Maudy berlari dengan tergesa di sepanjang koridor. Akhirnya ia tiba di area parkir. Ia menemukan Aiden yang tengah berjalan menerobos hujan menuju motornya. Maudy lantas merogoh tasnya dan mengambil payung.
"Aiden!"
Cowok itu menoleh. Pakaiannya basah kuyup dari atas sampai bawah. Aiden hampir sampai di motornya, tapi demi mendengar seruan Maudy, ia pun berhenti.
Maudy tiba di hadapan Aiden. Segera saja ia memayungi cowok itu. Air hujan yang semula terus mengguyurnya kini terhalang oleh payung Maudy. Dari jarak sedekat ini Maudy dapat melihat wajah Aiden dengan jelas. Rambut cowok itu lepek karena basah. Tetesan air dari ujung anak rambutnya mengalir di wajahnya yang rupawan.
"Kenapa, Mod?" tanya Aiden.
"Eh?" Maudy jadi kehilangan kata-kata. Padahal tadi sebelum menemui Aiden ia telah merangkai banyak sekali kalimat.
"Anu ... soal Gabriel ... itu lo?" tanya Maudy pada akhirnya.
Aiden mengangguk. Ia menjawab apa adanya tanpa ada niatan untuk menutupi.
"Lo tau dari mana kalo dia yang ngubah petunjuk arahnya?"
"Gue nggak sengaja denger dia ngomong sama temennya, dan gue ngerekam semuanya. Orang kayak dia nggak bakal mungkin ngaku kalo ditanya. Jadi gue rekam biar bisa dijadiin bukti."
"Oh gitu ... " Maudy membasahi bibirnya yang terasa kering. "Makasih, ya, Den," ucapnya dengan tulus.
Aiden menatap sepasang netra cantik itu lekat-lekat. Ada perasaan tenang yang menyelimutinya begitu melihat netra tersebut menatapnya dengan lembut. Maudy tersenyum. Itu adalah senyum favorit Aiden sejak pertama kali bertemu dengan gadis ini. Maudy adalah gadis paling sederhana yang pernah Aiden kenal. Maudy memang tidak seberapa pintar, tapi dia rajin. Anaknya humble, easy going, berjiwa social butterfly. Orang-orang terkadang tak mampu menebak siapa saja yang menjadi relasinya. Gadis itu mudah akrab dengan siapa saja. Maudy juga bukan gadis yang macam-macam. Saat SMA dulu juga sepertinya Aiden tidak pernah melihat Maudy mendatang ruang BK.
Hujan masih turun dengan deras. Suasana parkiran sepi. Hanya ada Aiden dan Maudy di sana. Dua anak manusia itu saling tatap dalam diam di bawah payung yang sama. Tidak ada yang dapat mengartikan maksud dari tatapan mereka. Itu bisa berarti banyak hal.
Dalam diam, mereka akhirnya sadar, keduanya telah jatuh pada pesona satu sama lain.
"Aiden!"
Aiden dan Maudy tersentak kecil. Mereka menoleh bersamaan. Yola berlari ke arah mereka dengan menjadikan tasnya sebagai pelindung dari hujan. Yola ikut masuk ke dalam lingkup payung Maudy. Mereka bertiga kini ada di bawah payung yang sama.
"Hai, Mod," sapa Yola sekilas pada Maudy sebelum ia menoleh pada Aiden. "Den, gue nebeng lo, ya, hari ini? Gue tadi berangkatnya naik ojol."
"Tapi──"
"Please banget, Den. Mama lagi di rumah sakit sekarang. Boleh, ya, gue nebeng lo?"
"Nyokap lo masuk ruma sakit, Yol?" tanya Maudy terkejut.
Yola tersenyum getir.
"Den, buruan anterin Yola! Kasian," kata Maudy pada Aiden.
Aiden menatap Maudy dan Yola secara bergantian. Di satu sisi ia masih ingin menghabiskan waktunya bersama Maudy, tapi di sisi lain ia juga tidak tega pada Yola.
"Kita temen, kan, Den?" Suara Yola berubah lirih.
Aiden menghela napasnya. "Oke. Gue anterin lo."
KAMU SEDANG MEMBACA
ABBLS | #1 DESTINYOU ✔
Hayran Kurgu⚠ SERIOUS WARNING : KEPADA PARA PLAGIATHOR, PENGANUT BIM, ORANG KUKER YANG BISANYA NGEJULID DOANG, DAN OKNUM 'BOCIL' YANG NGGAK BISA BEDAIN MANA FIKSI MANA REALITA, DILARANG KERAS UNTUK MENDEKAT! • Aiden Maxime Luciéano menyukai Maudy Korasya sejak...