Gaun terusan selutut dengan warna dasar putih tulang polos, pita hitam melilit di pinggang, bandana mutiara yang senada dengan warna gaun, dan flat shoes bahan beludru warna hitam. OOTD yang sempurna untuk seorang Maudy Korasya malam ini. Gadis itu akan pergi ke pesta.
Sebenarnya bukan Maudy, melainkan abangnya, Maurgan. Cowok itu memiliki sahabat di tempatnya bekerja yang adiknya saat ini tengah berulang tahun. Maurgan pun diundang. Karena cowok itu tidak ingin dianggap jones walaupun kenyataannya demikian, ia pun akhirnya mengajak Maudy. Gadis itu yang memang sedang butuh hiburan pun iya-iya saja. Sekarang mereka ada di mobil dalam perjalanan menuju lokasi acara.
"Adek gue bisa dandan juga ternyata," celetuk Maurgan yang mencomot sembarang topik dari padatnya jalanan kota.
Maudy melirik sinis ke arah abangnya. "Muji apa ngeledek, nih?!"
"Woosshh santai. Galak amat, Neng," kekeh Maurgan.
"Jangan rusak image tuan puteri gue, ya! Awas lo! Gue bikin make-up ginian susah tau!" sungut Maudy.
Maurgan kembali terkekeh. Maudy ini menggemaskan sekali jika sedang kesal. Pipi bakpaonya akan semakin menggembung dengan rona merah padam akibat emosi yang ditahan oleh gadis itu. Siapa pula yang tidak gemas? Maurgan yakin orang-orang akan sependapat dengannya.
🎸🎸🎸
"Hoam ... "
Sumpah demi apapun. Aiden sangat mengantuk hari ini. Padahal ia harus naik ke atas panggung lima menit lagi. Kelopak matanya terasa berat sekali bahkan untuk sekedar mengintip.
"Lah, lo ngapa, Den? Ketempelan lo? Mata lo kiyip-kiyip gitu," tanya Lanang yang duduk di persis di samping Aiden.
"Tau, nih, Nang. Gue gampang capek akhir-akhir ini. Kayaknya lagi kurang fit," jawab Aiden seadanya.
"Ini, nih, ciri-ciri orang yang hidupnya kurang berkah!"
Aiden melemparkan tatapan sengitnya kepada Lanang. Cowok itu nyengir dengan tampang watados. Aiden pun mendengus kasar. Mimpi apa ia semalam hingga ditakdirkan memiliki teman seperti anak aneh ini.
"Semuanya stand by. Sebentar lagi kita masuk dua segmen terakhir buat job hari ini. Semangat!" Yola datang dari arah pintu dengan semangat membara.
Hari ini adalah hari H. Chillzish manggung di sebuah pesta perayaan sweet seventeenth di sebuah ballroom hotel bintang empat. Sekarang pukul delapan malam. Sebentar lagi perayaan ulang tahun ini akan berakhir.
Chillzish akhirnya naik ke atas panggung. Aiden sebagai gitaris utama segera mengalungkan gitarnya di pundak. Cowok itu menoleh ke belakang, menatap teman-temannya yang juga sedang bersiap. Lanang berjalan mendekati drum sembari memainkan stiknya. Xavi berdiri di belakang keyboard. Sementara Hendra mengalungkan bass di pundaknya. Yola memegang posisi vokalis. Gadis itu bersiap di depan microphone.
"Hoam ... " Aiden sekali lagi menguap. Cowok itu dengan segera menggelengkan kepalanya. Ia harus fokus di atas panggung.
"Ssst, ssst!"
Pendengaran Aiden menangkap suara desisan. Ia menoleh dan netranya bertemu dengan milik Hendra. Temannya itu menatapnya penuh arti. Hendra menonjolkan pipi bagian kirinya menggunakan lidah sebagai sebuah kode. Aiden pun menerima kode itu dengan baik.
Arah yang Hendra tunjuk adalah tenggara. Netranya pun segera berlabuh ke arah mata angin tersebut. Ada banyak orang di arah sana sebenarnya, tapi ada satu hal yang paling mencolok. Seketika pupil mata Aiden pun melebar.
Hendra terkekeh lantas berbisik, "Ilangin ngantuknya. Nggak lucu kalo ileran di depan Mbak Doi."
Ya, hal yang dimaksud Aiden tadi adalah Maudy, Maudy Korasya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ABBLS | #1 DESTINYOU ✔
Fanfic⚠ SERIOUS WARNING : KEPADA PARA PLAGIATHOR, PENGANUT BIM, ORANG KUKER YANG BISANYA NGEJULID DOANG, DAN OKNUM 'BOCIL' YANG NGGAK BISA BEDAIN MANA FIKSI MANA REALITA, DILARANG KERAS UNTUK MENDEKAT! • Aiden Maxime Luciéano menyukai Maudy Korasya sejak...