Nggak apa. Namanya juga cinta

18 1 0
                                    

Aku emang plin plan kayaknya. Dulu bilang benci sama Jamal dan pastinya ungkapan itu datang dari lubuk hati yang terdalam. Jujur. Tapi. Sekarang, yang aku rasain sedikit berubah atau emang udah berubah. Aku mulai merasa kehadirannya Jamal nggak senyeselin dulu, bahkan kadang semenjak pulang dari pasar malam atau tepatnya pas di rumah hantu dulu.

Aku tetiba mikirin dia.

Aku nggak bilang detail ke kamu. Karena aku yakin nggak bakalan jadi begini.

Di keadaan dimana. Aku tanpa sadar ingat Jamal. Misalnya, pas lagi beresin taman bunga mama. Kalau sempat aku liat ada ulat nggak mesti punya bulu. Aku ingat alis dia yang tebal dan panjang. Alis yang suka naik sama turun pas dia ngomong ke aku.

Satu kali. Dua kali. Tiga kali. Empat kali ingat dia.

Awalnya selalu ada alasan buat menghubungkan sesuatu sama cowok itu.

Tapi. Tanpa alasan aku mulai ingat dia. Misalnya, lagi makan juga sempat mikirin dia. Lagi main di kolam renang juga pernah. Lagi nonton tivi juga pernah. Lagi bantu bik Susi. Lagi...😶

Kayaknya aku udah kebanyakkan buka aib sendiri. Aku mau aja delete tulisan aku di atas. Tapi sayangnya itu yang aku rasain sekarang.

Apalagi pas tadi di warung bakso Jamal minta maaf sama Dhandi.

Ada sesuatu.

Hal yang bahkan sama Neval pun aku nggak rasain.

Aku nggak tau apa namanya. Kalau aku ibaratkan pakek kata rasa mungkin...ada manis manisnya? Tapi dominan pahit? Atau kata sifat, menyenangkan? Tapi dominan ragu?

Sorry... Aku terbelit-belit ngomongnya. Tapi ini memang yang aku alami saat ini. Aku tuh bingung. Galau. Puyeng. Pusing. Vertigo.

Aku nggak tau lagi mau ngapain. Sampai spontan aku bilang ke Dhandi kalau aku mau deketin Neval.

"Kamu mau mampir ke tempat bang Satria? Jujur aku masih mau dengerin penjelasan kamu yang di warung bakso tadi."

Kita ada di parkiran saat ini. Tepatnya di mana aku parkirin sepeda Kak Al. Mendengar apa yang diucapkan Dandi

Aku ingat udah ngindar dari topik ini semenjak kita balik ke kelas. Tapi, Dhandi sahabatku rupanya udah mendeteksi sesuatu. Dan aku nggak mungkin lagi menghindar dari dia soal ini.

"Ya, aku mau." Aku ngangguk kedia dan nunjuk kesepeda kak Al."tapi, aku mau cari Kak Al dulu. Mau balikin sepedanya. Biar aku bisa kamu bonceng pakek motor."

Dhandi langsung ngangguk. Aku ambil ponsel dari dalam tas. Parkiran mobil dibedakan sama parkiran sepeda atau motor. Dan letaknya ada di dua sisi sekolah yang berbeda. Aku bisa aja langsung nyamperin kak Al ke parkiran mobil. Cuman ngingat kalau pagi ini aku nggak pergi bareng sama Kak Al. Aku takut kalau langsung pergi ke sana sebelum menghubungi Kak Al. Kak Al nya keburu pulang. Jadi aku menghubungi Kak Al dulu.

"Kak?"

Aku kira butuh beberapa kali biip sebelum Kak Al angkat telp aku. Ternyata belum sempat dua kali biip. Kita langsung terhubung.

"Dek, di mana kamu?"

🤔

Mungkin orang lain denger kakak aku sekarang. Nadanya terkesan biasa aja. Tapi buat aku yang udah tinggal seumur hidup sama dia. Nggak bisa bohong kediri sendiri. Nada suara kak Al kayak cemas gitu.

"Aku masih di sekolah. Di parkiran motor sama Dhan..."

"Tunggu kakak di situ."

😐

Aku belum selesai ngomong kak Al udah keburu nutup telpon. Ya, udah nggak mau tambah pusing. Aku biarkan. Lagian nggak mungkin kan Al cemas sama aku. Mustahil. Ingat kamu kan, dia itu cuek kalau soal adeknya. Pas dimarahin mama walau aku nggak salah. Kak Al sama sekali nggak bantu atau bela adik bungsunya ini.

Cewek Jelek (Nyol)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang