•••
Flashback Part ;
Seorang lelaki berusia 17 tahun itu kini terlihat sibuk membersihkan bagian body motornya menggunakan sebuah kain lap khusus untuk motor. Dengan telaten ia membersihkan seluruh bagian motornya bahkan di sela-sela yang sulit digapai.
Hari sudah mulai gelap karena matahari perlahan mulai tenggelam. Maka berakhir pula acara cuci motor yang dilaksanakan Jasen di depan rumahnya sejak tadi. Motor berwarna hitam itu sudah terlihat kinclong saat ini, sang pemilik pun berkacak pinggang dan tersenyum bangga.
Wushh~
Perhatian lelaki dengan kaos berwarna hitam itu teralihkan karena sebuah mobil berwarna merah yang melaju begitu kencang di hadapannya. Membuat Jasen terkena cipratan dari genangan air yang ada di sana.
"Buset dah!" protes Jasen sembari mengusap wajah tampannya berulang kali menggunakan ujung bajunya
Mobil itu melaju dan keluar dari kawasan komplek begitu saja tanpa mengidahkan Jasen yang kini merasa sedikit jengkel. Jasen tahu betul milik siapa mobil itu, ia hanya mengedikkan bahunya walaupun merasa penasaran kemana sepupunya itu pergi bahkan tak sempat menyapanya sama sekali.
_
"Suster!"
Teriakan dari Jinan menggema di seluruh lorong rumah sakit. Dengan tertatih lelaki tinggi itu membopong Yaksa yang tak sadarkan diri dengan tubuh bersimbah darah.
Wajahnya pucat saat beberapa suster dan seorang dokter mengambil alih tubuh Yaksa dan membaringkannya di brankar rumah sakit. Jinan ikut mendorong brankar itu menuju ruang UGD sebelum ia tak diperbolehkan untuk masuk ke dalam ruangan serba putih itu.
"Sa, lo ngga boleh mati dulu.."
Tanpa Jinan sadari ada seorang gadis yang merasa hancur saat menyaksikan seseorang yang dicintainya sedang bertaruh nyawa.
Tak lama dari itu Calya dengan kedua orang tuanya datang menghampiri Jinan yang sedang duduk di kursi tunggu.
Ketiga orang dengan usia berbeda itu menunjukkan raut wajah yang sama, cemas serta khawatir. Sejak Jinan mengirim pesan kepada Calya bahwa Yaksa kecelakaan, ketiganya seperti tersambar petir di siang bolong.
"Nak, di mana Yaksa?" tanya Janu
Jinan berdiri lalu sedikit menunduk dengan sopan, "Yaksa masih ditangani dokter di dalam, om." jelasnya
"Anakku..," lirih Jasmin, ia sekarang merasa kepalanya sangat pusing dan hampir saja tumbang jika saja sang suami tak menahan tubuhnya. Janu langsung membawa Jasmin untuk duduk lalu mengusap bahunya dengan lembut.
Janu sesekali mencium pelipis Jasmin, "Ngga ada yang bisa mengambil Yaksa dari kita, percaya sama aku." ujar pria itu meyakinkan
Bagaimana pun perlakuan Jasmin kepada Yaksa, ia juga seorang ibu. Jasmin pasti merasakan hatinya sangat sakit karena putra sulungnya mengalami sebuah kecelakaan. Calya dari tadi duduk di kursi seberang, hanya diam sembari memainkan ponselnya. Ada kesedihan yang tak bisa ia luapkan sekarang.
"Ca..,"
Tanpa mengatakan apapun lagi, Jinan duduk di samping Calya dan mengacak-acak rambut gadis itu. Jika biasanya Calya akan memukul siapapun yang menjahilinya, tapi saat ini Calya hanya tersenyum dengan mata berkaca-kaca.
***
Di hari ketiga Yaksa mengalami koma, Jinan selaku saksi masih bungkam untuk berterus terang kepada yang lainnya. Berulang kali ia mencoba untuk jujur, berulang kali pula ia ragu. Ia terlalu pengecut untuk berkata bahwa seseorang yang ia puja selama ini adalah seorang iblis. Ya, Jinan selalu memuja Lamira bak seorang dewi, bahkan ia berharap semua ini hanya ilusi semata.
Saat ini Jinan, Hana, Calya, Dariel, Jayden dan Jasen sedang berada di kantin rumah sakit. Kalo kalian penasaran kenapa tidak ada Lamira itu karena ia sedang menemani Alyssa di rumahnya. Hana tiba-tiba melirik ke arah Jinan, dari awal Hana punya firasat lelaki itu menyembunyikan sesuatu dari mereka semua.
"Oi!" panggil Dariel saat dilihatnya Jinan hanya memainkan garpu, mie gorengnya tak berkurang sama sekali
Jinan hanya tersenyum canggung, lalu meminum es tehnya dengan tergesa-gesa.
"Gue belum bilang makasih sama lo," Dariel menepuk pelan pundak Jinan yang kokoh, "Makasih karena lo bawa Yaksa tepat waktu."
Beberapa dari mereka mengangguk setuju, kecuali Jasen dan Hana. Dua orang itu terlihat sedang berpikir.
"Kak Jinan?" panggil Hana, membuat Jinan dan yang lain menoleh ke arahnya, "Kata kak Jinan yang nabrak kak Yaksa saat itu melarikan diri ya?"
"I..iya..," balas Jinan dengan nada sedikit gugup
Calya menaikkan satu alisnya, "Kok gugup gitu?"
Dengan cepat Jinan menggelengkan kepalanya, "Biasa aja kok.."
Semua yang ada di sana merasa ada yang ganjal. Jasen lalu menyenggol lengan Jayden tanda mereka harus bertindak. Kedua remaja itu kemudian berdiri di kedua sisi Jinan.
Dariel menggeleng pelan, dengan tersenyum miring ia mengambil garpu yang sedang Jinan pegang. Calya dan Hana hanya bersedekap dada sembari menikmati pertunjukkan.
Jinan meringis pelan, ia sudah menduga hal ini akan terjadi. Lelaki itu lalu mengangkat kedua tangannya tanda menyerah dari pada nanti riwayatnya tamat, "Gue sebenarnya tau siapa pelakunya.."
Setelah mendengar pengakuan dari Jinan, mendadak mereka semua terdiam. Ada sebuah perasaan kecewa yang terbersit di benak masing-masing, "Gimana bisa kita percaya sama lo?" sela Jayden, yang terlalu denial.
"Ayo kita jadi agen rahasia, kumpulkan satu persatu bukti dan atur tanggal mainnya." seru Dariel sembari mengulurkan tangannya
Dengan mantap Hana pun ikut menyatukan tangannya, diikuti Calya, Jayden, lalu Jasen, dan terakhir Jinan.
Terakhir mereka sama-sama bersorak, "MARI UNGKAP KEBENARAN!!!"
___
Mau bilang apa ke Jinan? wkwk
KAMU SEDANG MEMBACA
ASKALA [END]
Teen FictionAlyssa Arundaya adalah siswi baru di SMA Angkasa. Parasnya yang cantik, serta sifatnya yang easy going dan mudah bergaul membuatnya terlihat sempurna. Bahkan orang-orang tidak mengetahui bahwa Alyssa mempunyai sebuah trauma serta rahasia tentang hid...