"Widih, widih ... Jimat apaan, tuh, Bang?"
Aiden yang tengah berjalan di koridor dikejutkan oleh sosok Hilmi yang tiba-tiba saja merangkulnya. Hilmi datang bersama Raul, Juna, dan Javier. Mereka memiliki tujuan yang sama, yakni kafetaria.
"Tumben, Bang, lo pake kalung gitu," komentar Javier.
"Lagi pengen aja," Aiden nyengir.
Hilmi berdecak. "Giliran Javier yang tanya aja lo ngejawab. Pilih kasih lo!"
"Brisik!" cibir Raul. Namun Hilmi tak terpengaruh dengan itu. Ia malah menjulurkan lidahnya dengan ekspresi paling tengil sedunia.
"Lo semua mau ngapain ke kafetaria?" tanya Aiden.
"Berak. Ya mau makan lah bege! Pake nanya!" sahut Hilmi yang jadi ngegas sendiri.
"Sante, dong, Hil," timpal Juna sambil terkekeh.
Aiden ikut terkekeh karenanya. "Tapi bukannya kantin lebih deket sama gedung kalian?"
Setiap angkatan memang memiliki gedungnya masing-masing di setiap jurusan. Di dalam satu departemen, ada empat gedung kuliah untuk empat angkatan, plus satu gedung utama untuk semua mahasiswa di dalam departemen tersebut. Di setiap departemen juga memiliki kantin masing-masing untuk memudahkan para mahasiswa karena kafetaria letaknya berada di area Balai Besar Akademi Budaya Baru (nama gedung utama ABB) yang posisinya persis di jantung kompleks ABB. Para mahasiswa lebih menyukai kafetaria karena di sana tersedia menu yang lebih beragam. Ditambah tempatnya yang supernyaman membuat para mahasiswa semakin betah berlama-lama di sana.
"Lo kata, nih, kampus punya moyang lo? Terserah kita lah mau makan di mana! Kalo yang ngomong gitu Si Juna gue nggak masalah. Dia, kan, emang ahli warisnya ABB," sewot Hilmi.
"Lo kenapa, sih, dari tadi gas pol mulu?" tanya Aiden dengan heran.
Javier tertawa. "Sabar, ya, Bang. Hilmi abis berantem sama Ayu. Dari tadi modenya senggol dikit bacok."
"Pantessss," Aiden tertawa. "Berantem kenapa dah?"
"Biasa lah, Bang. Perkara tempat duduk di auditorium aja bisa ngebuat mereka perang," jawab Juna.
Aiden tertawa lagi sambil mengangguk-angguk. Akhirnya ia paham mengapa Hilmi sejak tadi sensitif sekali.
Mereka akhirnya tiba di kafetaria. As expected, tempat itu ramai sekali. Ada banyak mahasiswa dari berbagai angkatan dan jurusan yang berkumpul di sana.
"WOI BRADERRRR!!!!"
Aiden, Raul, Juna, Hilmi, dan Javier serempak menoleh. Mereka mendapati Lanang yang nyengir kelewat lebar sambil melambaikan tangannya, kode supaya kelima cowok itu bergabung dengannya. Ada pula Xavi, Hendra, dan Yola sebagai teman satu meja Lanang.
"Weh lu pada adik tingkat, ya?" tanya Lanang SKSD.
"Iya, Bang," jawab Raul.
"Gila, gila, gila! Makin betah gue ke kampus kalo populasi cogan ABB makin nambah tiap harinya," ujar Yola sambil tertawa.
"Sumpah, Yol, lo mirip banget tante girang kalo kayak gitu," sahut Xavi.
"HEH!" Yola melotot.
"Udah lah berantemnya entaran aja. Malu dikit kali berantem diliatin adik tingkat," timpal Hendra.
"Ayo duduk," ajak Aiden pada adik-adiknya supaya tidak merasa canggung dengan teman-temannya.
"Oh, iya. Gue denger-denger lo adeknya Hendra, ya?" tanya Yola pada Hilmi.
"Iya, Kak."
Seketika itu juga tawa Hendra pecah. "Nggak cocok lo, Hil, nyebut kata kakak!"
Hilmi melotot. "Gue aduin lo ke Bang Jevon, ya, awas lo!"
KAMU SEDANG MEMBACA
ABBLS | #1 DESTINYOU ✔
Fanfic⚠ SERIOUS WARNING : KEPADA PARA PLAGIATHOR, PENGANUT BIM, ORANG KUKER YANG BISANYA NGEJULID DOANG, DAN OKNUM 'BOCIL' YANG NGGAK BISA BEDAIN MANA FIKSI MANA REALITA, DILARANG KERAS UNTUK MENDEKAT! • Aiden Maxime Luciéano menyukai Maudy Korasya sejak...