[5] The EXOTIQUE (5)

2.3K 147 8
                                    

𓃬 A R B I T E R 𓃬

.
.



Gue pun memasuki gedung cakra yang digunakan sebagai lokasi syuting sore ini. Tempat pemotretan hari kedua masih sama kaya hari pertama. Gue jalan beriringan dengan Arbiter yang menyampirkan jaketnya ke bahu. Langkah kita berdua serasi dan disambut tepukan meriah dari Misel dan Raya yang sudah tiba lebih dulu.

"Sore bebih, beli lem merk apa? Kok cepet gitu rekatnya?" Usil Raya yang direspon kikikan geli dari Misel yang sibuk menata alat makeup. Gue melirik Arbiter yang ternyata sedang menyunggingkan senyumnya sepersekian mili, nyari tak terlihat jika tidak berada tepat di sampingnya.

Gue mendengus, "Rajawali." Gue pun berlalu ke arah ruang ganti meninggalkan Arbiter di belakang gue.

Tepukan pelan di bahu membuat gue urung membuka pintu ruang ganti. Tangan Arbiter terurur menyerahkan kuncil mobil gue. Gue pun membalas dengan ekspresi bingung.

"Kenapa?"

"Kunci mobil lo."

Gue memperhatikan kunci mobil gue di tangannya dan wajahnya secara bergantian, "iya tau. Terus kenapa?"

"Ya gue balikin, Thena. Lo nggak takut emangnya kalau tiba-tiba mobil lo gue bawa kabur?"

Gue menggedikkan bahu cuek, "bawa aja. Gue masih punya banyak di basement." Gue membuka pintu ruang ganti dan menutupnya segera.

"Anjing lupa, dia kayanya kebangetan." Gerutu Arbiter yang gue dengar sebelum pintu benar-benar tertutup rapat.

Fyi, tadi sebelum berangkat gue sempat negoisasi dengan Arbiter buat tukar mobilnya jadi mobil gue. Mobil dia avanza yang semalam dipakai buat jemput gue di supermarket. Sedangkan kita akan berangkat ke lokasi pemotretan alias kita berdua model. Jadi gue bilang ke Arbiter kalau sesuatu tuh sudah ada tempatnya. Ketika gue pergi ke supermarket buat kerja, gue menyesuaikan. Gue bakalan berangkat pakai mobil gue avanza atau ayla, atau sejenisnya. Tapi ketika gue menghadiri acara penting, misalnya ada pertemuan partner kerja model, atau syuting seperti sekarang ini, gue bakalan pakai mobil-mobil sport gue.

Arbiter hanya melongo mendengarkan penjelasan gue tadi pagi. Dia kira semalam mobil-mobil yang berjejer rapi di basement itu punya penghuni apartemen dimana gue tinggal, ternyata itu punya gue semua.

Makanya dia tadi ngumpat begitu gue nolak dia ngembaliin kuncinya ke gue. Enak aja mau dikembaliin. Ntar kan dia nganterin gue, jadi sekalian nanti lah.

Gue bahkan masih teringat jelas gimana gemetarnya tangan Arbiter ketika mengemudikan mobil gue tadi, pagani. Dia bilang dia belum pernah mengendarai mobil ini. Mobil punya dia hanyalah fortuner, civic, dan paling mahal ferrari. Arbiter bilang, dia pernah merasa kaya, bahkan teman-teman disekitarnya juga nganggap dia kaya. Tapi dia nggak expect kalau gue lebih kaya darinya.

Selepas ganti pakaian, gue segera keluar dari ruang ganti dan menemui Misel untuk dimakeup. Begitu gue membuka pintu, gue dikagetkan dengan Arbiter yang baru saja menginjakkan kakinya di depan ruang ganti gue.

"Ngagetin!" Seru gue kaget dan reflek mukul lengannya keras. Arbiter hanya tersenyum tipis kemudian mengajak gue ke ruang makeup.

"Sexy girl." Bisiknya rendah di sekitar telinga kiri gue.

Gue meliriknya sekilas berusaha mengabaikan tingkah flirtingnya itu, "lo nggak sama jajaran manajer lo itu? Perasaan kemaren pengawal lo banyak amat."

Arbiter terkekeh kecil, "gue pulangin. Malu kali sama lo. Lo aja sendiri, masa gue masih diintilin."

"Nggak waras emang lo, Biter Biter." Ujar gue seraya menggelengkan kepala pelan berulang kali. Gue ngerasa capek ngehadapin tingkah laku Arbiter yang nggak sesuai dengan mukanya.

ARBITERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang