Si Curut Jamal

42 5 2
                                    


Namanya Jamal

Aku kesel, bawaannya pengen ngunyah meja lihat muka dia.

"Udah Nyol. Nggak usah berantem sama dia." di saat genting ini Dhandi si cowok jelek berkaca mata sahabat aku cuma bisa merengek sambil megang lengan aku. Dalam hati aku nggak bisa berhenti maki dia yang nggak tahu caranya ngebales perbuatan cowok songong yang jelas-jelas sengaja numpahin jus ke badan dia.

"Jadi aku harus biarin dia ngebully kamu terus? Nggak bisa. Cowok kayak dia itu mesti diajarin." menghiraukan Dhandi aku meraih jus bekas setengah penuh di meja samping. Bakalan aku pastiin baju dia sama basahnya kayak baju Dhandi atau lebih parah.

Hal itu bakalan terlaksana kalau aja Dhandi nggak narik tangan aku. Cairan berwarna kuning alat balas dendam malah tumpah di lantai keramik kantin. Sial. Mengabaikan itu aku melepaskan tangan aku kuat dari pegangan Dhandi dan lihat muka cowok songong.

Lain dengan aku yang udah berang. Berdiri menjulang. Rambut acak-acakan, seragam nggak dikancing, kaus dalamanan putih bertuliskan 'I'AM GENTLE'. Satu hal menggambarkan tentang ini. SIAL KENAPA AKU MESTI SATU SEKOLAH SAMA DIA?

Cowok alis tebal muka ngeselin ini namanya Jamaluddin Afendi. Panggilannya Jamal atau yang kerenan Jim. Anak orang kaya di konfleks sebelah rumah aku. Anaknya duren paling terkenal yang nggak sedikit ibu-ibu apalagi janda klepek-klepek macam ikan tanpa air sama papa dia. Siswa yang katanya akan menggantikan ketua geng bandel di sekolah ini. Seorang cowok berhobbykan bully orang lain. Dan merupakan musuh besar alami kaum jelek kayak aku. Kenapa? Karena dia alergi orang jelek.

Sumpah demi Tuhan. Om Afendi pasti nyuap pihak sekolah biar dia lewat test sekolah di sini. Soalnya nggak mungkin aja cowok bebal kayak dia ini bisa sekolah di sini.

Sekali lagi. SIAL. Mesti yah aku dan Dhandi satu sekolah sama dia lagi?

"Nyol. Kamu nggak maukan kena masalah di minggu pertama? Nanti apa kata Mama kamu? Pasti dia marah sama kamu kalau tahu kamu berantem sama Jamal."

Lagi-lagi Dhandi bicara omong kosong. Aku nggak peduli sama akibat dari ini. Aku nggak peduli aku bakalan kena masalah atau dimarahi mama. Aku udah muak sama kelakuan Jamal. Mungkin ini cuma insiden jus doang. Tapi, bukan hal biasa lagi kalau Jamal sering cari masalah. Dia bukan sekali dua kali bully Dhandi, tapi udah beratus kali. Bahkan secara kekerasan. Kali ini aku akan mengakhiri bullyan ini. Aku nggak mau aku dan Dhandi mseti jadi bahan mainan lagi. Secara, kalau dia berani bully Dhandi, orang lain juga bakalan ngejekin aku. Please deh, aku nggak mau itu. Aku udah stop dibully semenjak naik kelas dua Smp dulu.

"Bener kata Cowok lo. Lo bagusan diam aja. Lo nggak maukan Mamah lo tersayang ngeluarin lo dari sekolah ini gegara cari masalah sama gue? Lo nggak ingat janji lo dulu pas kelas dua Smp? Emang, selain lo 'cewek jelek' lo rupanya pikun juga."

Sabar, Nyol. Kamu udah bilang ke pembaca kalau kamu tetep sabar walau dibilang jelek di chap sebelumnya. Kamu nggak boleh hilang kontrol dan nelen muntahan orang yang pikir kamu itu pinplan. Oke, sabar.

Selagi aku mengumandangkan kesabaran dalam hati. Aku nggak lihat Jamal mendekat. Merasa ada nafas orang busuk kena cuping aku. Aku mau buang angin. Tapi nggak jadi. Malah suara bisik, atau omongan dia terdengar jelas.

"Jelas dong. Lo itu nggak bisa dapetin dia. Lo itu memalukan. Lo cuma 'cewek jelek' yang nggak beruntung. Mati sana."

Dengerin ucapan dia kali ini aku nggak bisa buat nahan diri lagi. (Ada yah, cowok selambe turah kayak dia?)

"Jamal kamu itu..." aku udah siap-siap nampar Jamal sekuat tenaga "Eh?" Seakan ada kekuatan Hercules, Dhandi ngangkat aku ke bahu dia. Sejurus kemudian, karung beras manusia alias aku dibawa kabur dari kantin ke pojok sekolah. Aku nggak terima, aku masih berontak. Sepanjang jalan dilihatin orang aku maki-maki. Dhandi sialan sama sialan kayak Jamal.

Cewek Jelek (Nyol)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang