Maudy menghempaskan dirinya ke atas sofa ruang tamu rumahnya. Rasanya ia mudah sekali lelah akhir-akhir ini. Terutama semenjak perkemahan. Apakah waktu itu ia mengalami pendarahan yang begitu hebat hingga ia kehilangan banyak sekali darah? Membuatnya jadi memiliki anemia? Tapi, kan, dirinya juga sudah mendapatkan transfusi darah. Maudy menggelengkan kepalanya. Pikirannya suka sekali berpikir akan hal konyol jika sedang kelelahan.
Seketika Maudy teringat kejadian tadi di kafetaria. Ketika dirinya disandung oleh Gabriel. Maudy tidak begitu mengenal Gabriel. Yang gadis itu tahu hanyalah Gabriel merupakan salah seorang teman seangkatannya. Gadis itu mengambil studi di Departemen Teater. Itu saja. Dan yang menjadi pertanyaan terbesar dalam benak Maudy adalah mengapa Gabriel tadi menyandungnya di hadapan banyak orang? Rasa-rasanya Maudy tidak pernah berinteraksi dengan gadis itu. Jadi jika misalkan alasannya karena benci, benci karena apa? Maudy tidak pernah mencari gara-gara dengan siapa pun di kampus sejak tahun pertamanya.
"Assalamualaikum."
Maulana Koruttha, atau yang akrab disapa Maul, adik Maudy, memasuki rumah setelah pulang dari tempat lesnya. Cowok itu kini duduk di bangku kelas dua SMA. Niat hati ia ingin segera makan setibanya di rumah karena lapar berat, tapi ia malah mendapati kakak perempuannya tengah duduk melamun di ruang tamu.
"Kak?" panggil Maul sambil memandangi Maudy dengan tatapan aneh.
Maudy belum sadar akan keberadaan adiknya.
"Kak Maudy?" panggil Maul sekali lagi.
Maudy masih diam membisu dengan tatapan kosong.
"MAUDY KORASYA!"
"Allahuakbar!" Maudy tersentak kaget. Gadis itu nyaris terjatuh dari sofa. Maul yang melihat itu tertawa keras. Puas sekali bisa mengerjai kakaknya.
"Ih, sumpah lo becandanya nggak lucu banget, Ul!" kesal Maudy.
Maul menyahut di sisa tawanya, "Lagian. Lo ngapain, sih, bengong di ruang tamu, Kak?"
"Kepo!"
"Dih, ngambek."
"Ini ada apa, sih, ribut-ribut?"
Maudy dan Maul serempak menoleh. Sang Bunda muncul dari dapur dengan membawa semangkuk sup jagung yang sedang hangat-hangatnya. Wanita paruh baya itu berjalan ke ruang makan dan meletakkan mangkuk yang dibawanya di sana.
"Maul, tuh, Bun, jail banget pake ngagetin orang!" Maudy meraih tasnya lalu melenggang pergi menuju kamarnya.
"Maul, Kak Maudy-nya jangan dijalin, dong!" ujar Bunda dengan lembut dari ruang makan.
"Iya, Bun, maappp," kata Maul sambil cengengesan.
"Heh, bocil! Yang lo jailin itu gue bukan Bunda!" sensi Maudy.
Maul pura-pura tidak mendengar. Cowok itu ikut melenggang pergi dari ruang tamu dan masuk ke kamarnya. Maudy yang melihat hal itu hanya bisa menyebutkan segala sumpah serapahnya dalam hati untuk sang Adik.
🎸🎸🎸
'WELCOME TO KEEP ON DANCING!'
Maudy mendongak sejenak untuk menatap palang besar bertuliskan kalimat tersebut. Hari ini adalah jadwalnya berlatih di sanggar balet. Gadis itu mengenakan pakaian panjang serba hitam berbahan elastis. Rambut sebahunya diikat rapi. Wajahnya polos tanpa polesan make-up apa pun.
Maudy membuka pintu lobi. Petugas resepsionis tersenyum ramah kepadanya. Maudy balas tersenyum ramah. Hal itu terus terjadi sepanjang perjalan menuju lantai tiga, lantai tujuannya. Memang, status Maudy sebagai keponakan dari pemilik sanggar ini membuat namanya begitu dikenal oleh semua orang yang ada di sana. Semua orang segan padanya. Padahal, Maudy sudah berusaha meyakinkan mereka untuk santai saja jika dengannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ABBLS | #1 DESTINYOU ✔
Fanfic⚠ SERIOUS WARNING : KEPADA PARA PLAGIATHOR, PENGANUT BIM, ORANG KUKER YANG BISANYA NGEJULID DOANG, DAN OKNUM 'BOCIL' YANG NGGAK BISA BEDAIN MANA FIKSI MANA REALITA, DILARANG KERAS UNTUK MENDEKAT! • Aiden Maxime Luciéano menyukai Maudy Korasya sejak...