"Lo belum ngasih tau gue siapa favorit lo di Marvel," kata Aiden.
"Coba tebak!"
"Emm, karena lo Team Cap, Steve Rogers?"
"Nope."
"Bucky Barnes?"
"Tetot!"
"Thor?"
"Bukan."
Aiden dan Maudy kini tengah berjalan berdampingan di lorong Departemen Tari. Sekarang pukul lima sore. Tak terasa mereka menghabiskan waktu berjam-jam di ruang data. Seandainya saja Seruni tidak ada keperluan dan ikut membantu, mereka bisa saja sudah selesai sejak tadi.
Aiden bersedekap. "Biasanya cewek sukanya sama yang cakepnya di atas rata-rata. Di Marvel siapa lagi, ya, yang gantengnya pake kubik?"
Maudy tertawa saat itu juga. "Natasha Romanoff."
"Hah?"
"Eh, sorry," Maudy tertawa karena jawabannya tadi sedikit melenceng dari pertanyaan yang dilontarkan Aiden. "Jadi ambigu, kan, jawaban gue. Maksud gue, tuh, tokoh favorit gue itu Natasha."
"Ahh," Aiden mengangguk-angguk. "Nat aura girl crush-nya emang kuat banget, sih. Nggak heran gue kalo lo jadiin dia tokoh favorit lo."
"Gue ngidolain Nat bukan karena itu."
Aiden menoleh. "Karena apa?"
"Kisah hidupnya."
Aiden terdiam, bersiap untuk mendengarkan penjelasan Maudy.
"Dia dipaksa buat masuk Red Room pas masih kecil. Disiksa, rahimnya diambil, dicuci otaknya, 'dibentuk' sedemikian rupa buat jadi mesin pembunuh paling mematikan. Ada banyak nyawa yang hilang di tangannya. Dia bahkan nggak tau siapa keluarganya karena dia dibuang waktu kecil. Bener-bener masa lalu yang kelam. Sampe akhirnya dia gabung Avengers. Di sana dia ngejalanin sisa hidupnya buat penebusan dosa."
Maudy menghela napas. "Tapi emang udah resiko jadi mata-mata, sih, ya. Kalo nggak dibunuh, ya, diincer jadi buronan. Gue salut sama dia karena itu. Natalia Alianovna Romanova bener-bener ngedefinisiin kata 'strong girl' yang sebenernya."
"Lo nangis nggak waktu nonton 'Endgame'?" tanya Aiden.
"Ya nangis lah! Lo bayangin sendiri tokoh favorit lo dibuat mati gitu aja sebelum perang," Maudy cemberut seketika. "Gue masih nggak terima tau nggak, sih, Den, sama ending-nya 'Endgame'! Lo tau, kan, pas adegan final battle-nya? Waktu semua superhero cewek ngumpul dan kerja sama buat bawa Infinity Gauntlet-nya ke portal? Di saat semua superhero cewek ngumpul on screen buat pertama kalinya, Natasha, superhero cewek pertamanya Marvel, justru nggak ada di sana! Greget banget nggak, sih?"
Aiden memperhatikan Maudy dari samping. Cowok itu tersenyum geli. Di matanya, Maudy terlihat menggemaskan sekali ketika sedang menggerutu seperti ini. Intonasinya menggebu-gebu. Ada kobaran rasa kesal di sorot matanya. Entah gadis itu sadar atau tidak, tapi Maudy menggembungkan pipinya, membuat pipi tembamnya seperti hendak tumpah. Dan lagi, hal yang membuat gadis itu seperti hendak menonjok orang yang lewat di hadapannya satu persatu hanyalah karena perihal tokoh kesayangannya yang mati secara tragis.
Ya Tuhan, tolong kuatkan iman Aiden untuk tidak mencubit pipi gadis itu sekarang juga.
Maudy tiba-tiba bersin. Aiden mengucapkan 'bless you' secara refleks. Keduanya saling tatap. Mereka tertawa kemudian.
🎸🎸🎸
"Kamu mau pake konsep apa buat birthday party kamu, Aiden?" tanya Sania.
KAMU SEDANG MEMBACA
ABBLS | #1 DESTINYOU ✔
Fanfic⚠ SERIOUS WARNING : KEPADA PARA PLAGIATHOR, PENGANUT BIM, ORANG KUKER YANG BISANYA NGEJULID DOANG, DAN OKNUM 'BOCIL' YANG NGGAK BISA BEDAIN MANA FIKSI MANA REALITA, DILARANG KERAS UNTUK MENDEKAT! • Aiden Maxime Luciéano menyukai Maudy Korasya sejak...