03. Ironman kecil

31 5 0
                                    

" Hitam, aura jika seseorang berduka, merasa takut, ataupun memiliki niat jahat. Tak ada yang bagus dari Hitam "

 Tak ada yang bagus dari Hitam "

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

-
-
-

" Kalian darimana? "

Jantungku sudah berdegup sangat kencang bagai ingin keluar. Tetesan air mulai membasahi kening dan telapak tanganku. Aku terdiam bagai patung sangking takutnya.

Tapi menurutku, Pria berkacamata di sampingku justru terlihat lebih takut dibandingkan aku. Kami pasti akan terkena masalah setelah ini.

Saat kami menoleh ke asal suara, untunglah itu hanya guru yang sebelumnya mengajar di kelas kami.

"E-eh Ada perlu apa yah Bu?" tanyaku gugup.

Arka terlihat mengambil tumpukan buku yang dibawa guru itu sekaligus membawakan tasnya. Bagus, dia sangatlah peka dan pintar.

"Ah ada urusan sebentar sama Pak Ben" balasnya ramah.

Kami bertiga akhirnya melangkah masuk bersama. Tentu saja hal ini akan terlihat sangat natural, karena tadi aku izin keluar untuk ke ruang guru. Semoga keadaan baik-baik saya ya tuhan.

Guru muda tadi telah selesai berbincang dengan pria dewasa di depan. Aku dan arka juga sudah duduk. Kami diam seolah-olah sudah berada disana sedari tadi. Akhirnya aku bisa bernafas sedikit lebih lega.

"Baik pelajaran kita selesai disini" ucap pria tua di depan.

Setelah mendengar kalimat itu, nafasku menjadi normal kembali. Sebelum Pak Ben keluar, ia berhenti sejenak sambil menatap Arka tegas.

"Arkana Beatrix?" panggilnya.

Mendengar namanya di sebut, Arka pun berdiri. Walaupun aku tak bisa melihat warna yang keluar, sudah kupastikan ia sangat ketakutan. Terlihat dari tubuhnya yang sangat kaku dan wajahnya yang menunduk.

"Tadi darimana?" tanya Pak Ben dingin.

Tatapan Pak Ben sangatlah intens, auranya juga sangatlah gelap. Cara pak Ben melihat Arka seolah-olah ia ingin melahapnya saat ini juga.

Melihat Arka yang diam tak berkutik, entah bisikan dari mana yang membuat tubuhku seketika berdiri.

"Dia tadi mau manggil Pak Ben, tapi gak tau kalau Uda di kelas" jelasku berbohong.

Aku sangat menyesali perbuatan anehku itu. Pak Ben kini berbalik menjadikanku mangsanya. Ia menatapku tepat di mataku.

Cukup lama beliau menatapku intens, sampai akhirnya ia keluar kelas juga. Aku pun langsung duduk sambil bersandar rilex.

IRIDESCENT - KthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang