15: Kecelakaan

11 0 0
                                    

Happy reading!!

Mocca menjatuhkan kasar dirinya pada sofa empuk berwarna hitam beludru. Ia sangat malu dengan kelakuanya tadi. kepalanya tak henti menggeleng sambil memijit pelan pelipisnya.

Pandanganya beralih pada pergelangan tangan yang kosong.

Jam tangan gue, mana?!

sudah pasti jam tanganya tertinggal di kamar lelaki gondrong kampung itu. Kakinya refleks berlari kecil keluar, tapi seketika berhenti karna mengingat kegaduhan yang telah ia buat.

Mocca menggeleng cepat

"jangan deh! gue juga bisa beli lagi"

Mocca mengurungkan niatnya untuk mengambil jam tanganya. Kalau ia kesana pasti cowo itu akan memaksanya membersihkan semua ruangan.

Ia tengok jam dinding sudah menunjukan pukul 7 pagi dengan sigap ia pergi ke kamar mandi dan bersiap untuk berangkat ke kantor.

***

"Selamat pagi semuanya" Sapa Mocca memasuki ruangan Meeting yang telah dipenuhi banyak pegawai.

Mereka langsung berdiri sambil menjawab ucapan mocca dengan serentak.

Mocca mengangguk dan mereka pun langsung duduk.

proyektor dinyalakan, semua pandangan tertuju pada layar. mereka sangat terkejut dengan apa yang mereka lihat

"kita akan mendirikan kota buatan paling mineallis, global dan eksklusif di atas tanah kampung lontar"

Tanah magnet investor begitulah yang sering terdengar. Kampung ini berada di tengah pusat ibu kota. Terkenal dengan air bersihnya yang melimpah, subur, dan jelas tak pernah banjir seperti yang terjadi di kota besar. kalau kita melihat pasti dahi mengernyit, para pejalan kaki berjas serta fashionable bersanding dengan warga kampung yang mayoritas mata pencaharianya adalah pemulung, pekerja kasar, dan pedagang kaki lima.

jauh sebelum kampung lontar lahir ada kisah pengkhianatan mendalam, yang membuktikan bahwa orang yang paling mungkin menyakiti kita adalah orang yang paling kita percaya. nenek moyang mereka adalah tuan tanah yang paling kaya raya masa itu. tanah itu di bisikan sumpah suci yang disaksikan para sesepuh mereka.

"tanah ini untuk anak cucuku agar mereka tidak kesulitan hidup di kota ini. tidak boleh dijual hanya boleh dimanfaatkan. barangsiapa yang menjual, ia akan gila sampai se tujuh turunanya pun"

Bersamaan dengan itu mereka menanam benih pohon lontar diatas tanah kosong yang luas. yang menjadi penanda sumpah nenek moyang mereka. sebab itu kampung ini diberi nama kampung lontar.

janji itu masih terngiang dalam ingatan mereka. anak-anaknya pun mulai diedukasi kan tentang ini. betapa sayangnya nenek moyang mereka. banyak dari mereka yang menjaga wilayah ini, menanaminya tanaman, membangun tempat tinggal disana karna terlilit hutang. tanah itu menjadi tempat mereka berpulang dari ketidakberhasilan mereka di kota orang. sesekali mereka juga bertengkar tentang letak tanah yang ingin mereka manfaatkan. keributan itu menjadi penguntung bagi beberapa keluarga yang lain, dari mereka yang tidak menghargai adat apalagi percaya tentang sumpah suci itu.

sahaja namanya ia paling terpelajar dari saudaranya yang lain. diam-diam ia membuat surat tanah atas nama dirinya sendiri dengan tanda tangan ayahnya yang ia buat palsu. ia menjual tanah itu kepada pemerintah setempat, semenjak itu kampung lontar terpecah belah. mereka sering melawan jika ada orang-orang yang ingin merebut tanahnya. bahkan secara anarkis jika itu diperlukan.

Melihat kegaduhan yang selalu saja ada, pemerintah memutuskan untuk para investor yang ingin membeli tanah itu dengan cara damai. Tapi nyatanya sampai saat ini pun nihil. tidak pernah ada yang bisa mengambil hati warga kampung lontar.

BRIDGE OF NUELATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang