13. Not You

1.3K 156 10
                                    

HAPPY READING!!

Seperti malam-malam biasanya, Iza kini tengah bekerja paruh waktu sebagai pegawai cafe di cafe milik keluarga Resta. Setelah kejadian kemarin, di mana dirinya terkena serangan panik karena listrik padam dan kepala pegawai yang malah mengomelinya karena berhasil menumpahkan minuman pada pelanggan, membuat dirinya agak canggung ketika baru tiba di cafe.

Iza seperti diberi hak istimewa hanya karena dia teman dari anak pemilik cafe. Semua pegawai di sini seolah tidak terima, mungkin mereka merasa tidak adil.

"Enak ya, jadi temen anaknya Bos, bikin salah dikit dibelain." Entah siapa yang berbicara, terdengar jelas jika hal itu membuat Iza tidak nyaman.

Iza yang tengah mengelap meja hanya bisa menghela nafas.

"Kalau gue jadi dia mah, udah resign," celetuknya lagi.

Iza berbalik, menatap dua orang yang sedari tadi membicarakannnya, mata Iza berkaca-kaca. Bahkan ketika dirinya baru mendapat kasih sayang layaknya keluarga, banyak yang tidak menyukainya.

Tidak mau menjawab dan memperpanjang hal ini, Iza memilih untuk mengambil pesanan yang harus di antar di meja kasir. Perempuan itu memutuskan untuk meninggalkan cafe, menenangkan diri dan juga menghindar pastinya.

Iza menyusuri trotoar dengan pandangan kosong ke depan, masih belum tahu ke arah mana dia akan berjalan dan kemana dia akan mengantar pesanan ini, pikirannya masih tetap pada omongan mereka tadi.

"Aku capek."

Iza berjongkok di pinggir jalanan yang sepi, ia menunduk, memeluk ke dua lututnya dengan perasaan kalut.

"Aku gak papa, tapi aku capek. Capek dengerin omongan orang, capek ngasihanin diri sendiri. Semua berkomentar tentang apa yang aku lakuin, tapi gak ada siapapun yang tanya apa aku baik-baik aja selama ini? Semua sibuk dengan asumsi masing-masing."

Tangisnya pecah saat itu juga, ia lelah menahannya. Mungkin malam ini waktunya Iza menangis setelah lama mencoba untuk baik-baik saja dan tidak mengungkapkan kesedihannya.

"Memang hal yang paling melelahkan itu memikirkan omongan orang lain."

Iza semakin terisak hebat ketika seseorang menyahuti perkataanya. "-dan hal yang paling menyedihkan itu hidup seorang diri."

Iza mendongak dengan mata sembab, gadis itu semakin histeris ketika melihat Fino kini berada di hadapannya. Berdiri dengan tatapan khasnya dan Hoodie mint melekat di badannya.

Fino berjongkok, mensejajarkan posisinya dengan Iza. Cowok itu memandangi Iza dengan lekat. "Gak papa nangis, tapi jangan di pinggir jalan. Ganggu pemandangan."

Fino kembali berdiri, tangannya meraih pesanan yang tergeletak di sampingnya berjongkok itu. "Makanan gue gak dateng-dateng karena Lo cengeng. Lo mau gue mati kelaperan?"

Iza mengusap air matanya menggunakan lengan, gadis itu berdiri. Meski masih sesenggukan ia mencoba berbicara.

"Itu Fino yang pesen?" tanya Iza, jari telunjuknya menunjuk pesanan yang sudah diambil alih Fino itu.

"Menurut Lo?" jawabnya dengan raut datar.

"Yaudah, mana uangnya?" Iza menyodorkan telapak tangannya ke hadapan Fino, meminta bayaran dari pesanan yang dipesannya itu.

ALFINO (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang