Fin, udah tolongin Iza," ucap Resta disertai senyum simpul di bibirnya.

Fino hanya mengangguk sekilas tanpa menjawab sepatah kata pun.

"Tumben Lo nolongin orang? Sejak kapan Lo jadi peduli sosial kaya gini?" tanya Atar setelah mendaratkan tubuhnya di salah satu kursi.

Riki ikut duduk dilanjut Araga kemudian. "Hatinya terketuk kali, awokawok," celetuk Riki, cengengesan sendiri.

Fino hanya memutar bola mata malas mendengar ocehan tidak berguna dari teman-temannya, lebih baik dia pergi dari sini. Energi dan tenaganya sudah mulai habis, ia butuh sendiri.

"Gue pergi." Hendak melangkah pergi, tangan cowok itu tiba-tiba dicekal sehingga ia terpaksa berhenti.

"Mau kemana? Kenapa gak minum-minum dulu?" Iza kini berdiri di belakang Fino, tangannya terus mencekal pergelangan tangan Fino tanpa berniat melepaskannya. Iza berani seperti ini karena Smartwatch yang biasa dipakainya sudah tidak ada, jadi tidak akan ada yang mengetahui irama detak jantungnya.

Fino melepas cekalan Iza sedikit kasar. "Gue mau ke Bar," balasnya dengan raut datar lalu pergi begitu saja tanpa mengatakan apa-apa lagi.

Mata Iza menyipit, senyumnya pudar dan bagian dadanya agak sesak. Lagi dan lagi, penolakan itu masih tetap ada.

"Lah, sejak kapan Fino ke bar?" Arga bertanya bingung kepada Riki dan Atar. Sejak bayi sampai sekarang pun, Fino tidak pernah sama sekali mengunjungi tempat maksiat penuh dosa itu. Apalagi itu tempat ramai, mana tahan Fino di sana.

"Pengen cari sensasi kali," cetus Resta agak ngawur.

"Wah, gak bener ini." Riki bangkit dan beranjak pergi mengejar Fino yang sepertinya sudah sampai di parkiran, diikuti Riki dan Arga yang juga turut heran dengan sikap Fino.

"Yaelah, biarin aja kali Fino ke bar, kali aja dia mau cari cewek cantik nan bohay di sana," ujar Resta setelah kepergian tiga cowok itu.

Iza menyentil kening Resta setelah berani mengatakan hal yang tak seharusnya Resta katakan itu. "Lo ngomong apa, sih? Fino orangnya gak kayak gitu. Yakali Fino nyari cewek di bar, orang yang di depannya gini aja gak ngelirik sama sekali." Iza menggerutu sebal.

Resta mengusap kening yang baru saja menjadi korban sentilan maut Iza. "Lo tuh belum tau sifat aslinya kayak gimana! Baru pas Lo udah bener-bener deket sama dia, Lo bisa simpulan orang kayak apa dia! Namanya aja cowok, kalau demennya ke bar ya wajar, Jah!" cibir Resta disertai bibir julidnya.

ALFINO (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang