I: kabar dari madrid

43 38 31
                                    

"Mocca... Mocca!"

Teriak Neni mengguncang-guncang kan tubuh Mocca, yang membuat gadis ini seketika terbangun dari tidur lelapnya.

Yaa Neni, wanita berambut pendek merah gelap nan lurus itu adalah rekan kerja Mocca sekaligus salah satu sahabatnya yang super-duper ribet dan heboh. Walaupun tinggi suaranya 7 oktaf dan ocehannya melebihi sales asuransi. Tapi, perihal perhatian ia nomer satu.

"Huh?!" Mocca terbangun dengan wajah lelah yang sangat ketara. Dirinya kini setengah sadar diikuti pula dengan wajah polos tanpa ulasan makeup dipermukaan wajahnya yang lembut.

"Lo masih aja tidur di kantor, kita ini mau ada meeting, lo lupa?"

Neni telah bersiap-siap untuk meeting, ia terlihat lebih rapih dari biasanya. Di genggamanya juga begitu ramai oleh berkas-berkas yang akan digunakan untuk keperluan meeting. Riasan wajah nya jadi sedikit lebih tebal, mungkin klien kali ini lebih istimewa. Karena sangat jarang sekali Neni yang lebih siap untuk menjalani meeting. Biasanya gadis itu begitu malas untuk meeting. Bahkan, selalu Mocca yang memaksanya.

"Meeting? Sama siapa huh? " dengan wajah setengah mengantuk, Mocca berusaha untuk bangun dari tidur nya. Ia mengucek sepasang mata nya, berharap agar tatapannya yang buram, kembali jernih.

"hah hoy hah hoy aje lo dari tadi. Sama investor lah tcakep, geulis, pinter. Udah mendingan lo sekarang cepetan ke toilet cuci muka, cuci kaki abis itu lo make up. Gue tunggu di ruang meeting, karena 10 menit lagi mereka nyampe"

Dengan ocehan yang super panjang kali lebar, Neni berlalu begitu saja menuju ruangan meeting.

Mocca segera mengambil agenda berwarna sampul hitam mengkilap yang terletak di laci meja kerja nya. Manik matanya menyusuri tiap-tiap tulisan yang ada di agenda, sampai berhenti di kotak ke 25, yang isinya adalah jadwal meeting dengan investor penting di perusahaanya yaitu atas nama Herza Mahendra.

***

Alunan musik piano yang sangat indah membuat lidah ingin bersenandung syahdu, membuat jiwa ingin memberontak untuk menari karena terhipnotis akan irama musik yang terdengar. Dentingan dari piano klasik berwarna coklat kayu jati itu, menghasilkan alunan musik yang sangat menyentuh jiwa terdalam hati manusia yang mendengarnya.

Suara tepuk tangan dari kejauhan menghentikan permainan piano pria itu. Lelaki paruh baya yang kini menghampirinya, berdecak kagum pada si pemain piano. Ia tak bisa habis pikir, betapa indah nya permainan piano pemuda itu. Hingga ia terhipnotis dari setiap alunan nadanya.

"Hebat! Kamu ini seperti pianis terkenal saja cara bermain pianonya" puji lelaki paruh baya, membuat si pemuda tersipu malu.

"Eh Pak Toro, maaf ya Pak pianonya saya mainin. Abisnya piano nya bagus banget"

Pak Toro adalah pemilik toko musik antik, ia orang yang cukup terkenal di ibu kota. Karena toko miliknya adalah satu-satu nya toko yang masih menjual alat musik antik terlengkap, sekaligus sebagai "rumah sakit" nya alat musik.
Suasana di dalam toko Pak Toro masih
terkesan seperti tahun 70-an, Kata Pak Toro supaya nostalgia nya masih terasa.

"Ini piano klasik yang umurnya sudah beratus tahun, katanya piano jenis ini yang dipakai ludwig van bethoven pada saat dia ciptain lagu fur elise untuk kekasihnya yang namanya elise"

Pak Toro menghampiri pemuda itu sambil mengelus piano klasik yang sudah terbilang cukup tua.

"Wah, berarti piano ini romantis juga ya Pak"

BRIDGE OF NUELATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang