⚠ SERIOUS WARNING ⚠
Mulai dari chapter ini kalian akan memasuki bagian konflik. Aku bakal lebih menyoroti topik utama yang diangkat di cerita ini, yaitu mengenai 'perbedaan' yang ada di antara Aiden dan Maudy.
Aku harap kebijaksanaan dan kedewasaan kalian semua. Apapun yang terjadi di cerita ini, gimanapun alur ceritanya bakal berjalan ke depannya, it's just a fiction. Aku sungguh nggak berniat mau menyinggung pihak manapun. Kalau nanti ke depannya ada kesalahan atau apapun, aku mohon maaf yang sebesar-besarnya 🙏
Aku percaya semua yang baca cerita ini adalah pembaca yang 'cerdas' dan 'dewasa'. I trust you guys :'D Big love, xoxo ^3^
Dan salam toleransi buat semuanya 🙏
HAPPY READING 💚
•
Pagi itu Aiden tampil segar di kampus. Cowok itu menyusuri koridor Departemen Tari dengan tangan yang memainkan kunci motor. Senyumnya mengembangkan ketika orang-orang menyapanya.
Aiden pergi ke lorong loker. Matanya dimanjakan oleh pemandangan taman departemen dan lapangan hijau dari balik dinding kaca yang ada di sepanjang lorong. Total ada empat belokan di lorong ini, yang kemudian di tiap belokannya akan mengarah ke lorong lain milik masing-masing angkatan. Aiden berbelok di belokan kedua, tempat di mana lorong loker mahasiswa tahun kedua──anak-anak Angkatan 47──berada.
Aiden meletakkan ibu jari kanannya pada tempat yang telah disediakan. Sistem pun melakukan pemindaian. Keamanan semua loker mahasiswa di ABB dijaga dengan menggunakan sistem finger print. Sistem ini dinilai lebih aman dan lebih praktis dibandingkan dengan kunci biasa. Ditambah, dengan menggunakan sistem pemindaian sidik jari, tidak akan ada satu pun orang yang dapat membobol suatu loker apabila sidik jarinya dengan loker tersebut tidak konkret. Mengingat semua sidik jari yang menjadi 'jodoh' dari setiap loker telah dicatat pada data keamanan pusat ABB. Pada setiap awal tahun ajaran baru, para mahasiswa baru akan dimintai data sidik jari mereka untuk disimpan di database pusat, sementara para mahasiswa lama akan diminta untuk memperbarui data sidik jari mereka.
Kembali ke cerita, Aiden memasukkan tasnya ke dalam loker. Loker Aiden ini bisa dibilang minimalis. Tidak ada sesuatu yang spesial darinya. Ia hanya akan membawa beberapa buku untuk kelas pertamanya di pagi ini. Setelah urusannya selesai, Aiden kembali menutup lokernya dan beranjak pergi menuju ruangan II-D5, kelasnya.
"Aiden!"
Seseorang memanggil Aiden dari arah belakang. Tanpa perlu menebaknya, pendengaran Aiden dengan segera mengenali pemilik suara tersebut. Itu adalah Maudy. Aiden pun menoleh. Senyumnya mengembangkan ketika dugaannya terbukti benar. Namun senyumnya hanya bertahan sesaat sebelum akhirnya kejutan lain datang secara tiba-tiba.
Maudy memeluknya. Gadis itu semula berlari dan langsung menghamburkan diri ke dalam dekapan Aiden begitu tidak ada jarak yang tersisa. Maudy melingkari leher Aiden dengan tangannya. Maudy mendekap cowok itu dengan erat. Senyumnya merekah lebar, lebar sekali.
Aiden? Jangan tanyakan tentangnya. Ia saat ini berdiri kaku bagai patung yang diberi nyawa. Seluruh tubuhnya menegang dan ekspresinya tidak dapat ia kontrol. Ada sensasi geli yang menyenangkan di perutnya saat menyadari bahwa apa yang terjadi padanya saat ini adalah nyata. Bahwa Maudy memeluknya. Darahnya berdesir hebat. Jantungnya berpacu cepat. Dalam sekejap Aiden dapat merasakan hawa panas yang menjalar dari pipi ke seluruh tubuhnya. Wajah Aiden sempurna memerah bagai kepiting rebus.
KAMU SEDANG MEMBACA
ABBLS | #1 DESTINYOU ✔
Fanfiction⚠ SERIOUS WARNING : KEPADA PARA PLAGIATHOR, PENGANUT BIM, ORANG KUKER YANG BISANYA NGEJULID DOANG, DAN OKNUM 'BOCIL' YANG NGGAK BISA BEDAIN MANA FIKSI MANA REALITA, DILARANG KERAS UNTUK MENDEKAT! • Aiden Maxime Luciéano menyukai Maudy Korasya sejak...