Ini chap pendek yang nggak ada hubungannya sama chapter sebelumnya.
•••••
Aku nggak pernah naik roller coaster. Pertama karena aku takut ketinggian. Kedua aku takut kenceng. Terakhir aku takut kena jantungan gegara naik roller coaster. Tapi, kayaknya aku lebih takut ngelihat alis Jamal dari deket. Deket banget malah. Karena alis tebel yang sering aku ejek mirip ulat bulu punya dia itu. Nggak seperti yang aku maksud. Alis Jamal emang tebel terus item kayak rambut dia. Bentuknya panjang mirip pedang. Ketika di sandingkan sama mata tajam dan hidung tinggi Jamal. Adakalanya daripada Aliando. Jamal lebih...lebih.... Aku ngerasa kayak naik roller coaster. Padahal aku nggak pernah naik roller coaster. Jantung aku berdetak kenceng. Mungkin takut? Tapi aku tahu itu bukan takut.
"Nggak mau bangun?"
Serasa jatuh dari genteng. Kesadaran aku akhirnya balik lagi.
Saat ini.
Detik ini.
Aku.
Di.
Atas.
Jamal.
Aku?
Aku jadi nggak ikhlas. Dan aku marah.
Kejedot di tempat yang sama. Aku nggak ikhlas
Ngelihat kakak aku bareng sama Jamal. Aku marah.
"Aduh." aku pegang jidat aku yang barusan kejedot pintu. Sakitnya minta ampun. Kalau aja ini orang lain, selain Kak Al sama Jamal. Aku yakin kalau sekarang aku bakalan nangis kenceng. Inget kan sama kejadian Javier nampuk aku pakek ranting? Aku nangis sejadi-jadinya. Tapi di depan kak Al dan Jamal? Nggak mungkin aku nangis. Aku gengsi.
"Kak Al, ngizinin Jamal masuk?" aku tanya Kak Al. Dia udah masuk kamar. Ngeletakin nampan di tangan ke meja. Dan ngambil tisu. Kak Al julurin kertas lembek itu ke aku.
"Dia mau minjem kaset. Mama juga ngundang Jamal sama papanya ke sini."
Jawaban kak Al buat suasana hati aku berubah seketika.
Intinya. Kak Al ngizinin.
"Nggak usah." aku nolak tisu itu dengan suara bergetar. Mata aku mungkin udah merah sekarang. Kalian bisa nganggap aku labil dan juga moody.
Jujur.
Aku cuma mau jadi adik yang disayang kakaknya. Dan kalian lihat kakak aku, dia nggak sayang sama aku. Dia mungkin nggak mau dimarahin kakak pertama. Karena nggak bisa bawa aku pulang tadi makanya dia boong, bilang aku kerja kelompok bareng Dhandi.
Terlebih. Kenyataan kalau Jamal ada di dalam kamar kakak aku seizin yang punya kamar. Aku merasa dikhianati. Kak Al tahu semuanya. Tahu kalau Jamal dulu sering bully aku. Dia sering lihat aku diejek, dirusuhin sama Jamal. Di SD dulu dia tahu gimana seringnya aku nangis karena Jamal yang nggak pernah capek gangguin aku. Aku juga sering, nasehati hati aku sendiri untuk sabar. Aku pikir dulu, kalau kakak aku nggak mau dianggap anak bandel sampe harus berantem sama adek kelas gegara adek. Jadi, setiap kali hal sama terjadi. Kak Al yang ngalihin pandangan dan pergi gitu aja. Aku biarin.
Sampe aku sadar. Bahkan, saat Jamal akhirnya pindah ke SD lain. Kak Al juga nggak mau dideketin aku. Kecuekkannya bikin aku ragu untuk ngerebut sedikit pun perhatian dia dari temen, barang-barang faforitnya, dan juga kedua kakak kita.
Sekarang. Tahu kalau kakak aku ngenerima orang yang suka jahilin adiknya lapang dada. Bahkan, biarin Jamal ngacak kamarnya yang terkenal paling rapi di rumah?
"Itu buat jidat Lo yang seberapa. Apa Lo mau perban?"
Aku balik mandang Jamal. Hati aku nggak seribut tadi. Cowok itu udah berdiri dari acara rebahan. Jangankan bilang maaf. Minta makasih pun aku nggak mau sama cowok ini. Seakan sakit hati menaun aku membuncah aku nggak nyesel ngungkapin isi hati aku yang udah lama mendem ini.
"AKU BENCI SAMA KALIAN BERDUA!!!
Aku lihat kak Al terkejut. Aku langsung lari ngelewati kak Al. Nggak peduli sama Jamal.
Aku nggak tahu ada orang lewat depan kamar kak Al.
"Ati-ati napa. Nggak punya mata?"
"......."
Aku ngelirik cewek rok mini mulut pedes berambut warna-warni yang nggak sengaja aku tabrak di depan pintu kak Al. Dia kakak aku yang kedua. Dia muncul di saat yang nggak tepat. Kalau udah gini bagusan aku nggak balik ke kamar. Jadi aku menuju tangga.
Anak tangga aku lewatin dua sekaligus. Sayangnya. Ada.....
"Dek mau kemana kamu? Temenin–"Tepat di bawah tangga ada mama. Di samping dia ada cewek bermatasipit."Kenapa lagi jidat kamu,?"
Aku tetep jalan menuju pintu depan.
"Aku nggak mau nyusahin mama,"please aku mau menyendiri dulu. Tahu kalau kak Al baik-baik aja sama Jamal yang notabene pembully aku sama Dhandi. Aku kesel bukan main. Aku nggak bercanda. Aku beneran kesel sekarang. "Dan kak Al. Dia boong aku main ke tempat Dhandi kerja bukan kerpok. Aku juga nggak bisa bantu Mama sekarang."
Melewati pas bunga.
"Dek!" kak Al nyusul aku rupanya. Ada tiga makhluk di ujung tangga. Gara-gara aku, keadaan sekarang rusuh. Sama kayak kamu. Aku nggak bisa nebak masa depan. Tadinya aku baik-baik aja. Lalu tiba-tiba berubah drastis kayak gini.
Ini lebay yah? Adek yang nerasa marah besar tahu kakaknya. Merasa kecewa berat.
AKU NGGAK PEDULI. AKU MAU CABUT.
MAU MENYENDIRI DULU!
Aku raih kenop pintu depan yang lebih gedhe dari pintu kak Al.
"......."
Aku lihat sesuatu sekarang.
Papa?
Ada papa aku di depan aku. Cuman barang yang di bawa papa itu yang bikin aku terkejut bukan main.
KUEEEE????
"Mau kemana kamu?"
Papa yang ngelihat aku udah lecek nggak karuan bicara.
"Pergi."
"Kemana? Ini kan ulang tahun kamu. Kamu tidak papa kasih keluar. Masuk sana bantu Mama. Bentar lagi ada tamu."
U...APA..A..A.AA?!
Aku nggak bisa nutup mulut aku lagi.
"Ultah?" kayak orang gila aku tanya entah ke siapa.
"Kamu nggak inget ini tanggal enam belas bulan enam. Ultah kamu yang kelima belas."
Kakak pertama aku dateng dari dapur. Dia bawa lilin angka satu sama lima.
ASTAGA...
ASTAGA....
Aku mau pingsan. Eh, nggak jadi.
"HAHAHAHAHAHAHA..."
Aku ketawa sejadinya.
Aku salah paham, kan?
Ini nggak mungkin NYATAAAAAA!!!!
-------------------
A/N
Baca ulang masih aja ngangkak 😂😂
KAMU SEDANG MEMBACA
Cewek Jelek (Nyol)
Teen FictionIni si Nyol yang selalu tersakiti. Udah comback guys~~~ Emang yah. kalau jadi cewek jelek itu susah. temennya dikit. sukak Ama cowo eh cinta bertepuk sebelah kanan. sering dikhianati. di rumah sendiri malah kayak orang buangan. berasa nggak ada hara...