[3] The EXOTIQUE (3)

2.7K 158 4
                                    


𓃬 A R B I T E R 𓃬



"Athena??" Arbiter terlonjak kaget dibalik masker dan topinya itu. Meskipun gue hampir nggak mengenalinya, tapi gue yakin kalau itu Arbiter. Dan benar saja dari keterkejutannya saat ini.

Gue mengacuhkan dia dengan menyambut pembeli lainnya yang juga bebarengan masuk 20 detik setelah Arbiter.

Gue mencoba mencari sosok Halim untuk meminta bantuan, namun nihil. Nih anak izin kemana dah lama amat.

Satu persatu para pembeli mengantre di kasir. Hingga giliran Arbiter, dia dipanggil Halimㅡyang sudah kembali ke posisinyaㅡ namun ia anggap sebagai angin lalu.

"Silahkan ke arah sini, Mas." Ujar Halim lagi seraya pandangnya melirik gue sinis.

"Mas, bisa geser kesini kok." Lanjut Halim sehalus dan sesopan mungkin. Ia berusaha menahan emosinya. Gitu-gitu pembeli adalah raja.

Arbiter menoleh sekilas seraya mengangkat tangan kanannya, mengisyaratkan kalau dia ingin mengantre di barisan gue aja.

"Oh ya sudah, mungkin Mbaknya yang di belakang masnya bisa pindah ke kasir sini." Mau tak mau Halim menyuruh antrean setelah Arbiter untuk berpindah ke barisannya.

Selang beberapa menit, giliran Arbiter untuk membayar belanjaannya.

Gue membeo sekilas karena tersadar gue sedang dalam mode kerja sebagai karyawan. Gue terkejut bukan karena dia belanja banyak, melainkan hanya satu botol good day rasa alpukat.

"Serius nih orang?" Gumam gue di dalam hati seraya meraih minumannya dan men-scan ke monitor.

"Ini aja, Kak? Ada lagi?" Tanya gue sesopan mungkin.

"Nggak ada."

"Beli rotinya kak, ada promo. Beli satu gratis satu." Ujar gue sembari melihat layar yang menunjukkan harga dari minumnya.

"Boleh. Lo sukanya rasa apa?"

"Maaf, Kak?"

"Maksud gue menurut lo roti mana yang paling enak?"

"Menurut saya, Kak?"

Arbiter mengangguk sembari menatap gue lekat. "Semuanya enak kok, Kak. Kakak pilih aja mau rasa apa."

"Menurut lo gue harus ambil yang mana?"

Gue berdecak dalam hati. Berusaha menahan seluruh emosi gue, yang akhirnya gue iyakan permainan ini orang.

"Keju, Kak."

"Yaudah, keju satu."

Gue pun mengambil 2 roti keju kemudian memasukkan ke dalam paperfood, dan gue satukan sama minuman yang dia pesan tadi.

"Totalnya dua puluh lima ribu kak."

Gue kira interaksi gue dengan Arbiter hanya sampai situ saja. Namun ternyata gue salah, dia mendekatkan dirinya ke arah gue seraya menarik lepas maskernya hingga sedagu, "pulang bareng gue. Gue tunggu lo di mobil."

Hampir aja dia langsung melesat pergi namun langsung gue tahan, "gue pulangnya pagi. Lo nggak mungkin nungguin gue selama itu."

"Oke, terserah. Yang penting gue tetap nungguin lo."

Dan begitu saja, Arbiter meninggalkan kasir dan berjalan keluar dari supermarket. Hal itu tentunya nggak lepas dari pengamatan Halim sedikit pun. Begitu Arbiter benar-benar hilang dalam jangkauan gue, Halim mendekat lantas menyikut lengan gue pelan.

ARBITERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang