Karma Lah

28 4 0
                                    

Setelah kejadian tadi aku sekarang cuma bisa terpakur menyedihkan di bangku kelas. Terlungkup ngadap meja kayak ngadap temen lama. Abisnya aku nggak tahu mau ngapain lagi di jam istirahat kedua ini. Mau marah. Marah sama siapa? Nggak ada yang bersalah. Emang akunya aja yang khilaf nggak tahu tempat. Mau nangis juga nggak pengen nangis. Aaaaah.... Galau.

"Nyol, kamu nggak mau keluar?"

Dhandi nanya aku begitu. Yang lagi-lagi aku anggepi dengan gelengan. Lemes deh rasanya nginget yang tadi.

"Kamu nggak leper? Nggak mau bolos lagi?"

Kali ini Albi ayam yang ngomong. Entah sejak kapan dia gabung ke genk alien. Tapi nggak papa lagian dia juga masuk kualifikasi gank kita punya. Nanggepi pertanyaan Albi aku geleng-geleng lagi. Mau aku laper pun aku nggak sanggup nelen apa-apa sekarang. Nggak selera.

"Kejadian jam isti pertama jangan diinget lagi, Nyol. Nggak guna."

Ini entah suara siapa. Tapi, yang pasti cowok dan dia kayaknya lewati bangku aku selagi ngomong. Aku ngangguk kalau untuk yang ini. Kalau aku lihat sekarang orangnya. Aku bakalan jadiin dia pengganti Dhandi. Dhandi nggak peka banget jadi orang. Hibur kek. Masak dari tadi cuma ngintilin aku doang. Tapi, nggak jadi. Dhandi masih yang terbaik. Lagi males dongak aku biarin aja cowok yang tadi menghilang entah kemana. Kalau memang jodoh buat jadi temen juga nanti ketahuan orangnya. Bagusan aku terus terpakur, terkulai lemas di atas meja sambil meratapi nasib.

"Dhan. Jangan-jangan dia nangis tuh?"

Ini suara cewek. Dan suaranya nyebelin. Kalau nggak salah dianya ini yang duduk di meja samping Dhandi. Awas ajah kalau dia yang berada di posisi ini. Jangankan nangis. Aku bakalan tuduh dia lagi gerogoti meja karena galau. Nggak tahu suasana nih cewek. Sesama kaum hawa itu seharusnya ngerti sikit bukan. Ini bukan, senng banget lihat cewek lain bengek kayak gini.

"Nyol."

Kalau bukan karena suaranya aku tahu tangan yang lagi megang aku itu tangannya Dhandi. Dia kayak mulai khawatir aku masih aja loyo di samping dia. Aku hela napas. Maaf Dhan aku males main drama sekarang. Kali ini muka aku kealih ke arah tembok putih sebelah kanan. Temboknya bersih banget. Kayak layar bioskop. Kurasa bagusan curhat sama tembok sekarang.....?

Oh, tembok kenapa semua ini terjadi padaku?

Kenapa aku mengalami ini?

Apa yang harus aku lakukan setelah ini?

Apa salahku hingga jadi begini?

Kenapa?

Kenapa?

AKU NGGAK SANGGUP LAGI...

OOOHHH... TEMBOK JANGANLAH DIAM. JAWABLAH AKU!!! SUNGGUH KAU KEJAM TEMBOK.

(Maaf, aku lagi-lagi OOC alias out of character.)

Sia-sia temboknya diem aja. Malah kerasa dingin. Aku mau balik muka ke arah lain. Lalu entah dari mana debu tak kasat mata nyamperi mata aku. Otomatis aku kedip dua kali. DAN tiba-tiba adegan di lapangan terulang. Keputer macam layar hitam putih dari tembok. Aku pengen banget nutup mata. Sayang, aku nggak bisa. Terpaksa nonton adegan paling memalukan di hidup aku.

----------------

Duk....Duk....Duk....

Alkisah, kala itu aku melamun. Dengan dua gajah lari keliling kepala aku. Tetiba tiupan topan beserta gunung meletus melanda. Nggak tahan memuntahkan lahar merah berupa amarah serta cemburu.

Yang ternyata Ooooh.... ternyata jeritan hati aku kedengeran satu sekolah.

Bukan mengapa. Tuhan itu Maha Adil ada orang cantik dan ganteng tapi oon. Ada juga cewek jelek tapi pinter. Beda sama kasus aku yang kecil, jelek, bengek, elek, serta sederet hal lainnya. Kelebihan aku yaitu suara aku volumenya itu kalau lagi bagus sama kayak speaker yang distell maksimal. Sama toa sebelas dua belas.

Cewek Jelek (Nyol)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang