Tell Me Why!!

15 4 2
                                    

Banyak typo

--------------------------

Aku pikir aku nggak bakalan galau karena ajakkan Jamal. Tapi, aku salah rupanya. Sepanjang hari dari bangun tidur sampe sore. Yang aku pikirin adalah Jamal doang. Eh, maksud aku motive dia ngajak aku ke taman hiburan yang merakyat alias Pasar Malam. Bukan Jamalnya.

Karena jujur. Dari aku kecil memang suka ke pasar malam. Apalagi sama wahana Tong Setannya. Aku suka banget. Tapi udah lama ke tempat kayak gitu. Aku nggak yakin bisa santai kayak biasanya. Takutnya kalau Jamal beneran mau ngerjain aku di sana. Aku nggak bisa ngapa-ngapain.

Dan ini bikin aku stress....

"Kamu nggak mau pesan yang laen, Nyol?"

Jam baru aja nunjukkin setengah lima. Tadinya aku masih ada jam les komputer. Tapi, aku minta keluar cepet buat jumpain Dhandi di tempat dia kerja. Dan karena ini lebih sore daripada jam-jam anak-anak sekolahan masih nongkrong. Nggak lama setelah ngelayanin pelanggan laen. Dhandi nyampirin aku yang udah duduk manis di meja paling depan kedai Bang Agung ini.

"Ini udah cukup kok." aku senyum keDhandi. Tapi cowok itu ngerutin alis dia dan dengan spontan nanya aku begini....

"Kamu nggak ada les?" Dhandi nyeret kursi dia kedeket aku. Suara nyieeetnya bangku yang tergesek lantai keramik bikin beberapa pelanggan bahkan Bang Agungnya sendiri ngalihin perhatian mereka dari kegiatan laen ke arah kami sejenak.

"Hn."

Aku nganggukin pertanyaanya dia. Pagi ini sampe pulang sekolah aku udah bersikap biasa di depan dia sama Albi. Aku nggak mau dibilang memperbesar masalah kecil atau istilahnya bodoh karena khawatir ke sesuatu yang belum tentu terjadi.

Tapi....

Semakin mendekati jam-jam menuju janji aku buat pergi sama Jamal ke Pasar Malam, di malam ini. Aku makin goyah. Dan bahkan sampe datengin Dhandi walau harus skip setengah kelas les komputernya.

"Nyol, serius. Kamu jangan bikin aku khawatir." Dhandi senyum khawatir. Dia juga nunjukki espresi bingung yang kentara. Walau awalnya kasih tampang bercanda.

Aku nggak sanggup nahan diri buat bilang ini ke diri aku sendiri.

Dhan, jangan kan kamu. Aku aja lagi bingung sama apa yang aku rasain saat ini.

Aku mau jelasin ini pakek kata-kata. Tapi, nggak bisa. Maksud aku. Aku nggak nyesel buat nerima undangan Jamal. Aku juga perlu pergi ke pasar malam buat ketemu Javier yang entah ada urusan apa di sana. Aku punya alasan laen juga untuk itu. Cuman aku ragu.

"Dhan. Kamu harus dengerin cerita aku dari pertama sampe akhir. Ok?!"

Aku ngeletakin tas aku di atas meja. Karena memang cuma ada susu hanget di meja. Tas berisi laptop, chargernya, dan kalau nggak salah dua buku besar juga ada di dalam sana. Tas gedhe itu muat pas sama meja. Ngeliat hal ginian. Ibaratnya meja depan aku. Aku juga ngerasain sesak ditibanin benda yang nggak jelas.

"Dhan, aku minta maaf kalau aku ada salah. Kita bakalan jadi sahabat untuk selamanya."

Sumpah demi apa? Dhandi makin neleng buat periksa espresi aku yang aku sendiri juga nggak tau gimana. Mungkin hati kecil dia bertanya-tanya....

'Ini anak kenapa pula? Dateng tiba-tiba abis itu nggak jelas maksudnya apa?!'

Begitulah kira-kira.

Dan Dhandi menindak lanjutin kecurigaan dia.

"Kamu nggak sakit kan, Nyol?" Dhandi nanya dan megang jidat aku pakek tangannya sendiri, terus dia bandingin ke jidat dia sendiri. Matanya yang agak sipit sampe melotot.

"Ka—"

"Jamal ngajak aku keluar nanti malam."

"........kamu minta maaf karena nanti malam. Kamu pergi sama Jamal kepasar malam?!"

Aku itu tipe temen yang selalu ngabarin apa aja yang aku alemin sama sahabat sendiri. Tentang Javier lah, keluarga aku juga. Aku bakalan bilang sama Dhandi. Dhandi juga gitu keaku. Walau Dhandi nggak suka aku bahas atau ikut campur urusan dia. Karena akunya juga tahu kalau cowok itu gimana.

DAN.

"Iya."

"........" Dhandi nggak ngomong apa-apa.

".....aku bakalan cerita kok awalnya gimana."

"Kamu nggak usah cerita." dia bilang.

Aku mau cerita sama dia biar kita cari solusi sama-sama. Soal apa yang lagi aku rasain. Apa ini cemas atau cuma takut doang. Gimana pun yang namanya firasat buruk ciri-cirinya kayak aku alami. Nggak jelas gitu.Tapi, moodnya Dhandi langsung drop. Karena aku nyebutin Jamal.

"Kamu marah?"

Wajar kalau Dhandi nggak suka sama Jamal. Cowok beralis tebal itu kalau bully Dhandi nggak pakek takaran. Ibaratnya. Jangankan Dhandinya, orang yang liat gimana Jamal ngebully Dhandi bahkan bisa ngerasain malu sama sakitnya. Kayak aku. Aku liat sendiri gimana Jamal bareng temen dia–yang selama ini nggak pernah aku sebutin–ngebully Dhandi. Dan untuk berapa pun banyaknya Jamal bully Dhandi di belakang aku. Aku ragu kalau Jamal ngelakuinnya lebih baik dari yang aku liat sendiri.

"Nyol aku memang sahabat kamu. Tapi, apapun keputusan kamu. Itu kamu yang nentuin."

"Dhan, aku juga nggak suka Jamal kok. Aku cuma mau urusan kita sama dia selesai secepetnya."

APA MAKSUD AKU NGGAK KESAMPAIAN SAMA KAMU?!

Nggak cuma aku mau lepas dari Jamal. Aku juga mau malam ini Jamal juga pergi dari kehidupan Dhandi. Biar Jamal nggak lagi bully Dhandi di depan atau belakang aku.

"Nyol." Dhandi ngelepasin kacamata dia. Abis itu dielapnya sebentar. Dan liat aku dengan langsung tanpa penghalang kaca transparan "percuma kamu tanya aku lagi saat kamu sendiri udah bilang iya buat cowok itu.

Apa? Maksud aku ke sini bukan untuk denger ini.

"Aku itu cuma jawab spontan aja. Lagian apasih yang bakalan terjadi nanti malam? Palingan Jamal cuma mau ngerjain aku atau dia mau minta maaf ke aku."

Dhandi pakek kacamata dia balik.

"Terserah." cowok itu bangun dari tempat duduknya dia. Dia beneran marah sama aku.

"Lagian, kalau pun kamu bilang suka sama Neval. Kamu nggak bakalan bertindak kan? Gitu juga sama Jamal. Kamu bilang nggak suka sama dia sama kayak aku. Tapi, kamu nggak bener-bener balas perbuatan dia. Kamu itu plin plan. Dan aku nggak mau punya sahabat cewek yang kayak gitu."

Dhandi nggak liat espresi aku yang bingung. Dia pergi gitu aja. Segitu bencinya dia sama Jamal?!

Ini salah aku juga.

Aku tau akhirnya bakalan semasalah ini kalau berhubungan dengan yang namanya Jamal.

Sahabat aku. Dhandi. Dia nggak pernah suka sama Jamal. Dan dia diem karena nggak mau terlibat jauh sama cowok itu. Tapi. Akunya malah dengan nggak acuhnya ngebiarin Jamal kembali ngusik kehidupan aku.

Pagi ini, aku sama Dhandi masih baik-baik aja. Aku, dia, dan Albi bahkan sempat buat masalah dalam kelas dengan saling berebut satu-satunya buku cetak yang dibagi guru. Sempet hampir bolos masuk kelas gegara kecapean di jam olahraga.

Sekarang kalau udah gini. Kita kayak nggak pernah ngalamen kejadian seru bareng.

Padahal maksud aku nyempetin kesini buat konsul sama Dhandi. Cari jawaban dari maksud Jamal itu apa.

TAPI KENAPA KEJADIANNYA BEDA SAMA YANG AKU BAYANGIN.

Selama di taksi tadi. Aku pikir Dhandi bakalan kayak biasanya.

Tapi ini beda!

Aku pikir Dhandi bakalan balik ke aku lagi. Dan bilang, dia bercanda. Kita bakalan ngobrol lagi.

Cuman.

Sampe aku capek nungguin dia. Cowok itu nggak balik lagi.

Dia marah.

Aku juga. Karena sadar atau enggak. Perkataan Dhandi soal aku suka ke Neval itu kenak banget di hati aku. Dia bilang aku plin plan.

------------

Chapnya pendek Thor. Bikin kesel🤫😁😁🥰

Cewek Jelek (Nyol)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang