08. Penyembuh

27 3 0
                                    

" Satu-satunya warna cerah yang bermakna kesedihan, Biru"

" Satu-satunya warna cerah yang bermakna kesedihan, Biru"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Acha POV

Beberapa jam saat semua habis bermain, kami kembali ke tempat masing-masing untuk bersiap menunggu bel pulang sekolah bersuara.

Sedari tadi aku hanya menenggelamkan kepala di meja karena sangat pening. Mataku terpejam menahan tubuhku yang terasa lemas.

Karena mimpi buruk tadi malam, rasanya energiku terkuras habis. Aku tidak bisa tidur saat itu dan terjaga sampai pagi.

Bel pertanda jam sekolah telah usai mulai terdengar. Aku membuka mata dan mengangkat kepalaku yang berat.

Kelas mulai sepi karena banyak murid yang telah pergi. Langsung saja kukemasi Barang-barangku dan bersiap pulang untuk beristirahat.

Telingaku mendengar langkah kaki seseorang yang sedang berlari kemari. Spontan kepalaku menoleh ke arah pintu. Terlihat Arka yang datang terengah-engah.

"Syukurlah...hah.." ucapnya.

Arka mulai berjalan ke arahku sambil memegangi tali tas punggungnya erat.

"Acha..." panggilnya lembut.

Suaranya yang sangat khas adalah favoritku. Jika ia sedang memanggil yang lain suaranya akan sangat lembut. Padahal tipe suaranya itu berat dan sedikit serak.

Aku hanya menoleh dan tersenyum menanggapinya. Sungguh tubuhku sangat lemas kali ini.

"Tadi Arka liat muka Acha pucettt banget, jadi balik lagi deh kesini" jelasnya.

"Iya sih gue lumayan pusing ini" balasku

Kami berdua mulai berjalan keluar kelas, Arka itu sangatlah suka didengarkan jika sedang bercerita. Mungkin hal itulah yang membuatnya terlalu Over sharring padaku. Karena, aku memang suka mendengarkan keluh kesah orang lain.

"Acha kita pulang bareng aja yah, takut Acha kenapa Napa di jalan"

Lagi-lagi aku hanya mengangguk menyetujui. Bukannya mencari kesempatan, memang saat ini tubuhku sedang tidak bisa diajak bekerja sama.

Kami telah sampai di gerbang sekolah. Arka masih menatap layar handphone nya sedari tadi. Ia sedang menunggu taksi pesanan kita sampai.

Kuhirup aroma di sekitar dalam-dalam, aroma khas seusai hujan. Kepalaku mengadah ke atas. Tampak semburat warna-warni indah menghiasi sang langit. Sepertinya ia sedang menghibur langit yang tadi bersedih. Siapakah yang berani membuat sang langit menangis ya.

Tak lama taksi pesanan Arka sampai, kami pun langsung memasukinya. Setelah taksi berjalan, aku mulai memeluk tubuhku erat dan bersandar pada jendela.

"Acha tau gak?" tanya Arka berbasa-basi.

"Hmm?" balasku.

"Kemarin Arka daftar ke Club Basket loh!" serunya girang.

IRIDESCENT - KthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang