08

1.8K 233 28
                                    

.

Hampir lima hari Taeyong di rumah sakit, dan hari ini ia ingin berjalan keluar dari kamarnya. Ia terus memaksa Doyoung agar laki-laki itu mau membantunya untuk sekedar keluar mencari angin.

Bayangkan saja sudah lima hari ia terbaring lemas di atas ranjang rumah sakit. Ia hanya duduk dan terbaring tidur. Tidak ada kegiatan lagi, untuk sekedar duduk melihat ke arah jendela saja, tidak di izinkan.

Tunggu saja kalau dia sudah kembali pulih, berani sekali Doyoung, menolak perintah nya, geram Taeyong.

Sudah lima hari ini juga, Jisoo terus mengunjungi Taeyong dan selalu mendapatkan tolak keras dari lelaki itu. Taeyong mengancam bawahannya yang berjaga di depan kalau sampai wanita itu masuk. Taeyong tak akan segan-segan memberhentikan mereka.

Seperti sekarang ini. Jisoo lagi-lagi membuat keributan di depan kamar Taeyong. Melawan perkataan bawahan Taeyong dan menerobos masuk ke dalam.

"Taeyong!" Jisoo berhasil masuk.

Membuat Taeyong menatap sengit wanita di dekat pintu itu.

"Kenapa lagi! Sudah ku bilang jangan pernah muncul di hadapanku!" Setelah mengatakannya, dua orang yang berjaga di depan Langung masuk dan menyeret Jisoo keluar.

"Taeyong! Hentikan mereka!?" Ucap Jisoo memohon kepada Taeyong.

Taeyong nampak tak peduli. Ia memilih memejamkan matanya, mengabaikan teriak Jisoo yang bisa saja menganggu pasien lainnya.

Tak lama itu Doyoung datang. Taeyong segera mendudukkan dirinya.

"Ada masalah?" Tanya Taeyong. Doyoung mengelengkan kepalanya.

"Lalu?"

Bagaimana Doyoung mengatakannya, ia binggung ingin bertanya tapi nanti yang ada dia yang kena marah.

"Tidak ada. Dokter mengatakan jika anda sudah bisa pulang nantinya." Jelas Doyoung sebenarnya bukan ini. Tapi, ah sudahlah.

"Kenapa nanti sekarang saja." Ucap Taeyong tidak sabar.

"Begini, sebelum keluar Dokter akan memeriksa anda terlebih dahulu."

"Suruh cepat Dokter periksa ku Doyoung..!" Tekan Taeyong. Sudah menjadi hal biasa jika Taeyong memaksa bawahannya, apalagi ini rumah sakit miliknya.

"A-h ba-baiklah." Doyoung segera beranjak keluar.

"Doyoung!"

Doyoung mengerutu pelan. Jangan sampai Tuan Taeyong menayakan keberadaan Jennie.

"Bagaimana?"

"Ba-bagaimana, apanya?"

Taeyong berdecak kesal. Doyoung lagi mengumpati dirinya.

"Jangan berlagak tidak tau, tugas yang ku berikan kemarin." Taeyong mendapat Doyoung tajam.

Doyoung berbeo. "Sudah saya selesaikan tinggal menunggu persetujuan—"

"Bukan itu!!!" Teriak Taeyong. Taeyong ingin sekali memukul Doyoung jika saja tangannya sedang di infus.

Doyoung menekuk ludah kasar.

"Jangan sampai aku melempar gelas ini..!"

"Ah, soal nona Jennie." Taeyong menyuruh Doyoung mendekat.

"Saya sudah menemukan nona Jennie, dia. Dia sedang,"

"Bicara yang jelas!"

Maafkan aku Jennie.

"Dia sedang berada di rumah sakit ini. Anaknya—"

"Apa?!" Potong Taeyong.

"Iya. Anaknya sedang sakit,"

"Anak!?!" Doyoung mengangguk.

"Di CV kemarin tidak menyebutkan dia sudah punya anak." Taeyong menatap Doyoung seolah meminta penjelasan.

"Iya. Soal di kantor cabang dulu, tidak ada yang boleh mempunyai anak alias menikah."

"Jadi dia berbohong." Doyoung tak tahu harus mengangguk atau mengeleng. Tapi apa yang Tuan Taeyong bilang benar.

"Dia sudah menikah, siapa pria yang berhasil menikah wanita itu?"

"Soal itu. Nona Jennie belum menikah, anaknya bermarga sama sepertinya."

"Berapa tahun, usia anaknya?"

"Sekitar 4 tahun."

"4 tahun." Doyoung mengangguk. "Iya, sekiranya seperti itu."

Taeyong terdiam. Tidak mungkin anak yang di kandung Jennie itu anaknya. Dia sendiri yang menemani Jennie waktu itu ke tempat aborsi bayi.

"Tuan Taeyong?"

Taeyong tersentak, "i-iya."

"Anda?"

"Antar aku, menemui anak itu."

to be continued.

Unbearable Heartache  [ Lty×Kjn ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang